by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Bahwa ada yang berfatwa najisnya Alkohol, memang tidak bisa dipungkiri. Walaupun sebenarnya yang disebutkan keharamannya dalam Al-Quran bukan Alkohol tapi khamar. Dalam Al-Quran tidak ada satuoun kata 'Alkohol' disebutkan.
Prinsipnya, khamar belum tentu berwujud Alkohol, sebagaimana Alkohol tidak selalu berupa khamar.
Tapi kenapa ada pendapat yang menajiskan Alkohol? Dan siapa yang berpendapat demikian?
1. Syeikh Hasan Hitou
Salah satu yang biang Alkoloh itu najis adalah Syeikh Hasan Hitou. Beliau saat saya silaturrahmi ke Cianjur, cerita banyak sekali, salah satunya tentang najisnya Alkohol.
2. Prof. Ali Musthofa Ya'qub
Selain itu juga ada pendapat guru saya, alm. Prof. Dr. KH. Ali Musthofa Ya'qub. Logikanya beliau jelaskan sewaktu ngajar di kelas S2 sekian tahun yang lalu.
Kata Beliau, minuman itu ketika tidak mengandung Alkohol, diminum tidak bikin mabuk. Begitu kemasukan kadar Alkohol sekian persen terus diminum langsung bikin mabuk. Jadi menurut logika beliau, Alkohol itu bukan hanya khamar, tapi biangnya khamar. Alkohol itulah penyebab minuman jadi muskir (memabukkan).
Pendapat Beliau itu pun juga dituangkan dalam disertasi yang beliau bagikan gratis kepada kami mahasiswanya.
Pendapat Yang Tidak Menajiskan
Sebenarnya saya pribadi agak kurang sependapat dengan kedua tokoh yang amat saya hormati. Namun untuk menunjukkan rasa hormat dan takzhim saya, saya pun mengangguk-angguk saja sambil senyum.
Lagian Beliau sendiri di dalam disertasinya pun tidak ngotot dengan pendapatnya sendiri. Beliau tetap mencantumkan pendapat lain, meski tidak disetujuinya.
Fatwa MUI
Yang menarik justru fatwa MUI yang memberi jalan tengah dengan tepat. MUI membagi Alkohol jadi dua macam, ada Alkohol yang hukumnya najis dan ada Alkohol yang hukumnya tidak najis.
Jadi MUI tidak menolak pendapat bahwa Alkohol itu najis, tapi sekaligus juga tidak menajiskan Alkohol. Rupanya MUI main cantik sekali dengan cara membedakan jenis-jenis Alkohol.
Alkohol yang najis adalah yang terbuat dari khamar. Sedangkan Alkohol hasil produksi kimiawi dalam dunia industri di luar kaitannya dengan khamar, tidak najis.
Cerdas sekali MUI dalam fatwa tentang najis dan tidak najisnya Alkohol ini. Mereka yang menajiskan Alkohol pasti sulit menolak logika dasar ini. Ya, Alkohol itu najis, asalkan dia terbentuk, tersusun dan diambilkan dari sumber yang najis yaitu khamar. Ini logika yang runut banget.
Saya coba jelaskan lebih dalam ya. Jadi memang hukum najis itu tidak bisa tiba-tiba muncul begitu saja, kecuali ada 'illatnya.
Dan dari seluruh benda najis yang ditetapkan syariah, najis itu hanya bersumber dari manusia atau hewan saja. Di luar manusia dan hewan, ternyata tidak pernah kita dapati najis. Dengan kata lain najis itu tidak ada yang sumbernya nabati, kecuali . . .
Kecuali, satu-satunya sumber najis yang bukan dari manusia atau hewan hanyalah khamar. Itu pun sebenarnya masih ada khilafiyahnya juga sih. Tapi jumhur ulama sepakat menajiskan khamar dan kita pakai pendapat jumhur ulama yang ini. Sebab secara zhahir dalam Al-Quran juga disebut dengan istilah rijs.
رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
(Sesungguhnya khamar itu) najis termasuk perbuatan setan maka jauhilah (QS. Al-Maidah : 90)
Tapi terbentuknya khamar itu sendiri unik. Tidak seperti babi dan anjing yang lahir pun sudah jadi benda najis, khamar ini berasal dari tumbuhan, namun tidak ada tumbuhan yang bernama khamar. Untuk jadi khamar, tumbuhan itu harus diproses lewat upaya manusia.
Misalnya kurma dan anggur, dikenal dalam Al-Quran sebagai bahan baku pembuatan khamar, sebagaimana Allah sebutkan dalam Surat An-Nahl.
وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. (QS. An-Nahl : 67)
Kurma dan anggur adalah buah-buahan yang halal pada mulanya. Lalu lewat proses pengolahan fermentasi, jadilah khamar yang memabukkan.
Kurma dan anggur pun tidak najis, kecuali setelah diolah jadi khamar. Maka kenajisannya itu harus lewat proses tertentu terlebih dahulu. Tidak tiba-tiba langsung jadi benda najis secara begitu saja.
Kalau Alkohol dibuat dengan bahan baku khamar yang sudah jadi, maka Alkohol itu tetap najis.
Namun apabila Alkohol dibikin dari bahan bakunya tanpa melewati proses jadi khamar terlebih dahulu dan langsung menjadi Alkohol begitu saja, maka bagaimana mungkin kita tuduh Alkohol itu najis? Dari masa sumber kenajisannya? Kapan terkontaminasi dengan benda najis?
Disitulah logika yang digunakan MUI menjadi sangat-sangat masuk akal. Ya, kalau tidak pernah jadi khamar sebelumnya, bagaimana bisa divonis najis?
Padahal kebanyakan Alkohol yang beredar di tengah kita, termasuk yang terkandung dalam parfum dan juga hand-sanitizer itu adalah Alkohol yang sumbernya bukan dari khamar.
Alkoholnya adalah Alkohol yang tidak pernah mengalami jadi khamar sebelumnya. Dalam sejarahnya, tidak ada fase pernah jadi khamar.
Kesimpulan :
1. Tetap saja urusan Alkohol ini najis atau tidak, tetap menjadi masalah khilafiyah kontemporer. Kita tidak perlu menyalahkan pendapat yang berseberangan ketika kita punya pendapat sendiri. Sebab kedua pendapat itu sudah hasil kesepakatan para ulama kontemporer, yaitu mereka sepakat untuk tidak sepakat.
2. Yang tidak mau cuci tangan pakai hand sanitaser, bisa juga kok cuci tangan pakai sabun. Sama-sama bersih juga kok.
Ahmad Sarwat
11 Maret 2020 pukul 08.05 ·
#Ahmad Sarwat