Keangkuhan Dalam Beribadah

Keangkuhan Dalam Beribadah - Kajian Medina
𝐊𝐞𝐚𝐧𝐠𝐤𝐮𝐡𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐁𝐞𝐫‘𝐢𝐛𝐚̂𝐝𝐚𝐡

Ketika DKI menjadi daerah dengan korban positive Covid-19 tertinggi secara Nasional, sehingga Gubernur DKI mengeluarkan "himbauan keras" kepada masyarakat agar ber‘ibâdah di rumah saja, ada oknum warga DKI yang menulis sebagai berikut…

Bahwa dia dan anak-anaknya tetap ke Masjid karena menurutnya DKM dan jamâ‘ah Masjidnya sudah berikhtiyar maksimal, seperti dengan cara melipat karpet dan mengepel lantai 5 kali sehari pakai Karbol. Lalu di pintu Masjid disediakan hand sanitizer dan ditaruh x-banner yang berisi himbauan agar yang punya gejala hendaknya sholât di rumah saja. Menurutnya jamâ‘ah patuh karena tidak terdengar ada yang bersin, batuk, atau sedot hidung selama sholât, dan juga menurutnya jamâ‘ah saling menjaga dengan memakai masker, membawa sajadah sendiri, mencuci tangan sebelum masuk, dan tidak bersalam-salaman langsung pulang setelah selesai sholât ba‘diyah. Katanya ia tidak melihat jamâ‘ah lain sebagai zombie berbahaya yang berkeliaran menulari penyakit sebab mereka hanyalah hamba Allôh yang datang ber‘ibâdah dengan niyat ikhlâsh dan tawakkal.

❓ Benarkah pemikiran yang seperti itu?

Sungguh tulisannya itu terasa sekali keangkuhan. Iya, mari kita lihat bahwa di Timur Tengah, Negara seperti Sa‘ûdi (KSA), Kuwait, Yordania, Oman, dan baru-baru ini Mesir, ‘ulamâ’nya sudah mengeluarkan himbauan keras atau bahkan larangan untuk sholât berjamâ‘ah di Masjid.

Kita ambil contoh Sa‘udi (KSA) di mana larangan itu dikeluarkan oleh Hay-ah Kibâril-‘Ulamâ’ yang memerintahkan semua Masjid ditutup bagi sholât berjamâ‘ah baik sholât fardhu 5 waktu maupun Jum‘atan.

Siapa Hay-ah Kibâril-‘Ulamâ’ itu?

Mereka adalah dewan para ‘ulamâ’ senior di KSA, anggotanya adalah para ‘ulamâ’ yang background-nya mereka adalah orang-orang yang sudah hafal al-Qur-ân dari semenjak belum baligh, mereka hafal Kutubbu Tis‘ah, dan sangat menguasai fiqih dan ushul fiqih. Orang-orang yang terkenal tawadhu’ yang mendedikasikan hidup mereka untuk agama ini.

Ketua Hay-ah itu adalah Mufti Besar KSA, Syaikh ‘Abdul-‘Azîz Âlu Syaikh حفظه الله تعالى, sedangkan Syaikh Muhammad ibn Shôlih ibn Fawzân al-Fawzân حفظه الله تعالى pernah menjadi sekretarisnya.

Maka mari kita bandingkan keadaan KSA dengan Negeri kita ini, di mana sampai saat ini kasus Covid-19 di KSA itu tercatat 274 kasus, dan belum ada yang mati. Sedangkan di RI tercatat 450 kasus, di mana kasus kematian 38, sehingga menempatkan CFR (case fatality rate) RI sebagai kedua yang tertinggi di Dunia…!

Tak usah kita bandingkan fasilitas kesehatan di KSA dengan di sini, karena fasilitas kesehatan di KSA world class. Jaminan kesehatannya pun luar biasa, karena dijamin gratis oleh Kerajaan. Sedangkan di sini… bahkan untuk sekedar APD (alat pengaman diri) bagi Tenaga Kesehatan (NaKes) frontliners saja kurang bahkan minim, sampai-sampai masyarakat swadaya untuk pengadaannya. Bahkan ada NaKes yang terpaksa pakai jas hujan sebagai pengganti HazMat Suit…!

So sad… so sad… 😭

Belum lagi berbicara faktor lain seperti kepadatan penduduk KSA itu yang jauh di bawah RI. Atau koordinasi dan aksi nyata Pemerintah KSA (seperti menyiapkan dana sekian puluh milyar dollar, dan juga menjamin kebutuhan pokok rakyatnya yang kena lockdown), maka tentunya kita akan lebih menangis sesak dada ini…

Walaupun Pemerintah KSA juga melakukan usaha-usaha sterilisasi Masjid dengan menyemprot Masjid dan tempat-tempat umum dengan cairan disinfectant, namun begitu, they have no illusions of false sense of security bahwa penularan bisa diatasi hanya dengan usaha tersebut tanpa menerapkan penjarakan sosial (social distancing). Para ‘ulamâ’nya mengeluarkan keputusan untuk lockdown Masjid demi keselamatan penduduknya.

❓ Maka sekarang pertanyaannya adalah: apakah dibandingkan dengan oknum yang hafal al-Qur-ân saja tidak -apalagi hafal Kutubbu Tis‘ah- para ‘ulamâ’ itu kurang ‘ilmu atau bahkan kurang îmân dan kurang tawakkal kepada Allôh ﷻ dengan keputusannya untuk lockdown Masjid tersebut…???

‼️ Mari berpikir dengan akal sehat dan hati nurani yang lurus, apakah benar kita meng‘ibâdahi Allôh ﷻ dengan niyat yang ikhlâsh, ataukah ada motive-motive lain termasuk keangkuhan dalam ber‘ibâdah di hati…?!?

Semoga Allôh ﷻ menjaga kaum Muslimîn di Nusantara.

نسأل الله السلامة والعافية

Arsyad Syahrial
22 Maret 2020 pukul 07.30 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.