Jujur saya lebih senang mengikuti
Salafi ketika ditangan Ibnu
Taimiyah, Ibnu Bazz atau Ibnu
'Utsaimin. Adapun generasi setelah
itu (generasi kita), itu lebih buruk
dari sebelumnya dari sisi
muamalah / pergaulan dakwahnya,
kurang inshaf, dan sebagiannya
kurang wawasannya.
Robi Maulana Saifullah
Robi Maulana Saifullah
20 Desember pukul 12.59 ·
Saudaraku Salafi
Saudara Salafi, apakah jika aku se-akidah denganmu tidak cukup untukku bisa bersaudara denganmu dan menjalin hubungan yang baik? Baik itu di dunia nyata ataupun dunia maya. Sejak dahulu aku meyakini bahwa Al-Qur'an adalah Kalamullah dan bukan makhluk sebagaimana keyakinan yang dipegang oleh Imam Ahmad bin Hambal. Sejak dahulu aku meyakini bahwa Allāh Maha Tinggi di atas semua makhluk-Nya. Dia beristiwa' di atas 'Arsy-Nya, Dia memiliki sifat-sifat yang sempurna yang sesuai dengan keagungan-Nya. Sebagaimana dikabarkan oleh Allāh sendiri tentang diri-Nya dan dikabarkan sendiri oleh Para Utusannya (Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wa sallam), dan diamini sekaligus diimani oleh generasi terbaik dari kalangan Shahabat, Tabi'in, dan Tabiut Tabi'in tanpa banyak mempertanyakannya.
Namun mengapa dalam hal selain Akidah, rasanya sulit bagimu untuk berbeda pendapat dalam hal yang para ulama sejak dahulu saja tidak sepakat/ijma'. Mengapa seakan corak agamamu dan agamaku harus sama dari semua sisi? Mengapa seakan semua harus diseragamkan denganmu hingga jika berbeda saja dalam beberapa isu engkau pandang aku sebelah mata seakan bukan saudaramu lagi? Seakan kata 'manhaj' itu jadi senjata untuk mempersempit ruang yang luas.
Saudaraku Salafi, akukah yang harus menyesuaikan denganmu ataukah engkau yang harus membuka lebar pikiran dan cakrawala bahwa tak semua isu kita harus sama? Jika dalam beberapa isu kita beda pendapat lalu kita bermusuhan, dianggap tak sejalan lagi, dianggap beda manhaj/beda akidah, dan seterusnya, maka persaudaraan macam apa seperti itu? Pendahulumu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tak seperti itu sikapnya. Pendahulumu Imamus Sunnah Ahmad bin Hambal tak seperti itu pula sikapnya.
Saudaraku Salafi, contoh terbaik yang harus engkau contoh adalah kedua Imam di atas. Bagaimana sikap mereka dalam menyikapi perbedaan pandangan antara ulama dalam hal-hal yang tidak ada ijma' dalam suatu isu tertentu. Bukan ustadz atau gurumu saat ini yang 'mungkin' sikapnya tak seperti pendahulunya. Saudaraku Salafi, jangan persempit persaudaraan yang telah Allāh luaskan dalam Al-Qur'an. Jangan jadikan nama Salaf sebagai kelompok baru yang ekslusif. Salafush shalih adalah generasi terbaik yang mempraktekkan agama ini dari semua sisi dan berupaya untuk bersaudara pada sisi yang mereka tak sepakat satu sama lainnya. Allāhu a'lam.
Robi Maulana Saifullah
8 Desember pukul 09.38 ·
Terkhusus Salafi, ikuti Ustadz Firanda. Pandangannya banyak yg adil dibanding yg lain, terutama dlm hal fiqh / muamalah secara umum.
Robi Maulana Saifullah
6 Desember pukul 09.04 ·
Saudara Salafi, apakah jika aku se-akidah denganmu tidak cukup untukku bisa bersaudara denganmu dan menjalin hubungan yang baik? Baik itu di dunia nyata ataupun dunia maya. Sejak dahulu aku meyakini bahwa Al-Qur'an adalah Kalamullah dan bukan makhluk sebagaimana keyakinan yang dipegang oleh Imam Ahmad bin Hambal. Sejak dahulu aku meyakini bahwa Allāh Maha Tinggi di atas semua makhluk-Nya. Dia beristiwa' di atas 'Arsy-Nya, Dia memiliki sifat-sifat yang sempurna yang sesuai dengan keagungan-Nya. Sebagaimana dikabarkan oleh Allāh sendiri tentang diri-Nya dan dikabarkan sendiri oleh Para Utusannya (Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wa sallam), dan diamini sekaligus diimani oleh generasi terbaik dari kalangan Shahabat, Tabi'in, dan Tabiut Tabi'in tanpa banyak mempertanyakannya.
Namun mengapa dalam hal selain Akidah, rasanya sulit bagimu untuk berbeda pendapat dalam hal yang para ulama sejak dahulu saja tidak sepakat/ijma'. Mengapa seakan corak agamamu dan agamaku harus sama dari semua sisi? Mengapa seakan semua harus diseragamkan denganmu hingga jika berbeda saja dalam beberapa isu engkau pandang aku sebelah mata seakan bukan saudaramu lagi? Seakan kata 'manhaj' itu jadi senjata untuk mempersempit ruang yang luas.
Saudaraku Salafi, akukah yang harus menyesuaikan denganmu ataukah engkau yang harus membuka lebar pikiran dan cakrawala bahwa tak semua isu kita harus sama? Jika dalam beberapa isu kita beda pendapat lalu kita bermusuhan, dianggap tak sejalan lagi, dianggap beda manhaj/beda akidah, dan seterusnya, maka persaudaraan macam apa seperti itu? Pendahulumu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tak seperti itu sikapnya. Pendahulumu Imamus Sunnah Ahmad bin Hambal tak seperti itu pula sikapnya.
Saudaraku Salafi, contoh terbaik yang harus engkau contoh adalah kedua Imam di atas. Bagaimana sikap mereka dalam menyikapi perbedaan pandangan antara ulama dalam hal-hal yang tidak ada ijma' dalam suatu isu tertentu. Bukan ustadz atau gurumu saat ini yang 'mungkin' sikapnya tak seperti pendahulunya. Saudaraku Salafi, jangan persempit persaudaraan yang telah Allāh luaskan dalam Al-Qur'an. Jangan jadikan nama Salaf sebagai kelompok baru yang ekslusif. Salafush shalih adalah generasi terbaik yang mempraktekkan agama ini dari semua sisi dan berupaya untuk bersaudara pada sisi yang mereka tak sepakat satu sama lainnya. Allāhu a'lam.
Robi Maulana Saifullah
8 Desember pukul 09.38 ·
Terkhusus Salafi, ikuti Ustadz Firanda. Pandangannya banyak yg adil dibanding yg lain, terutama dlm hal fiqh / muamalah secara umum.
Robi Maulana Saifullah
6 Desember pukul 09.04 ·
#Robi Maulana Saifullah