Akidah Imam Ash-Shabuni dan Ahlul Hadits Adalah Tafwidh

Akidah Imam Ash-Shabuni dan Ahlul Hadits Adalah Tafwidh - Kajian Medina
"AKIDAH IMAM ASH-SHABUNI DAN AHLUL HADITS ADALAH TAFWIDH"

Akidah Imam Abu Utsman ash-Shabuni, sebagaimana akidah ahlul hadits adalah sama seperti akidah Asy'ariyyah-Maturidiyah dan akidah salaf.

Imam Abu Utsman ash-Shabuni sering kali dicomot memiliki akidah itsbat makna zhahir ala Salafi. Padahal beliau adalah mufawwidh dan tidak berbeda dengan mayoritas ulama. Salafi juga tidak pernah mampu menukilkan ucapan beliau yang menetapkan sifat sebagaimana zhahir makna lughowinya yang mereka yakini selama ini.

Beliau dalam Aqidah as-Salaf Ashhabul Hadits (hlm. 22) berkata:

وَيُثْبِتُ أصْحَابُ الحَدِيْثِ نُزُولُ الرَّبِّ سُبْحَانَهُ وتَعَالى كُلَّ لَيْلَةٍ إلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا مِنْ غَيْرِ تَشْبِيْهٍ لَهُ بِنُزُوْلِ المَخْلُوقِيْنَ وَلاَ تَمْثِيْلٍ ولاَ تَكْيِيْفٍ، بَلْ يُثْبِتُونَ مَا أثْبَتَه رَسُول الله صلى الله عليه وسلم وَيَنْتَهُونَ فِيْهِ إلَيْهِ، ويُمِرُّون الخَبَرَ الصَّحِيْحَ الوَارِدَ بِذِكْرِهِ عَلىَ ظَاهِرِه ويَكِلُون عِلْمَه إلىَ الله

“Ashhabul Hadits menetapkan nuzul Rabb Subhanahu wa Ta’ala setiap malam ke langit dunia dengan tanpa menyerupakan-Nya dengan nuzulnya makhluk, tidak tamtsil (mencontohkannya) dan tidak takyif. Akan tetapi mereka menetapkan apa yang ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ dan berhenti pada perkataan beliau, memberlakukan khabar shahih yang datang sebagaimana zhahirnya dan menyerahkan ilmunya kepada Allah”.

Zhahir yang dimaksudkan oleh Imam ash Shabuni adalah zhahir lafazh, bukan zhahir makna lughawi seperti yang dipahami pengikut madzhab itsbat (makna zhahir lughowi). Bukti tafwidhnya adalah beliau menyerahkan maknanya kepada Allah yang merupakan ciri-ciri tafwidh.

Sebagai tambahan, Imam al-Baihaqi dalam al-I’tiqad wal Hidayah (hlm. 117), saat menjelaskan akidah ahli hadits, berkata:

وَأَصْحَابُ الحَدِيْثِ فِيْمَا وَرَدَ بِهِ الكِتَابُ وَالسُّنَّةُ مِن أمْثَالِ هَذا وَلَمْ يَتَكَلَّمْ أحَدٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ فِي تَأْوِيْلِهِ عَلىَ قِسْمَيْنِ مِنْهُم مَنْ قَبِلَهُ وآمَنَ بِهِ وَلَمْ يُؤَوِّلْهُ وَوَكَّلَ عِلْمَهُ إلىَ اللهِ وَنَفَى الكَيْفِيَّةَ والتَّشْبِيهَ عَنْه ومِنْهُم مَنْ قَبِلَه وآمَنَ بِهِ وَحَمَلَهُ عَلَى وَجْهٍ يَصِحُّ اسْتِعْمَالُه فيِ اللُّغَةِ ولاَ يُنَاقِضُ التَّوْحِيْدَ

“Ashhabul hadits dalam masalah (sifat nuzul) yang datang dalam al-Qur’an dan al-Hadits, dan tak satupun dari shahabat dan tabi’in yang membicarakan ta’wilnya, terbagi menjadi dua. Ada dari mereka yang menerima, beriman dengannya, tidak menta’wilnya, dan menyerahkan ilmunya kepada Allah serta menafikan kaifiyyah dan tasybih. Ada juga dari mereka yang menerima, beriman dengannya, serta memaksudkannya pada cara yang shahih penggunaannya dalam lughat, serta tidak berlawanan dengan tauhid”.

Jadi sudah paham?

Hidayat Nur
24 Februari pukul 14.12 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.