Mari Belajar Lapang Dada Menyikapi Perbedaan Pendapat

Mari Belajar Lapang Dada Menyikapi Perbedaan Pendapat - Kajian Medina
Mari Belajar Lapang Dada Menyikapi Perbedaan Pendapat dan Menghormati Serta Menghargai Yang Berbeda Tanpa Vonis Sesat dan Semisalnya, juga Urgensi Memahami Ikhtilaf (Perbedaan Pendapat) Ulama

Imam Ibnu Abdil Barr dalam Jaami' Bayanil Ilmi wa Fadhlihi, mengutip pernyataan para ulama tabi'in dan tabi'ut tabi'in tentang pentingnya memahami ikhtilaf ulama.

عن قتادة قال: مَنْ لَمْ يَعْرِفِ اْلاِخْتِلاَفَ لَمْ يَشُمَّ رَائِحَةَ الْفِقْهِ بِأَنْفِهِ »

Qatadah bin Di’amah As-Sadusi berkata, “Barangsiapa tidak mengetahui perbedaan pendapat para ulama, maka hidungnya belum mencium bau fikih.”

سعيد بن أبي عروبة يقول: مَنْ لَمْ يَسْمَعِ اْلاِخْتِلاَفَ فَلاَ تَعُدُّوهُ عَالِمًا

Sa'id bin Abi Arubah berkata, "Barangsiapa tidak mengetahui perbedaan pendapat para ulama, maka janganlah kalian menganggapnya seorang ulama."

قبيصة بن عقبة يقول: لاَ يُفْلِحُ مَنْ لاَ يَعْرِفُ اِخْتِلاَفَ النَّاسِ

Qabishah bin Uqbah berkata, “Tidak akan beruntung orang yang tidak memahami perbedaan pendapat para ulama.”

هشام بن عبيد الله الرازي يقول: مَنْ لَمْ يَعْرِفْ اِخْتِلاَفَ اْلقُرَّاءِ فَلَيْسَ بِقَارِئٍ ، وَمَنْ لَمْ يَعْرِفْ اِخْتِلاَفَ اْلفُقَهَاءِ فَلَيْسَ بِفَقِيهٍ

Hisyam bin Ubaidullah Ar-Razi berkata, “Barangsiapa tidak mengetahui perbedaan pendapat para ulama qira’ah, maka ia bukan seorang ulama qira’at. Barangsiapa belum mengetahui perbedaan pendapat para ulama fikih, maka ia bukanlah ahli fikih.”

عطاء بن أبي رباح قال: لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ أَنْ يُفْتِيَ النَّاسَ، حَتَّى يَكُونَ عَالِمًا بِاخْتِلاَفِ النَّاسِ ؛ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ كَذَلِكَ رَدَّ مِنَ الْعِلْمِ مَا هُوَ أَوْثَقُ مِنَ الَّذِي فِي يَدِهِ

Atha’ bin Abi Rabah berkata, “Tidak selayaknya seseorang memberi fatwa kepada masyarakat, sampai ia ahli dalam masalah perbedaan pendapat para ulama. Jika tidak demikian, niscaya ia akan menolak ilmu orang lain yang sebenarnya lebih kokoh daripada ilmu yang ia miliki.”

أيوب السختياني يقول : أَجْسَرُ النَّاسِ عَلَى اْلفُتْيَا أَقَلُّهُمْ عِلْمًا بِاخْتِلاَفِ الْعُلَمَاءِ ، وَأَمْسَكُ النَّاسِ عَنِ اْلفُتْيَا أَعْلَمُهُمْ بِاخْتِلاَفِ اْلعُلَمَاءِ

Ayyub As-Sukhtiyani berkata, “Orang yang paling berani memberi fatwa adalah orang yang paling sedikit ilmunya tentang perbedaan pendapat para ulama. Adapun orang yang bisa menahan dirinya dari memberi fatwa adalah orang yang paling mengetahui perbedaan pendapat para ulama.”

سفيان بن عيينة يقول : أَجْسَرُ النَّاسِ عَلَى اْلفُتْيَا أَقَلُّهُمْ عِلْمًا بِاخْتِلاَفِ اْلعُلَمَاءِ

Sufyan bin Uyainah berkata, “Orang yang paling berani memberi fatwa adalah orang yang paling sedikit ilmunya tentang perbedaan pendapat para ulama.”

قال يحيى بن سلام : لاَ يَنْبَغِي لِمَنْ لاَ يَعْرِفُ اْلاِخْتِلاَفَ أَنْ يُفْتِيَ ، وَلاَ يَجُوزُ لِمَنْ لاَ يَعْلَمُ اْلأَقَاوِيلَ أَنْ يَقُولَ : هَذَا أَحَبُّ إِلَيَّ

Yahya bin Salam berkata, “Tidak selayaknya orang yang tidak mengetahui perbedaan pendapat para ulama untuk memberi fatwa. Demikian pula, orang yang tidak mengetahui pendapat-pendapat ulama tidak boleh mengatakan ‘pendapat ini lebih aku sukai’.”

سحنون بن سعيد يقول: أَجْرَأُ النَّاسِ عَلَى اْلفُتْيَا أَقَلُّهُمْ عِلْمًا، يَكُونُ عِنْدَ الرَّجُلِ اْلبَابُ اْلوَاحِدُ مِنَ اْلعِلْمِ يَظُنُّ أَنَّ اْلحَقَّ كُلَّهُ فِيهِ

Sahnun bin Sa’id berkata, “Orang yang paling berani memberi fatwa adalah orang yang paling sedikit ilmunya. Seseorang mengetahui satu bab ilmu, lalu ia menyangka seluruh kebenaran sudah terkandung dalam pendapatnya tersebut.”

و قال: إِنيِّ لَأَحْفَظُ مَسَائِلَ ، مِنْهَا مَا فِيهِ ثَمَانِيَّةُ أَقْوَالٍ مِنْ ثَمَانِيَّةِ أَئِمَّةٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ فَكَيْفَ يَنْبَغِي أَنْ أُعَجِّلَ بِالْجَوَابِ حَتَّى أَتَخَيَّرَ فَلِمَ أُلاَمُ عَلَى حَبْسِ الْجَوَابِ

Ia juga berkata, “Saya sungguh mengetahui berbagai masalah agama. Di antaranya ada masalah yang padanya terdapat delapan pendapat para ulama besar.

Lantas bagaimana saya harus tergesa-gesa menjawab masalah tersebut, sebelum saya tuntas mengkajinya dan memilih pendapat yang paling kuat? Kenapa saya dicela jika saya menahan diri dari memberi jawaban?”

Ilmu itu luas bagai lautan tak bertepi. Karena itulah Allah perintahkan kita selalu berdoa kepada Allah memohon tambahan ilmu sebagaimana FirmanNya dalam Kitab Suci Al-Qur’an surat Thaha ayat 114;

وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu".

Berkata Fadhilatusy Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah dalam kitabnya “Hilyah Thalibil Ilmi”;

“Waspadalah menjadi “Abu Syibrin” atau “Bapak Sejengkal”, karena sungguh telah dikatakan bahwa;
ilmu itu tiga jengkal.
Barangsiapa masuk jengkal pertama ia akan sombong.
Barangsiapa masuk jengkal kedua ia akan tawadhu (rendah hati).
Barangsiapa masuk jengkal ketiga ia menyadari bahwa ia tidak mempunyai ilmu”.

Jadi, orang berilmu yang ilmunya luas itu jauh dari kesombongan, semakin tawadhu dan menyadari bahwa ilmu itu luas ibarat lautan sehingga mengakui bahwa ilmunya masih sangat kurang dan terus belajar, belajar dan belajar. Selalu menghargai dan menghormati yang berbeda, tanpa merasa paling pintar, paling tahu, dan klaim-klaim semisalnya yang bermakna sombong dan ujub tanpa disadari.

Bagaimanakah dengan kita ?! Semoga Allah selamatkan kita, aamiin ya Robb.

Malang, Sabtu 17 Dzulqa’dah 1440 / 20 Juli 2019

Akhukum Fillah
Al-Faqir @AbdullahHadrami
👇🏼👇🏼👇🏼

Dakwah Ustadz Abdullah Sholeh Hadrami
20 Juli pukul 18.07 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.