Al-Hafizh al-Imam Ibn Sholah, salah satu grand syaikh di Darul Hadits Syiria, pernah berbeda tajam dengan Sulthanul Ulama' al-Imam Izzuddin bin Abdissalam dalam masalah Sholat Raghaib, yaitu sholat sunat 12 rakaat antara Maghrib dan Isya' yang dilakukan pada bulan Rajab. Dua ulama besar tersebut saling bantah melalui kitab yang ditulis secara khusus. Bahkan, menurut catatan al-Muhaddits Abdul Fattah Abu Ghuddah, keluar dari keduanya kata-kata yang keras dan menjurus kasar.
Al-Imam Ibn Abdissalam, berpendapat sebagaimana jumhur ulama', bahwa Sholat Raghaib haram dilakukan dan termasuk bid'ah, karena tidak memiliki dalil yang cukup. Sementara al-Imam Ibn Sholah, walaupun setuju hadits Sholat Raghaib palsu, berpendapat Sholat Raghaib boleh dilakukan karena masuk keumuman dalil untuk memperbanyak anjuran sholat sunat. Alasan al-Imam Ibn Sholah ini hampir sama seperti alasan al-Muhaddits al-Imam Abdul Hayyi al-Laknawi dalam kitabnya, al-Atsar al-Marfu'ah.
Dari sini tampak keunikan pendapat al-Imam Ibn Sholah, bahwa ketiadaan dalil secara khusus tidak serta merta menjadikan sholat tersebut terlarang atau bid'ah dholalah.
Tetapi saya setuju dengan syarat-syarat yang diteken al-Muhaddits al-Laknawi, bahwa pelakunya tidak boleh meyakini sebagai sholat yang datang dari Rasulullah, tidak menyelisihi kaifiyah sholat sunat yang tsabit dalam hadits, dan tidak lebih semangat mengamalkan daripada sholat sunat yang tsabit datang dari Rasulullah.
Beberapa ulama memang ada yang sependapat dengan al-Imam Ibn Sholah, seperti al-Imam al-Ghozali, al-Imam al-Amiri, al-Imam Mulla Ali al-Qari, al-Imam al-Jarhazi dan lain-lain. Hanya saja, menurut Mulla Ali al-Qari, riwayat hadits Sholat Raghaib memiliki banyak jalur dan satu dengan yang lain saling menguatkan, walaupun semua haditsnya sangat dhaif, sehingga naik derajat menjadi hadits dhaif [ringan] yang dapat diamalkan dalam fadhail amal. Menurut saya, al-Imam Mulla Ali al-Qari dalam hal ini mengikuti pendapat al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqallani dan al-Imam al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi. Karena menurut jumhur ahli hadits, hadits yang dhaif sekali, walaupun jalur riwayatnya banyak, tidak dapat saling menguatkan dan naiklain derajat.
Wallahu A'lam
Hidayat Nur
24 Desember pukul 11.40 ·
#Hidayat Nur