Pendapat Ulama Yang Sengaja Saya Tinggalkan

Pendapat Ulama Yang Sengaja Saya Tinggalkan - Kajian Medina
PENDAPAT ULAMA YANG SENGAJA SAYA TINGGALKAN

Dalam membahas ilmu kalam, ada beberapa pendapat para ulama besar yang sengaja saya tinggalkan atas pertimbangan tertentu yang saya anggap paling baik. Tentu saja tanpa mengurangi rasa hormat pada ulama yang bersangkutan, tetapi saya rasa pendapat itu tak layak untuk dipilih di era kini yang sudah jauh berbeda dengan era ketika pendapat itu dimunculkan pemiliknya. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Pendapat yang menyatakan bahwa ahlul bid'ah seperti mujassimah, muktazilah, jahmiyah, dan lain-lain adalah kafir. Saya tahu tokoh-tokoh besar yang tak ragu memvonis kafir pada mereka berikut alasan yang mereka gunakan. Tapi sengaja saya mengabaikan pendapat berlebihan semacam itu. Tak ada orang yang bersyahadat dan tak melakukan satu pun pembatal syahadat yang layak dianggap kafir.

2. Pendapat yang menganggap takwil adalah sesat secara mutlak. Secara umum saya tak memilih takwil sebagai opsi pertama, tapi saya tak mau menganggap takwil sebagai tindakan sesat secara mutlak. Saya tahu betul siapa saja ulama besar yang dengan mudahnya menjatuhkan vonis sesat pada ulama lain yang melakukan takwil berikut semua argumennya, baik itu dari era sejak sebelum Asy'ariyah, setelah Asy'ariyah, dari kalangan yang menyebut dirinya Asy'ariyah atau dari kalangan yang anti terhadap Asy'ariyah. Tapi dengan sadar saya tak mau mengikuti pendapat yang demikian sebab takwil tak lebih dari varian penafsiran yang masih harus dipilah apakah itu berdasar atau tidak sehingga tak bisa digeneralisir begitu saja. Selain itu tak ada satu pun nash ayat atau hadis yang melarang takwil! Seluruh larangan terhadapnya baru muncul belakangan ketika bermuncultan takwilan sesat ala ahli bid'ah sehingga sebagai respon kemudian muncul banyak tokoh yang alergi terhadap takwil dan mengutuknya tanpa ampun. Apalagi, tak jarang ulama yang melakukan takwil justru lebih besar wibawa dan manfaatnya pada umat dibanding mereka yang mengutuknya secara mutlak.

3. Pendapat yang menganggap ilmu kalam adalah sesat secara mutlak. Saya juga tahu siapa saja tokoh yang sangat anti terhadap ilmu kalam dan siapa saja yang sampai membuat karya khusus untuk mengutuk ilmu ini. Tak ada alasan yang betul-betul kuat untuk mengutuk ilmu tertentu secara mutlak selain ilmu sihir. Apalagi ilmu kalam adalah ilmu yang terus berkembang. Mereka yang mengutuknya tanpa kenal ampun dan tanpa memilah biasanya tak paham ilmu ini dan tak paham pula perkembangannya. Ia hanya melihat satu versi darinya di masa tertentu yang barangkali negatif lalu dengan mudah mengutuknya secara mutlak. Terlebih, hanya ilmu ini yang bisa diandalkan untuk berkomunikasi dengan non-muslim yang sama sekali tak percaya pada al-Qur'an, hadis dan penjelasan ulama.

4. Pendapat yang mudah menganggap sesat suatu ungkapan hanya karena ungkapan itu berbeda dengan ungkapan yang ia ketahui. Misalnya saja ungkapan "Allah ada di mana-mana", ini adalah ungkapan yang dipopulerkan oleh Jahm dan Muktazilah. Saya tahu betul siapa ulama yang tanpa ragu memvonis sesat ungkapan ini secara mutlak dan bahkan kadang hingga taraf nyaris mengafirkannya berikut semua argumen mereka. Tapi saya tak mau memilih pendapat berlebihan seperti itu sebab banyak juga yang ketika ditanya apa maksud ungkapan itu justru maksudnya ilmu Allah di mana-mana sehingga tak ada satu tempat pun yang tak diliputi ilmu Allah. Ini makna yang sangat benar sehingga tak ada alasan menyesatkannya. Demikian pula dengan ungkapan "Allah ada di atas langit", ini adalah ungkapan yang dikritik beberapa tokoh secara mutlak sebab sepintas mengesankan Allah berada secara fisik di satu tempat atau ruang tertentu di atasnya langit. Namun tak sedikit yang ketika ditanya maksudnya tidak demikian, namun sekedar mau menampakkan sifat uluw. Ini juga tak salah sedikit pun. Karena itu, saya sengaja tak mengikuti mereka yang bermudah-mudah mensakralkan ungkapan tertentu sambil mengutuk ungkapan lain hanya karena berbeda redaksi dengan dirinya sendiri.

Inilah manhaj yang saya pakai dalam tulisan-tulisan saya yang bertema ilmu kalam di Facebook atau di kolom Ilmu Tauhid NU Online yang saya ampu. Bila ada yang menyanggah saya dengan pendapat-pendapat yang sengaja saya tinggalkan di atas, maka saya cukup tersenyum saja. Apalagi kalau ada yang mengajak saya fanatik buta pada pemilik pendapat itu seolah pendapatnya adalah patokan kebenaran mutlak karena dia adalah tokoh besar atau imam, maka mungkin saya akan tertawa membacanya sebab saya tahu bahwa ada pendapat lain yang juga dikatakan oleh seorang imam yang muktabar.

Biarlah kitab-kitab para ulama besar itu terlihat "bertikai dan saling bantah" dengan cara yang kadang kasar, tapi saya tak mau ikut-ikutan sebab saya yakin mereka akan bertetangga di surga. Soal ada yang dianggap benar atau salah selama di dunia, maka itu wajar saja.

Abdul Wahab Ahmad
12 April pukul 12.36 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.