Terpujilah Para Astronout

Terpujilah Para Astronout - Kajian Medina
Terpujilah Para Astronout

Sesuai akidah Syaikh Utsman bin Said Ad-Darimi, yang diamini oleh Ust Anshari Taslim ini, maka terpuji sekali para Astronout. Bila tak bisa jadi Astronout, maka setidaknya rajinlah naik pesawat atau naik ke atas gunung agar lebih dekat pada Allah. Bila tak mampu, maka naiklah ke gedung pencakar langit. Bila tak bisa, setidaknya bisa ibadah di menara masjid. Bila tidak memungkinkan, tentu mudah naik ke atas genteng.

Tapi kalau mau ikut Ahlussunnah wal Jama'ah (Asy'ariyah-Maturidiyah), maka santai saja. Cukup meniru Nabi Ibrahim yang pergi ke Allah sebagaimana berikut:

وَقَالَ إِنِّی ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّی سَیَهۡدِینِ
"Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus pergi kepada Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku." [Surat Ash-Shaffat 99]

Tentu saja Nabi Ibrahim tak berencana naik ke puncak gunung atau terbang ke langit untuk pergi ke Allah. Beliau hanya mau ke Syam (dalam satu pendapat ke Makkah) saja di mana beliau bisa bebas menyembah Allah.

Malahan menurut Nabi Muhammad, Allah di depan orang shalat, jadi tak perlu ke mana-mana untuk mendekat padanya. Cukup shalat saja.

فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي، فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قِبَلَ وَجْهِهِ، فَلَا يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ (مسلم)
"Sesungguhnya salah satu dari kalian ketika berdiri shalat, maka sesungguhnya Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi ada di depannya. Maka janganlah ia meludah ke depannya. (Muslim).

Tentu saja Nabi Muhammad tak mentakwil hadis di depan shalat itu dengan takwilan apapun sebagaimana beliau tak mentakwil pernyataannya yang lain tentang Allah. Dari situ kemudian para ulama Ahlussunnah sepakat bahwa Allah tak bisa dikatakan berjarak dengan apapun sebab memang tak bertempat. Konsekuensinya, tak ada makhluk yang bisa disebut lebih dekat secara fisikal (hissi) kepada Allah sebab semua pernyataan yang seolah menunjukkan "lokasi" tak bisa dipahami sebagai lokasi fisik.

Imam Abul Hasan al-Asy'ari menjelaskan istawa dan ketinggian Allah dengan kalimat sederhana yang menjadi pembeda antara Ahlussunnah dan mujassimah, yakni:

وهو فوق العرش، وفوق كل شيء، إلى تخوم الثرى، فوقية لا تزيده قربا إلى العرش والسماء، بل هو رفيع الدرجات عن العرش، كما أنه رفيع الدرجات عن الثرى، وهو مع ذلك قريب من كل موجود، وهو أقرب إلى العبد من حبل الوريد
"Allah tinggi di atas Arasy dan di atas segalanya hingga batas bumi, dengan KETINGGIAN YANG TAK MENAMBAH DEKAT PADA ARASY DAN LANGIT, tetapi Allah Maha Tinggi derajatnya dibanding Arasy, sebagaimana Ia Maha Tinggi derajatnya dibanding Bumi. Dan, Ia juga Maha dekat dari segala yang ada, dan lebih dekat pada seorang hamba dibanding urat lehernya" (Al-Ibanah).

Demikian juga Imam at-Thabari dalam Tafsirnya menyatakan:

تفسير الطبري = جامع البيان ت شاكر (23/ 168)
وقوله: (وَالظَّاهِرُ) يقول: وهو الظاهر على كل شيء دونه، وهو العالي فوق كل شيء، فلا شيء أعلى منه. (وَالْبَاطِنُ) يقول: وهو الباطن جميع الأشياء، فلا شيء أقرب إلى شيء منه،

"Yang Maha Nampak, artinya Allah Maha Nampak di atas segala sesuatu di bawahnya. Yang Maha Tinggi di atas segala sesuatu, maka tak ada yang lebih tinggi darinya. Yang Maha Tersembunyi, artinya Allah Maha tersembunyi (mengetahui isi) segala sesuatu. MAKA TAK ADA SATU PUN YANG LEBIH DEKAT DIBANDINGKAN SESUATU YANG LAIN DARI ALLAH" (Tafsir at-Thabary).

Semoga bermanfaat.

Terpujilah Para Astronout - Kajian Medina

Terpujilah Para Astronout - Kajian Medina

Terpujilah Para Astronout - Kajian Medina

Abdul Wahab Ahmad
11 Februari 2020 (17 jam ·)

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.