Masjid "illuminati" dan Soal Shalat Di Dalamnya

Masjid "illuminati" dan Soal Shalat Di Dalamnya - Kajian Medina
MASJID "ILLUMINATI" DAN SOAL SHALAT DI DALAMNYA

Oleh : Muhammad Rivaldy Abdullah

Masyarakat dibuat kaget dengan pernyataan berisi fatwa dari salah seorang ustadz di Bandung, bahwa shalat di masjid yang terdapat simbol dajjal -menurut persepsi nya- tidak sah dan bahkan bisa mencederai akidah bila shalat disana.

Masjid yang dimaksud adalah Masjid Al-Safar, yang berlokasi di Rest Area KM 88 B Jalan Tol Purbaleunyi arah Jakarta. Arsitek Masjid tersebut adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Alhamdulillah, beberapa hari yang lalu di adakan dialog terkait polemik desain masjid ini langsung dengan arsiteknya. Dan disepakati bahwa masjid ini tidak didesain dengan maksud promosi simbol dajjal. Bahkan tidak memiliki sangkut paut sama sekali.

Tentu, fatwa ini amat disayangkan keluar dari lisan seorang panutan masyarakat. Hendaknya beliau tidak gegabah dalam memberi informasi dan menetapkan hukum. Fatwa ini sekaligus menambah deretan fatwa yang bisa di bilang "unik" yang muncul di Indonesia.

Fatwa yang lain, semisal shalat tidak boleh di masjid yang ber speaker [karena dianggap bid'ah], dan shalat mesti di masjid yang beralas tanah [karena zaman Nabi tidak memakai keramik dan sajadah, katanya] sudah berkembang di masyarakat sejak lama. Entah bagaimana pemahaman-pemahaman ini bisa muncul. Yang jelas, para ustadz dan para da'i yang suka berfatwa macam-macam tersebut mesti membaca kitab karangan guru kami, Syaikh Ahmad Ma'bad Abdul Karim yang berjudul :

الفتوى وضوابطها ومسؤولية المفتي والمستفتي

[Al-Fatwa wa Dhowabithuha wa Mas'uliyyatul Mufti wal Mustafti].

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa seorang mufti [pemberi fatwa] mestilah seorang yang faham dengan Al-Qur'an, menguasai Hadits Nabawi, menguasai bahasa Arab dan sya'ir nya, memiliki malakah 'aqlliyyah [kemampuan berpikir cermat], dll.

Dan ingatlah perkataan Sufyan Ibn 'Uyainah berikut,

من فتنة الرجل إذا كان فقيها أن يكون الكلام أحب إليه من السكوت

"Sesungguhnya di antara ujian seorang laki-laki yang [merasa] sebagai ahli fikih/fatwa, adalah berbicara [berfatwa] lebih ia sukai ketimbang diam." (Al-Adab As-Syar'iyyah, Juz 2, Hal. 45)

Apakah boleh kita katakan ustadz ini sok tahu dan suka nya mencocok-cocokkan sesuatu [cocokologi]? Kita tidak boleh mengatakan demikian. Jangan menghakimi beliau dengan berlebihan. Yang perlu kita lakukan hanya meluruskan fatwa dari ustadz bersangkutan, dan meluruskan anggapan nya soal simbol dajjal. Karena kalau kita lihat, bentuk segi tiga dalam masjid Al-Safar bukan lah gambar simbol dajjal. Sebatas berbentuk segi tiga tidaklah menunjukkan kepada simbol dajjal [piramida segitiga dengan mata satu di puncaknya].

Itu kembali pada persepsi masing-masing. Orang yang sehari-hari nya berurusan dengan freemason, illuminati, dsb cenderung akan mempersepsikan bentuk segitiga di Masjid Al-Safar tersebut sebagai simbol dajjal.

Tapi, pertanyaan mendasarnya, benarkah simbol piramida dengan mata satu di puncaknya merupakan simbol dajjal/simbol gerakan illuminati?

Kalau kita membaca beberapa sumber bacaan tentang illuminati [semisal buku "The Synagogue Of Satan" karya Andrew Carrington Hitchcock, meski buku ini hanyalah kumpulan narasi penulis tanpa sumber], kita akan mendapati kesimpulan bahwa gerakan ini memang pernah muncul namun tidak populer/tidak punya pengaruh saat itu dan akhirnya bubar. Populer nya gerakan ini hanya karena banyaknya isu dihembuskan di masyarakat [khususnya di media-media internet], bahwa gerakan ini menjadi dalang atas semua kekisruhan di Dunia [termasuk peristiwa diserangnya Gedung WTC 11/9]. Di masyarakat muslim Indonesia, gerakan illuminati dikaitkan dengan gerakan pemuja setan dan sekte pengikut dajjal.

Perlu diketahui bahwa gerakan freemason dengan gerakan illuminati adalah dua gerakan yang berbeda. Banyak yang menyangka bahwa freemason adalah illuminati. Padahal, kedua organisasi tersebut tidak saling terkait. Meski kita juga tidak pungkiri keduanya memiliki banyak kemiripan.

Illuminati adalah komunitas kecil para intelektual di zamannya. Di dirikan oleh Profesor Adam Weishaupt pada 1 Mei 1776 di Jerman, dengan dukungan dari jutawan Mayer Amschel Rothschild [seorang Yahudi Ashkenazi]. Dari namanya saja sudah jelas: Illumination, Penerang, Pencerah, The Enlightenment. Bukan sebuah organisasi konspirasi gelap dan jahat yang dihubung-hubungkan dengan Lucifer apalagi Dajjal. Kelompok ini tidak bertahan lama, yakni hanya mampu bertahan sejak tahun 1776 hingga bubar di tahun 1780-an. Gerakan-gerakan yang mengatas namakan Illuminati hari ini -itu pun jika gerakan tersebut benar adanya- bukan lah illuminati yang dibuat pada masa lampau di Jerman itu. Populernya teori konspirasi illuminati ini karena ulah tulisan fiksi penulis semodel Andrew Hitchcock, Henry Makow, David Icke, Dan Brown [pengarang buku 'Angels & Demons' dan 'The Da Vinci Code'], dll. Meski kita juga tidak menyangsikan kemungkinan gerakan pemuja setan/dajjal dengan nama "illuminati" ini benar-benar ada.

Sedangkan freemason, diperkirakan sudah berdiri sejak 24 Juni 1717 di Inggris [Grand Lodge Of England] sebagaimana ditulis oleh David Stevenson dalam The Origins Of Freemasonry. Freemason sendiri artinya pengrajin batu mandiri. Berisi para bangsawan serta orang-orang berkedudukan, yang banyak di sinyalir erat kaitannya dengan gerakan zionisme dan pro-yahudi.

Namun, baik Illuminati dan Freemason, keduanya memang mengusung ide sekulerisme, yaitu memisahkan agama dari aturan kehidupan. Sedangkan simbol piramida segitiga dengan mata satu di puncak nya, maka kita pastikan bahwa simbol tersebut merupakan simbol keyakinan/spiritual kelompok tertentu. Terlepas apakah itu simbol keyakinan pengikut Dajjal atau agama selain Islam.

AS menyebut salah satu lambang negaranya secara resmi sebagai The Eye of Providence atau All-Seeing Eye of God bukan One-Eye atau Mata-Satu, atau Mata Horus. The Eye of Providence yang dibingkai dalam sebuah segitiga ini bermakna sebagai Tuhan dalam Trinitas. Simbol tersebut adalah simbol klasik yang umum dipakai oleh kaum Kristen di zaman Renaissance. Untuk melambangkan Tuhan yang Maha Melihat, maka disimbolkan dengan sebuah mata, All-Seeing Eye atau Mata Yang Melihat Segala. Ini logis, karena jika simbol Mata Tuhan yang Esa itu dua, maka sama saja dengan penyimbolan terhadap dua mata manusia.

Karena erat kaitannya dengan keyakinan/ajaran spiritual/ideologi tertentu, maka simbol segitiga dengan mata satu di puncak tidak boleh di gunakan oleh kaum muslimin dan apalagi dipublikasikan dalam berbagai media/sarana. Jelas bahwa Rasulullaah shallallaahu 'alayhi wasallam melarang kita ber tasyabbuh [menyerupai] pemeluk agama/kepercayaan lain dalam simbol dan ciri khas mereka.

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

"Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari mereka". (HR. Abu Dawud No. 4031)

قَالَ الْمُنَاوِيُّ وَالْعَلْقَمِيُّ أي تزي فِي ظَاهِرِهِ بِزِيِّهِمْ وَسَارَ بِسِيرَتِهِمْ وَهَدْيِهِمْ فِي ملبسهم وبعض أفعالهم انتهى

"Berkata Imam Al-Munawi dan Alqami, maksud hadits ini ialah [penyerupaan] dalam hal penampakan luar sehingga menyerupai penampakan luar khas mereka, serta beritual dengan ritual dan keyakinan mereka, baik dalam pakaian/simbol-simbol maupun praktek ibadah mereka." ('Aunul Ma'bud, 11/51)

Itu terkait simbol segitiga dengan mata satu. Adapun jika simbol tersebut tidak ada di Masjid Al-Safar yang kita bahas ini, dan yang ada hanya salah persepsi dan salah pembacaan simbol dari masyarakat tanpa di konsultasikan kepada ahlinya, maka hal ini tidak bisa diterima sebagai pembenaran atas ucapan bahwa masjid Al-Safar ini memang menampilkan simbol dajjal. Sekedar berbentuk segitiga tidak berarti menunjukkan kepada simbol dajjal, jangan gegabah.

Dan tidak bisa dikatakan, shalat nya tidak sah karena menghadap benda yang membuat hati was-was. Dalam Syarh Shahih Bukhari, Imam Ibn Baththal menulis :

الصلاة جائزة إلى كل شىء إذا لم يقصد الصلاة إليه وقصد بها الله، تعالى، والسجود لوجهه خالصًا، ولا يضره استقبال شىء من المعبودات وغيرها كما لم يضر الرسول ما رآه فى قبلته من النار

"Shalat yang berhadapan dengan apa pun adalah boleh jika tidak bertujuan terhadap benda tadi dan hanya bertujuan menghadapkan hati kepada Allah dan sujud secara murni kepada-Nya. Tidak ada masalah jika berhadapan dengan apa pun yang disembah (oleh agama lain), sebagaimana Nabi melihat di depannya ada api [dalam hadits Bukhari]." (Syarh Ibn Baththal, 2/85)

Atau paling tidak hukumnya makruh, menurut Syaikhul Islam Ibn Hajar Al-Asqalani, jika orang tersebut bisa menghindari benda yang disembah agama lain tadi. (Fathul Baari, 1/532)

Lebih jelasnya dalam madzhab Syafi'I dihukumi makruh. Bukan haram, dan tidak membatalkan shalat.

يُكْرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ وَبَيْنَ يَدَيْهِ رَجُلٌ أَوْ امْرَأَةٌ يَسْتَقْبِلُهُ وَيَرَاهُ وَقَدْ كَرِهَهُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِوَعُثْمَا­نُ بْنُ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَلِأَنَّهُ يَشْغَلُ الْقَلْبَ غَالِبًا فَكُرِهَ كَمَا كُرِهَ النَّظَرُ إلَى مَا يُلْهِيهِ كَثَوْبٍ لَهُ أَعْلَامٌ وَرَفْعُ الْبَصَرِ إلَى السَّمَاءِ وَغَيْرُ ذَلِكَ مِمَّا ثَبَتَتْ فِيهِ الْأَحَادِيثُ الصَّحِيحَةُ

“Makruh hukumnya seseorang shalat menghadap dan melihat orang, baik laki-laki atau perempuan, yang berada di depannya. Masalah ini sudah difatwakan makruh oleh Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan -radhiyallahu ‘anhuma-. Hal ini karena (melihat orang) secara umum dapat menyibukan hati (dari khusyu), maka dihukumi makruh, sama seperti makruh (ketika shalat) melihat pakaian yang ada simbol-simbolnya, mengangkat pandangan ke langit dan sebagainya dari perkara-perkara yang telah pasti (keterangannya) dari hadits-hadits shahih.” (An-Nawawi, Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, 3/215).

Jadi, tidak ada masalah shalat di Masjid Al-Safar yang banyak bentuk segi tiga nya itu, yang kita yakini tidak ada sangkut pautnya dengan simbol keyakinan tertentu. Wallaahu a'lam.

Muhammad Rivaldy
16 Juni pukul 18.57

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.