Gambaran Kerja Keras Tahrir Mazhab (5 Terakhir)

Gambaran Kerja Keras Tahrir Mazhab (5 Terakhir) - Kajian Medina
GAMBARAN KERJA KERAS TAHRIR MAZHAB (5-Terakhir)

Oleh; Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
***

Sekarang mari kita bayangkan. Syarah panjang lebar yang saya tulis dalam catatan ini, sebenarnya hanya untuk menjelaskan kalimat An-Nawawi berikut ini,

فَالْجَمَاعَةُ فَرْضُ عَيْنٍ فِي الْجُمُعَةِ، وَأَمَّا فِي غَيْرِهَا مِنَ الْمَكْتُوبَاتِ، فَفِيهَا أَوْجُهٌ. الْأَصَحُّ: أَنَّهَا فَرْضُ كِفَايَةٍ. وَالثَّانِي: سُنَّةٌ. وَالثَّالِثُ: فَرْضُ عَيْنٍ قَالَهُ مِنْ أَصْحَابِنَا، ابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ. وَقِيلَ: إِنَّهُ قَوْلٌ لِلشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ. (روضة الطالبين وعمدة المفتين (1/ 339)
Artinya,

“Berjamaah hukumnya fardu ain dalam salat Jumat. Adapun untuk salat wajib selain salat Jumat maka ada beberapa pendapat. Yang paling kuat adalah fardu kifayah. Pendapat kedua: sunah. Pendapat ketiga; fardu ain. Di kalangan ulama Asy-Syafi’iyyah mutaqaddimin yang berpendapat fardu ain adalah Ibnu Al-Mundzir dan Ibnu Khuzaimah. Konon ini juga pendapat Syafi’i rahimahullah ”

Lihatlah, An-Nawawi hanya menulis dua baris, tetapi kandungan ilmu yang ada di dalamnya ternyata sepanjang, sedalam dan seluas ini!

Padahal rujukan yang saya pakai untuk membuat tulisan ini hanya 12 kitab saja, yaitu,

1. Al-Umm,

2. Mukhtashor Al-Muzani,

3. Ta’liqoh Al-Qodhi Husain,

4. Ta’liqoh Abu Ath-Thoyyib,

5. Al-Hawi Al-Kabir,

6. Nihayatu Al-Mathlab,

7. Bahru Al-Madzhab,

8. At-Tahdzib karya Al-Baghowi,

9. Al-Bayan karya Al-‘Imroni,

10. Hilyatu Al-‘Ulama karya Asy-Syasyi,

11. Roudhotu Ath-Tholibin, dan

12. Al-Majmu’.

Sekarang bandingkan dengan rujukan An-Nawawi yang beliau pakai untuk melakukan kerja tahrir mazhab itu. An-Nawawi mengatakan bahwa rujukan beliau adalah sekitar 100 karangan! Jumlah 100 karangan itupun sebagian besar di zaman sekranag sudah tidak ditemukan lagi! An-Nawawi berkata,

وَقَدْ حَضَرَ مِنْهَا عِنْدِيْ بِحَمْدِ اللهِ تَعَالى نَحْوُ مِائَةِ مُصَنَّفٍ مِنْ مَشْهُوْرٍ وَغَرِيْبٍ وَمَا بَيْنَ ذلِكَ وَمَا فِيْ كُتُبِ أَصْحَابِنَا فِيْ غَيْرِ الفُرُوْعِ كَكُتُبِ حَدِيْثِ الأُصُوْلِ وَشُرُوْحِ الحَدِيْث وَالطَّبَقَاتِ وَغَيْرِهَا مِنْ نَفَائِسِ مَسَائِلِ الفُرُوْعِ الْمُدْرَجَةِ فِيْهَا
Artinya,

“Alhamdulillah, saya telah mengoleksi (dan mengkaji) kitab-kitab fikih Asy-Syafi’i sekitar seratus karangan, baik yang populer maupun yang tak populer, termasuk yang di antara keduanya. Termasuk juga kitab-kitab ulama Asy-Syafi’iyyah mutaqaddimin yang tidak membahas fikih furu’ seperti kitab haditsul ushul, syarah-syarah hadis, thobaqot dan selainnya, yakni kitab-kitab yang (tidak membahas fikih tetapi) mengandung pembahasan berharga terkait fikih furu’ yang dimasukkan di dalamnya ”

Anda sekarang bisa bisa membayangkan sedalam dan seluas apa ilmu yang dimiliki An-Nawawi dengan gambaran seperti ini. Saya tegaskan lagi, catatan saya diatas hanyalah mencoba menggambarkan cuplikan yang sungguh kecil dari kerja intelektual raksasa yang dicurahkan An-Nawawi. Jelas tidak mencerminkan fakta sesungguhnya, karena referensinya hanya beberapa kitab. Kerja intelektual secara faktual tentu saja lebih besar dan lebih berat dari gambaran yang bisa ditangkap dalam tulisan ini.

Inipun baru mencoba mengupas dua baris hasil tahrir mazhab An-Nawawi. Sekarang bayangkan bagaimana n-Nawawi telah melakukan tahrir mazhab yang ternyata bukan hanya dalam satu dua persoalan fikih, tetapi beliau melakukan tahrir mazhab secara komplit, mulai bab taharah sampai ummul walad dalam kitab Roudhotu Ath-Tholibin. Artinya, An-Nawawi telah berhasil melakukan tahrir mazhab secara lengkap yang membahas semua topik fikih berikut rinciannya dalam mazhab Asy-Syafi’i. Bisakah Anda bayangkan kerja intelektual sebesar apa yang telah dicurahkan An-Nawawi?

Saya membayangkan, mensyarahi dua baris hasil abstraksi An-Nawawi saja sangat mungkin diangkat menajdi tulisan dalam jurnal yang bertaraf internasional. Kira-kira jika An-Nawawi hidup di zaman sekarang, ada berapa ribu tulisan jurnal yang bisa beliau hasilkan? Jika profesor di kalangan akademisi hari ini cukup menghasilkan tulisan dalam jurnal internasional hanya belasan saja atau maksimal puluhan untuk mencapai gelar profesor, maka kira-kira jika diukur dengan zaman sekarang, gelar apa yang layak disandang An-Nawawi?

Dengan fakta seperti ini apakah masih ada yang merasa lebih mengerti tentang mazhab Asy-Syafi’i daripada An-Nawawi?

Mungkin karena demikian besarnya jasa, kepakaran dan kedudukan An-Nawawi dalam mazhab Asy-Syafi’i, sampai-sampai pada suatu masa ada salah seorang ulama yang meyakini bahwa siapapun yang berani menyalahkan An-Nawawi, maka dia kafir! Tentu saja pendapat ini berlebihan, tetapi sengaja saya kutipkan di sini agar kita semua bisa mengetahui kedudukan An-Nawawi dengan adil. Nama ulama yang mengatakan demikian adalah Al-Yasufi. Nama lengkapnya, Al-Hafizh Shodruddin Sulaiman bin Yusuf Al-Yasufi. As-Sakhowi menukil ucapan beliau sebagai berikut,

كُنْتُ إِذَا سَمِعْتُ شَخْصاً يَقُوْلُ: أَخْطَأَ النَّوَوِيُّ، أَعْتَقِدُ أَنَّهُ كَفَرَ (المنهل العذب الروي (ص: 43)
Artinya,

“Aku, jika mendengar seseorang mengatakan, ‘An-Nawawi salah, maka aku meyakini dia telah kafir ”


PENUTUP

Catatan ini dimaksudkan agar menjadi inspirasi kepada kita semua, seserius apa seharusnya kita dalam belajar din dan berkarya. Catatan ini juga dimaksudkan agar kita bisa menghargai kapasitas ulama di masa lalu sehingga tidak kebablasan jika hendak mengkritisi. Tentu saja kajian kritis tidak pernah dilarang. Akan tetapi kritik yang beradab adalah menempatkan orang sesuai dengan kelasnya. Catatan ini juga bisa berfungsi untuk mengingatkan sejumlah orang yang kadang-kadang melampui batas dalam memperlakukan An-Nawawi dan mazhab Asy-Syafi’i. Orang-orang seperti ini seharusnya diingatkan supaya lebih tahu diri dan jika tidak bisa diingatkan, maka umat harus diingatkan supaya menjauhi mereka. Paling tidak dua tipe arus yang zalim terhadap An-Nawawi dan mazhab Asy-Syafi’i.

Pertama, yang menyalahkan ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah, termasuk An-Nawawi karena dianggap menyimpang dari mazhab Asy-Syafi’i, padahal para pengkritik ini modalnya hanya satu dua kitab, bertaklid pada tokoh yang dikaguminya, tidak pernah mengkaji puluhan kitab ulama Asy-Syafi’iyyah, apalagi dengan level tahrir mendalam sumpama yang dilakukan An-Nawawi. Mereka muncul hanya dengan semangat mengkritik, padahal tidak pernah mengerti sejarah mazhab, proses perkembangannya, apalagi sampai mendalami proses tahrir, tanqih, tahdzib dan tadqiq mazhab Asy-Syafi’i.

Kedua, mereka yang mengutip pernyataan-pernyataan An-Nawawi, tapi tidak jujur dalam menyampaikan ilmu. Pernyataan An-Nawawi hanya dipakai untuk menjaring awam supaya masuk dalam kelompok mereka. Tujuan mengutip hanyalah justifikasi, bukan menyampaikan ilmu secara jujur apa adanya. Mereka hanya membela kepentingan golongannya, bukan membela Allah, Rasul-Nya dan din Islam. Cirinya; Orang-orang seperti ini biasanya hanya bisa menukil, tapi sering kabur mana pendapat mu’tamad atau mana yang bukan. Dia juga tidak tahu bagaimana cara mentarjih ikhtilaf internal dalam mazhab Asy-Syafi’i. Ia biasanya juga hanya bisa mengutip dalam isu-isu yang biasa diangkat kelompoknya saja, tapi penguasaan terhadap mazhab Asy-Syafi’i secara umum adalah menyedihkan.

رحم الله النووي رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين

Versi Situs: http://irtaqi.net/2019/09/24/gambaran-kerja-keras-tahrir-mazhab-5-terakhir/

25 Muharram 1441 H

Sumber: Buku saya, “AN-NAWAWI, SANG WALI DAN KARYA-KARYANYA” yang semoga bisa segera dicetak.

Muafa
24 September pukul 19.57 ·

Gambaran Kerja Keras Tahrir Mazhab (5 Terakhir)
Gambaran Kerja Keras Tahrir Mazhab (4)
Gambaran Kerja Keras Tahrir Mazhab (3)
Gambaran Kerja Keras Tahrir Mazhab (2)
Gambaran Kerja Keras Tahrir Mazhab (1)

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.