Ulama dulu itu cerdik-cerdik. Mereka bisa menyisipkan dakwah penting di tengah amaliyah sederhana tanpa membuat umat sadar sedang didakwahi. Contohnya adalah seruan nida' atau bilal tarawih yang biasa di baca di sela-sela shalat. Sebenarnya hal itu tidak dianjurkan secara khusus secara syariah tapi masuk dalam keumuman dalil bacaan mulia. Logikanya, daripada jamaah diam di antara shalat yang panjang ini, mending diajak membaca sesuatu yang baik yang bisa jadi benteng Ahlussunnah wal Jama'ah.
Tapi apa bacaannya? Nah di sini cerdasnya; Pertama, mereka membuat harapan doa agar mendapat anugerah, nikmat dan ampunan dari Allah. Bentuknya adalah bacaan "Fadlan minallahi ...". Kedua, mereka menekankan bahwa kita punya empat khalifah hebat yang kita doakan semoga mendapat ridha Allah. Bentuknya adalah bacaan "Khalifatu Rasulullah...".
Itu langkah sederhana, tapi dengan langkah pertama itu, pihak yang gemar membid'ahkan amalan baik menjadi kegerahan. Mau ikutan, merasa bid'ah, tapi masak mau membid'ahkan orang berdoa? Dengan langkah kedua, pihak yang gemar mencaci Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman radliyallahu anhum menjadi galau berat. Bagaimana tak galau, musuh utamanya secara serempak dipuji dan didoakan saat tarawih.
Sekali lempar, dua burung kena. Cerdas bukan?
Abdul Wahab Ahmad
4 Mei 2020 (11 jam ·)
#Abdul Wahab Ahmad