Setiap dalil memiliki makna, wilayah penerapan, syarat penerapan dan obyek penerapan yang berbeda beda, alias li kulli maqaam maqaal.
Bila anda salah memaknai, atau salah wilayah penerapan, atau salah obyek penerapannya maka menimbulkan kekacauan.
Misalnya: ayat dan hadits yang memerintahkan untuk shalat 5 waktu, maknanya jelas yaitu wajibnya shalat 5 waktu dalam sehari.
Wilayah penerapannya adalah ibadah praktis yaitu shalat dengan tata cara yang telah diajarkan.
Obyek penerapannya ialah setiap orang muslim, dengan syarat berakal sehat, dan dengan syarat telah masuk waktu shalat.
Bila dalil dalil di atas diterapkan kepada orang gila, atau pikun, anak kecil, atau non muslim tentu salah, demikian pula halnya bila diterapkan atas wanita yang sedang haidh atau nifas.
Metode memahami lalu menerapkan dalil dalil lainnya demikian juga kaedah fiqih juga sama.
Namun Karena gagal paham terhadap suatu dalil atau kaedah tertenti, yang diduga merugikan dirinya atau kelompoknya, maka sebagian orang menempuh jalur pintas atau “jalur tol penindasan akal sehat”, bukannya mengakui keterbatasan ilmunya, atau kesalahan dirinya, mereka lebih memilih untuk mengingkari keabsahan dalil dan kaedah tersebut.
Tidak cukup dengan mengingkarinya, mereka bahkan lebih jauh menjadikannya sebagai indikator orang sesat. Padahal itu adalah nyata nyata dalil dan kaedah yang benar.
Contohnya: kaedah : ambil baiknya buang buruknya yang terbukti sejalan dengan banyak dalil.
Demikian pula kaedah: dengar ucapannya jangan lihat orangnya, yang juga didukung oleh banyak dalil.
Begitu juga kaedah mengedepankan maslahat yang didukung oleh dalil dalil yang akurat.
Semuanya bila dirasa kurang menguntungkan atau kurang mampu mengarahkan makna, penerapan dan batasannya, segera sebagian orang menganggapnya sebagai syubhat yang menyambar nyambar, dalil kesukaan ahlul bid’ah, atau dianggap sebagai kesesatan yang nyata.
Usut punya usut semua itu hanyalah “jalan tol” untuk menutupi keterbatasan ilmu dan pemahamannya, atau kesalahan dirinya, alias manhajnya rusak karena itu adalah bentuk nyata dari “berkata tanpa dalil bahkan memaksakan diri walau menentang dalil”.
Semoga mencerahkan.
Dr Muhammad Arifin Badri
18 jam ·
#Dr Muhammad Arifin Badri