By. Ahmad Sarwat, Lc.MA
Saya tidak habis pikir melihat cara berpikir kalangan aktifis dakwah hari ini.
Setiap bicara tentang Al-Quran, yang ada dibenaknya cuma tahfizh, tahfizh dan tahfizh lagi. Seolah-olah Al-Quran itu hanya tahfizh. Bukannya tidak suka tahfiz, tapi ilmu Al-Quran itu ada banyak sekali, tidak hanya sebatas tahfiz.
Al-Imam As-Suyuthi (w. 911) di dalam Al-Itqan fi Ulum Al-Quran telah menuliskan setidaknya 80 cabang ilmu Al-Quran. Dan sama sekali tidak diribetkan dengan urusan tahfizh.
Maka saya belum ketemu, dari mana asal muasal eforia tahfizh ini di kalangan aktifis dakwah zaman now. Masih belum ketemu jejaknya.
Kenapa dakwah mereka tidak pernah menyentuh pilar-pilar utama Ulumul Quran : Asbabun Nuzul, Nasakh Mansukh, Siyaq, Munasabah, Makki Madani, Nuzulul Quran, Al-Wujuh Wa An-Nazhair, Sab'atu Ahruf, Rasm Utsmani, Ilmu Mushaf, Ilmu Qiraat Sabah dan Asyrah?
Kenapa tidak pernah paham apa itu Muhkam dan Mutasyabih, 'Aam dan Khash, Muthlaq dan Muqayyad, Mafhum dan Manthuq, I'jazul Quran, Aqsamul Quran, Amtsalul Quran, Jadalul Quran, Qashashul Quran?
Kemana hilangnya kajian tafsir? Padahal ada tafsir bil ma'tsur dan tafsir birra'yi. Ada tafsir isyari, bathini, ilmiy, fiqhiy, adabi ijtima'i.
Kenapa ruang lingkupnya sebatas hafalan saja? Kenapa yang terbersit hanya bikin rumah tahfiz saja? Lalu mau dikemanakan ilmu Al-Quran lainnya yang sebareg-abreg itu?
Saya masih agak penasaran, bagaimana orang zaman sekarang telah memasung Al-Quran dan memenjarakannya di ruang sesempit itu?
Ada yang bisa bantu?
Ahmad Sarwat
13 Juni 2020· Dibagikan kepada Publik
#Ahmad Sarwat