Yang 'Lebih Cantik' Daripada Bidadari

Yang 'Lebih Cantik' Daripada Bidadari - Kajian Medina
Seri Tafsir Quran ala Koran (18) : Al-Fatihah (2)

YANG 'LEBIH SEKSI' KETIMBANG BIDADARI

Lelaki mana yang tak tergoda bidadari? Makhluk surga yang senantiasa gadis; berparas rupawan; kulitnya pualam, matanya rembulan, jejak langkahnya menebarkan semerbak wewangian.

Sambil saling bergandengan tangan, mereka bernyanyi dengan suara yang tak pernah seorang pun mendengar kemerduannya. Dan lirik lagu yang mereka dendangkan adalah, seperti dikutip Imam Al-Qurthubi dari Sayyidina Ali, "Kamilah makhluk yang tak pernah berbuat buruk. Kamilah penyuguh nikmat yang tak pernah merasa bosan. Kamilah abdi terpilih bagi para suami. Dan, tentu saja, kami abadi."

Perempuan mana yang tak dengki pada bidadari?

Sementara makhluk kahyangan itu tak bisa mati, mereka (para perempuan dunia itu) sebentar juga membusuk. Seberapapun parfum yang mereka pakai untuk menyembunyikan bau keringat, setebal apapun bedak yang mereka pakai untuk menyamarkan jerawat, kecemerlangan bidadari masih akan tak tertandingi.

Begitulah…

Semua itu akan tetapi disanggah oleh Sayyidah Aisyah. Seperti hendak mewakili teriakan para perempuan di seluruh penjuru dunia, dari ujung timur sampai barat sana, beliau berkata, "Kita shalat, mereka tidak! Kita puasa, mereka tidak! Kita bersuci, mereka tidak! Kita bersedekah, mereka tidak! Itulah sebab kenapa derajat kita (para perempuan dunia) mengungguli bidadari."

Memang, terdapat ikhtilaf di tengah para ulama, tentang siapakah perempuan penghuni surga yang "lebih cantik dan lebih seksi" (jamal wa husn); apakah perempuan bidadari ataukah perempuan manusia?

Sirajuddin al-Dimasqi, dalam al-Lubab fi 'Ulum al-Kitab, menyebutkan setidaknya dua pendapat. Pertama, bidadari jelas lebih unggul ketimbang manusia.

Ini karena sifat-sifat bidadari dengan tegas tercantum dalam al-Quran, selain Nabi juga pernah berdoa untuk seseorang dalam sebuah shalat jenazah, "Ya Allah, ganti (abdil) rumah dan istrinya dengan yang lebih baik" (Redaksi 'ganti' mengisyaratkan adanya perbedaan, dari istrinya di dunia menjadi sesuatu yang lebih baik di akhirat, yakni bidadari).

Kedua, perempuan manusia jelas lebih unggul daripada bidadari. Ini karena terdapat sebuah hadits, "Perempuan dari bangsa manusia (adamiyyat) tujuh puluh kali lebih utama ketimbang bidadari."

Itu berarti, seperti diterangkan Imam Al-Khazin dalam Lubab al-Ta'wil fi Ma'ani al-Tanzil, kelak pada saat masuk surga, manusia tampil dengan wujud yang sama sekali baru (khalq akhar). Di surga, perempuan manusia lahir kembali dalam kondisi kinyis-kinyis layaknya gadis pada umumnya (ada yang menyebut mereka hadir dengan tampilan usia 33 tahun).

Selain itu, Nabi sendiri juga pernah mengikrarkan bahwa perempuan penduduk surga yang berada di kelas atas adalah perempuan-perempuan bumi, bukan para bidadari. Dari Ibn Abbas, beliau bersabda, "Perempuan penduduk surga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Mazahim, dan Maryam binti Imran." (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai, dan Hakim)

Menurut al-Zarqani, dalam Syarh al-Zarqani ala al-Mawahib al-Laduniyah, Sayyidah Khadijah sampai bisa memperoleh predikat tersebut oleh sebab beliaulah perempuan yang pertama-tama masuk Islam, juga karena pelayanan (ta'zhim) beliau kepada Nabi Saw. Sayyidah Khadijah adalah juga orang yang disebut-sebut Nabi sebagai, "inni razaqtu hubbaha (aku melimpahkan rasa cinta kepadanya)".

Lalu Sayyidah Fatimah. Kenapa Sayyidah Fatimah? Kenapa bukan putra-putri Nabi yang lain?

Sebab, seperti dikemukakan Imam al-Suhaili, Sayyidah Fatimah adalah sosok yang kelak melahirkan seorang sayyid juga, pemimpin para pemuda surga, yakni Sayyidina Hasan. Atau karena, kalau saudara dan saudari beliau wafat saat Nabi masih hidup, maka Sayyidah Fatimah justru mengalami kepedihan ditinggal wafat sang Nabi. Dan, di sisi lain, Nabi sendiri pernah bersabda, "Fatimah adalah anak perempuanku yang terbaik (khairu banati)".

Sementara itu, Maryam binti Imran dan Asiyah binti Mazahim menjadi bagian dari pemimpin perempuan surga karena derajat mereka sudah diakui dalam Al-Quran. Maryam adalah ibunda Nabi Isa, yang disucikan dari sentuhan lelaki. Asiyah adalah ibu asuh Nabi Musa, yang meskipun merupakan istri Firaun, tak pernah betul-betul dapat ditundukkan oleh raja yang mendaku diri sebagai tuhan itu.

Demikianlah, bidadari memang cantik, tetapi perempuan dunia yang shalihah akan jauh lebih cantik.

Bidadari di sini adalah apa yang Al-Quran memanggilnya dengan Hurin 'In. Disebut al-Huur, jamak dari Haura', karena bola mata yang jernih. Dan disebut al-'In, jamak dari 'Aina', oleb sebab bola mata yang bulat besar (jawa: blolok-blolok). Menurut Imam Al-Razi, dalam Mafatih al-Ghaib, mereka diperkenalkan dengan jejuluk yang berkaitan dengan bola mata karena pusat kecantikan adalah wajah, dan bagian paling penting dari muka adalah mata.

Konon, seperti dikutip dari Sayyidina Ibn Abbas oleh Syeikh Abul Fida' Al-Khalwati dalam Rauh al-Bayan, bagian ujung kaki sampai lutut bidadari diciptakan dari minyak zakfaran, bagian lutut sampai dada diciptakan dari minyak misik, bagian dada sampai leher diciptakan dari minyak anbar, dan bagian leher sampai wajah diciptakan dari putih kapur barus. Di tempat lain disebutkan bahwa menurut Sayyidah Aisyah bidadari diciptakan dari jejak bacaan tasbih malaikat.

Menurut Imam Al-Alusi dalam Rauh al-Ma'ani, tak seperti malaikat (atau apalagi jin dan manusia), para bidadari ini tidak pernah mengalami kematian. Bidadari tidak mati karena mereka semata-mata ruh, sementara makhluk yang lain memiliki tubuh wadag (betapapun halus seperti tubuh jin dan malaikat). Dalam al-Hawi li al-Fatawi, Imam al-Suyuthi menyebutkan bahwa urusan kematian makhluk diserahkan kepada malaikat maut, kecuali kematian malaikat maut itu sendiri, yang kelak bakal mati tanpa malaikat maut.

Abdurrahman al-'Ulaimi al-Hanbali, dalam al-Uns al-Jalil, mengetengahkan bahwa saat Allah menciptakan bidadari, malaikat bertanya, "Apakah Engkau menciptakan makhluk yang lebih cantik dari mereka?" Allah menjawab, "Ya, ada makhluk yang lebih cantik ketimbang mereka, yakni para penghuni surga dari kalangan perempuan manusia."

Pertanyaannya, sejak kapan Allah menciptakan bidadari?

Sebab mereka adalah para pelayan surga, maka para bidadari diciptakan bersamaan atau tidak lama setelah keterciptaan surga.

Pertanyaan berikutnya, siapa yang lebih dulu diciptakan, Adam atau Bidadari?

Sebab terdapat riwayat yang menyatakan bahwa Adam adalah makhluk yang secara langsung diciptakan Allah paling akhir, maka dapat dipahami jika Adam relatif lebih muda daripada bidadari.

Apabila hipotesis macam ini disetujui, maka muncul pertanyaan yang lain. Kenapa tidak sedari awal Adam dinikahkan dengan bidadari saja? Sehingga anak turun Adam kelak tak perlu terpikat bidadari (sampai bahkan sibuk meledakkan diri segala), berdasarkan ayat wa zawwajnahum bi huurin 'in (dan kami kawinkan mereka dengan bidadari).

Sekali lagi, kenapa Allah perlu menciptakan Hawa? Atau pertanyaannya diubah, di mana para bidadari saat Adam dan Hawa saling berkasihan di surga?

Jawab: "Barangkali bidadari memang tidak penting. Mereka pada dasarnya tak diperlukan oleh para lelaki manusia."

Itulah sebabnya meskipun redaksi yang digunakan dalam al-Quran adalah lafaz Zuwaj (menikah), untuk merujuk relasi antara manusia dan bidadari, para mufassir (seperti Imam Al-Razi) meyakini bahwa yang sesungguhnya terjadi bukanlah perkawinan. Zuwaj di sini hanya bermakna penyandingan, seperti dikatakan Syeikh Zakariya al-Anshari dalam Fath al-Rahman bi Kasyfi Ma Yaltabisu fi al-Quran, dan relasi yang sebetulnya terjadi adalah hubungan milkul yamin (layaknya pola tuan dan budak).

Itulah juga barangkali sebab kenapa sejumlah ulama (diantaranya Imam Hasan al-Basri seperti dikutip Al-Dimasyqi dalam al-Lubab) meyakini bahwa yang dimaksud Hurin 'In dalam seluruh uraian al-Quran adalah perwujudan lain dari istri-istri manusia di dunia, dan bukan makhluk halus macam bidadari.

Dari sini kemudian jelas betapa kelak, sesudah berhasil masuk surga, manusia akan berubah menjadi sosok bidadara dan bidadari (atau paling tidak lebih unggul 70 kali ketimbang bidadari). Waktu itu, bau wangi Hurin 'In adalah hal yang remeh temeh belaka, meski keringat istri atau suami Anda bau ikan asin selama masih dunia.

Dari sini juga Anda tahu bahwa akhirnya Anda tak perlu bertanya apakah perempuan kelak dikaruniai bidadara atau tidak? Bidadara Anda adalah suami Anda. Dan ratu bidadari bagi suami Anda adalah Anda. Tak perlu merisaukan hurin 'in, sebab di mata suami Anda, Andalah yang terbaik. Yakinlah, nilai perbandingan 70 derajat itu setara dengan perbedaan antara Lamborgini dan angkot jurusan kertapati.

Lalu timbul pertanyaan, bagaimana jika orang meninggal (dan masuk surga) sebelum dia sempat menikah? Atau sudah menikah, tapi ternyata pasangannya masuk neraka (na'udzu billahi min dzalik)? Atau sudah menikah, tapi kemudian ditinggal mati, dan lalu menikah dengan orang lain sampai berulangkali, namun seluruhnya masuk surga? Siapakah pasangan orang ini di sana?

Yang jelas, seperti kata Nabi dalam riwayat Muslim, "ma fil jannati a'zabu, di dalam surga tidak ada A'zab". Yang dimaksud dengan A'zab di sini, menurut Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, adalah "tidak berpasangan" alias jomblo.

Maka orang yang memiliki sejumlah pasangan meninggal, yang kesemuanya masuk surga, diperkenankan memilih suami atau istrinya. Seperti ditunjukkan Imam Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Fatawi al-Haditsiyah, orang pada saat itu umumnya memilih yang paling baik akhlaknya (sesuai riwayat Anas) atau pasangan yang terakhir (sesuai riwayat Thabrani).

Penduduk surga lain yang belum berpasangan, oleh Allah sedemikian rupa dijodohkan satu dengan yang lain, atau dengan yang lebih baik. Ini seperti dijelaskan Syeikh al-Zarqani, bahwa Maryam bin Imran, yang tidak menikah sama sekali selama di dunia itu, kelak akan menjadi istri Nabi Saw. Sebagaimana Asiyah binti Mazahim, yang suaminya (Firaun) dipastikan berada di neraka, juga menjadi salah satu istri Nabi disamping Khadijah, Aisyah, dan istri-istri beliau yang lain.

Pendek cerita, kita sebetulnya sedang meributkan nikmat surga yang sebetulnya telah disifati oleh Nabi dengan "ma la 'ainun ra'at wa la udzunun sami'at, sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata manapun dan didengar oleh telinga siapapun". Ilustrasi-ilustrasi tentang nikmat surga, juga barangkali siksa neraka, adalah bagian dari cara Allah untuk membuat kita lebih trengginas dalam beribadah kepada-Nya.

Masalahnya, apakah betul kita beribadah untuk hanya mengejar kenikmatan belaka? Bukankah kita malu kepada Allah yang berfiman, seperti termaktub dalam Dar'u Ta'arudh al-'Aql wa al-Naql karya Ibn Taimiyyah dan Miftah Dar al-Sa'adah karya Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, "lau lam akhluq jannatan wa la naran, alam akun ahlan an a'buda, kalau saja Aku tidak menciptakan surga dan neraka, apakah aku tak lagi pantas untuk disembah?"

Masya Allah. Tabarakallah. Saya tak tahu. Terserah Anda.

Wallahu a'lam bis shawab.

Rumah Cahaya,
Lukman Hakim Husnan

Lukman Hakim Husnan bersama Stiq Al-lathifiyyah dan 2 lainnya.
18 September pukul 01.03 ·

Catatan : Judul Yang 'Lebih Seksi' Ketimbang Bidadari di ubah oleh admin menjadi Yang 'Lebih Cantik' Daripada Bidadari

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.