Pembagian Waris Berantai

Pembagian Waris Berantai - Kajian Medina
Pembagian Waris Berantai

A. Pengertian

Kasus pembagian waris berantai itu istilah yang Saya reka-reka sendiri. Istilah bakunya adalah munasakhat. (مناسخة). Pengertiannya sebagaimana Ibun Abdin sebutkan adalah :

نَقْل نَصِيبِ بَعْضِ الْوَرَثَةِ بِمَوْتِهِ قَبْل الْقِسْمَةِ إِلَى مَنْ يَرِثُ مِنْهُ

Memindahkan jatah dari sebagian ahli waris dengan kematiannya kepada orang yang menerima waris darinya. (lihat : Hasyiyah Ibnu Abdin, jilid 5 hal. 511)

Dan definisi yang sedikit lebih memudahkan ada di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah.

إِذَا تُوُفِّيَ رَجُلٌ وَلَمْ يُقْسَمْ مِيرَاثُهُ إِلاَّ بَعْدَ وَفَاةِ بَعْضِ الْوَرَثَةِ، وَكَانَ لِهَذَا الْمَيِّتِ الثَّانِي وَرَثَةٌ، وَهُوَ مَا يُسَمَّى بِالْمُنَاسَخَةِ

Jika seseorang wafat dan hartanya belum dibagi-bagi sampai ada diantara para ahli warisnya yang wafat, padahal dia pun punya ahli waris lagi. Ini dinamakan munasakhah. (lihat : Ensiklopedi Fiqih Kuwait, jilid 5 hal. 60 )

Hanya saja istilah yang Saya gunakan bukan munasakhat, tetapi pembagian waris berantai. Maksudnya biar lebih memudahkan kita yang awam dan pusing dengan istilah dalam fiqih waris dalam bahasa Arab yang njelimet.

Dan Saya merasa penting mengangkat masalah pembagian waris berantai ini karena dalam kenyataannya, hampir semua keluarga punya kebiasaan menunda-nunda pembagian waris, sampai ada di antara ahli waris meninggal dunia. Maka kasus yang sering muncul seperti ini harus jadi sebuah kajian tersendiri.

B. Penyebab

Penyebab utama karena kesalahan persepsi sebagian masyarakat kita sendiri bahwa harta warisan itu jangan dipermasalahkan. Sebab almarhum masih baru saja wafat, tidak elok kalau belum apa-apa sudah meributkan masalah harta warisan.

Ungkapan semacam ini pada dasarnya tidak salah. Memang tidak boleh meributkan harta warisan. Tetapi harus jelas mana yang harus dihindari dan mana yang segera dikerjakan.

Yang tidak boleh itu ribut-ributnya, namun pembagian harta warisan pada dasarnya justru harus segera ditunaikan. Sebab pada dasarnya harta waris itu merupakan amanat yang harus segera disampaikan kepada yang berhak.

Allah SWT berfirman :

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (QS. An-Nisa : 58)

Yang jadi masalah, karena dengan alasan tidak mau ribut-ribut, akhirnya pembagian waris malah ditunda-tunda terus. Pembagian waris bukannya segera diselesaikan, tapi malah dihindari dengan cara ditunda-tunda terus.

Padahal resikonya berat, yaitu kalau sampai ada dari para ahli waris yang wafat, padahal dia belum menerima haknya, maka jelas itu dosa besar. Sayangnya justru kasus-kasus semacam itulah yang kebanyakan terjadi di negeri kita.

C. Ketentuan

Ketentuan syariah dalam masalah pembagian waris berantai itu mudah saja prinsipnya, yaitu menghitung satu per satu semua pembagian waris, sejak dari yang paling awal. Jadi kasusnya dibuka lagi dari awal, diurutkan sesuai dengan hari kematian masing-masing.

Seolah-olah kita masuk ke mesin waktu dan pindah ke masa kakek kita pas baru saja menghembuskan nafas terakhirnya. Saat itu siapa saja yang menjadi ahli warisnya tentu saja masih pada hidup. Maka semua diberikan harta waris.

Lalu kita pindah ke masa dimana salah satu ahli waris kakek meninggal dunia. Saat itu kita cek, siapa saja yang menjadi ahli warisnya lagi dan dibagikan warisan dari harta. Dan begitulah seterusnya.

Meskipun ahli warisnya sudah meninggal dunia, asalkan waktu meninggal setelah pewarisnya wafat, tetap akan menerima pembagian waris. Namun karena ahli waris itu sudah meninggal, maka hartanya itu harus secara otomatis segera dibagikan lagi kepada ahli waris generasi kedua.

Sebenarnya tidak rumit, cuma kendalanya kita jadi melacak sejarah ke belakang. Kadang kesulitannya disitu.

Ahmad Sarwat, Lc.,MA

Ahmad Sarwat
7 jam ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.