Waktu Imsak, Hasil Ijtihad Ulama Nusantara Yang Patut Dihargai

Waktu Imsak, Hasil Ijtihad Ulama Nusantara Yang Patut Dihargai - Kajian Medina
Modal Ngotot

Ada yang bersikukuh (baca : ngotot) tidak mau pakai ilmu hisab/falak dalam penetapan bulan puasa/hari raya serta menolak jadwal Imsak yang dikeluarkan kementrian agama RI. Pokoknya sekali bid'ah tetap bid'ah. Lalu saat ditanya apakah tiap hari lihat Matahari sebanyak lima kali untuk menentukan waktu azan, ternyata jawabnya tidak. Katanya, hanya menunggu azan masjid sebelah/yang berdekatan. Kalau sudah azan, ikut azan.

Hai, mas brow ! masjid sebelah anda itu, azan nya ikut jadwal waktu salat yang diterbitkan oleh kementrian agama RI. Itu nyusunnya pakai ilmu hisab. Berarti anda mengikuti orang yang bersandar kepada bid'ah. Lha anda ini sudah muqallid (membebek), yang ditaqlidi ternyata juga bersandar pakai ilmu hisab. Kalau mau idealis itu, lihat sikon. Jangan hanya modal ngotot saja, tapi yang realistis, gitu lho. Akhirnya tidak bisa konsisten juga, kan.

Monggo dibaca artikel tahun lalu. Biar tidak mudah vonis bidah/sesat sana sini. Padahal ia sendiri mengikuti 'kesesatan' tanpa sadar. Nasihat kami : Jadilah muqallid yang santun !

#inkonsistenituburuk

Abdullah Al Jirani
9 Mei pukul 12.24 ·


WAKTU IMSAK, HASIL IJTIHAD ULAMA’ NUSANTARA YANG PATUT DIHARGAI
Oleh : Abdullah Al Jirani

Waktu imsak, yaitu waktu dimana seorang berhenti dari makan sahur kira-kira sepuluh menit sebelum munculnya fajar shadiq yang merupakan tanda masuknya waktu shalat subuh, menjadi salah satu masalah yang sering menjadi perbincangan di kalangan muslimin di negeri ini. Sebagian memandang bahwa hal itu termasuk perkara bid’ah (baru) yang tidak memiliki dasar. Sebagian lagi memandang hal itu boleh karena memiliki dasar serta menjadi qoul (pendapat) sebagian ulama’.

Perlu untuk diketahui, para ulama’ (termasuk yang pro dan kontra dalam masalah hukum waktu imsak) telah sepakat, bahwa awal waktu puasa dimulai dari terbitnya fajar shadiq sebagai tanda masuknya waktu shalat Subuh sampai tenggelamnya Matahari. Artinya, setelah fajar shadiq muncul yang ditandai dengan dikumandangkannya adzan untuk shalat Subuh, maka wajib menahan diri dari makan dan minum (sahur). Barang siapa yang sengaja makan dan minum setelah itu dalam kondisi dia tahu waktu subuh telah masuk, maka puasanya batal. Adapun sebelum adzan Subuh (sebelum fajar shadiq muncul), maka boleh untuk makan dan minum.

Dasarnya adalah firman Alloh Ta’ala :

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Makan dan minumlah kalian sampai jelas benang yang putih dari benang yang hitam dari fajar bagi kalian”. [ QS. Al-Baqarah : 187 ].

Maksud dari kalimat “benang putih” adalah fajar shadiq (waktu masuknya shalat Subuh), sedangkan “benang hitam” adalah : kegelapan malam. Hal ini dinyatakan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

إِنَّمَا ذَلِكَ بَيَاضُ النَّهَارِ وَسَوَادُ اللَّيْلِ

“Yang dimaksud benang hitam ialah gelapnya malam, dan yang dimaksud benang putih ialah cahaya siang (fajar shadiq)”. [HR. Muslim : 1090 ].

Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata :

أَبَاحَ تَعَالَى الْأَكْلَ وَالشُّرْبَ، مَعَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ إِبَاحَةِ الْجِمَاعِ فِي أَيِّ اللَّيْلِ شَاءَ الصائمُ إِلَى أَنْ يَتَبَيَّنَ ضياءُ الصَّبَاحِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ، وَعَبَّرَ عَنْ ذَلِكَ بِالْخَيْطِ الْأَبْيَضِ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ،

“Allah membolehkan makan dan minum bersama dengan apa yang telah lalu dari pembolehan jimak di malam hari (jika) seorang yang puasa menghendaki sampai jelas cahaya siang dari gelapnya malam. Hal itu diungkapkan dengan “benang putih” dari “benang hitam”. [Tafsir Ibnu Katsir : 1/512 ].

Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :

ويجوز أن يأكل ويشرب ويباشر الي طلوع الفجر

“Boleh makan, minum dan berjimak sampai terbitnya fajar (shadiq sebagai tanda masuknya waktu shalat Subuh)”. [Majmu’ Syahrul Muhadzdzab : 6/303].

Dari keterangan di atas dapat kita pahami bersama, bahwa keyakinan yang menyatakan bahwa ketika waktu imsak (10 menit sebelum adzan) tiba tidak boleh lagi makan dan minum, dalam arti puasanya batal jika tetap melaksanakannya, maka ini hal yang keliru. Karena waktu akhir dilarang makan dan minum (yang dapat membatalkan puasa) adalah saat adzan Subuh sudah dikumandangkan dengan ditandai munculnya fajar shadiq.

Akan tetapi, jika waktu imsak itu hanya diinginkan untuk langkah kehati-hatian agar jangan sampai masuk waktu terlarang, maka hal ini diperbolehkan. Istilahnya sebagai “alarm” saja (tanda peringatan) atau sebagai alat pengingat orang-orang yang sedang makan Sahur, bahwa waktu adzan sudah dekat, hendaknya segera berhenti.

Imam Al-Mawardi –rahimahullah- berkata :

وزمان الصّيام من طُلُوع الْفجْر الثَّانِي إِلَى غرُوب الشَّمْس لَكِن عَلَيْهِ تَقْدِيم الأمساك يَسِيرا قبل طُلُوع الْفجْر وَتَأْخِير (الْفطر) يَسِيرا بعد غرُوب الشَّمْس ليصير مُسْتَوْفيا مَا بَينهمَا

“Waktu puasa dimulai dari terbitnya fajar (shadiq) sampai tenggelamnya Matahari. Akan tetapi hendaknya sedikit mendahulukan untuk imsak (berhenti dari makan sahur) sebelum terbitnya fajar dan sedikit mengakhirkan berbuka setelah tenggelamnya Matahari agar menjadi sempurna apa (imsak –dalam cetakan lain) yang ada diantara keduanya”.[ Al-Iqna’ : 74 ].

Penetapan waktu Imsak sebelum adzan Subuh kira-kira 10 menit, berdasarkan sebuah riwayat dari Anas bin Malik –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata :

أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا، قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلاَةِ، فَصَلَّى»، قُلْنَا لِأَنَسٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلاَةِ؟ قَالَ: «قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً

“Sesungguhnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan Zaid bin Tsabit makan sahur berdua. Maka saat keduanya telah selesai dari makan sahurnya. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berdiri untuk shalat, lalu beliau shalat. Kami bertanya kepada Anas : “Berapa lama waktu antara selesainya beliau berdua dari makan sahurnya dan masuknya keduanya di dalam shalat Subuh ? Anas menjawab : Sekitar seorang membaca lima puluh ayat (Al-Qur’ann)”. [ Al-Bukhari : 576 ].

Yang dimaksud dengan kalimat pertanyaan Anas bin Malik : “Berapa lama waktu antara selesainya beliau berdua dari makan sahurnya dan masuknya keduanya di dalam shalat Subuh ?”, adalah : waktu antara selesai sahurnya Nabi dengan adzan Subuh. Hal ini dijelaskan dalam jalan lain dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata :

«تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ»، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟ " قَالَ: «قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً»

“Kami makan Sahur bersama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kemudian beliau berdiri untuk shalat. Aku (Anas bin Malik) bertanya : Berapa kadar waktu antara adzan dan (selesai) makan sahur ? Dia menjawab : Sekitar lima puluh ayat”. [ HR. Al-Bukhari : 1921 ].

Hadits di atas menununjukkan, bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- sudah berhenti dari makan Sahur sebelum fajar shadiq muncul sebagai tanda waktu adzan Subuh masuk. Yang kalau diperkirakan dengan ukuran waktu sekarang ini kira-kira 10 - 15 menit.

Ada yang menyatakan bahwa kata “adzan” dalam hadits di atas maknanya “iqomat”. Ini penyataan yang tidak tepat. Mari kita lihat bagaimana penjelasan para ulama’ terhadap hadits di atas.

Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata :

كَمْ كاَنَ بَيْنَ الأذَانِ والسُّحُوْرِ أيْ أَذَانِ بنِ أُمِّ مَكْتُوْمٍ لِأَنَّ بِلاَلاً كَانَ يُؤَذِّنُ قَبْلَ الفَجْرِ وَالآخَرُ يُؤَذِّنُ إِذَا طَلَعَ

“(kalimat Anas) Berapa kadar waktu antara adzan dan (selesai) makan sahur?”, maksudnya : (kata adzan di situ) adzan Ibnu Ummi Maktum (untuk shalat subuh). Karena Bilal adzan untuk waktu sebelum fajar (shadiq) dan yang satunya (Ibnu Ummi Maktum) adzan apabila fajar (shadiq) telah muncul”. (Fatul Bari : 2/54)

Para ulama’ juga telah memberikan arahan untuk berhenti makan sahur mendekati fajar shadiq terbit sebagai pertanda adzan Subuh dikumandangkan. Walaupun waktu mendekati adzan subuh itu masih boleh makan dan minum, namun alangkah baiknya jika sudah berhenti. . Hal ini dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian agar tidak kebablasan.

Imam Asy-Syafi’i –rahimahullah- juga menganjurkan untuk Imsak (menyelesaikan makan sahur sebelum adzan subuh tiba). Beliau berkata :

وَاسْتُحِبَّ التَّأَنِّي بِالسُّحُورِ مَا لَمْ يَكُنْ فِي وَقْتٍ مُقَارِبٍ يَخَافُ أَنْ يَكُونَ الْفَجْرُ طَلَعَ فَإِنِّي أُحِبُّ قَطْعَهُ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ

“Dianjurkan untuk berhati-hati dengan masalah makan sahur selama tidak di dalam waktu yang mendekati fajar (shadiq) telah muncul, maka (di saat seperti ini) aku menganjurkan untuk berhenti di waktu tersebut”.[ Al-Umm : 2/105 ].

Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :

وَفِيْهِ الحَثُّ عَلَى تَأْخِيْرِ السَّحُوْرِ إلىَ قُبَيْلِ الفَجْرِ

“Dalam hadits ini terdapat anjuran mengakhirkan sahur sampai mendekati fajar (muncul)”. [ Syarah Shahih Muslim : 7/208 ].

Artinya, mendekati fajar shadiq terbit kurang beberapa saat, kita dianjurkan telah selesai dari makan Sahur.

Imam ad-Dusuqi al-Maliki dalam Hasyiyah-nya (V/78) berkata:

فَقَدْ وَرَدَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُؤَخِّرُهُ بِحَيْثُ يَكُونُ مَا بَيْنَ فَرَاغِهِ مِنْهُ وَبَيْنَ الْفَجْرِ قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الْقَارِئُ خَمْسِينَ آيَةً

“Maka telah datang riwayat, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan sahur sekira antara selesai sahur dengan fajar adalah kadar orang membaca 50 ayat”. [Hasyihah Ad-Dusuki : 5/78 ].

Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari –rahimahullah- berkata:

وَالسُّنَّةُ أَنْ يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْفَجْرِ قَدْرَ خَمْسِينَ آيَةً

“Yang sunnah, antara sahur dengan fajar adalah kadar 50 ayat”.[ Asnal Mathalib : 5/324 ].

Waktu imsak, hanyalah "alat peringatan/alarm" agar orang-orang yang makan sahur hati-hati dan perhatian agar segera selesai dari sahurnya sebelum adzan subuh tiba. Yang namanya alat, hanya sebagai wasilah (perantara saja), sehingga tidak butuh dalil atau contoh dari nabi. Sebagaimana halnya kalau kita mau shalat Subuh kemudian sebelum tidur kita stel “alarm” untuk bangun 15 menit sebelum adzan subuh. Maka ini hal yang baik.

Tujuannya agar tidak terlambat. Dan berhenti 10 menit sebelum adzan subuh, sudah termasuk dalam perintah nabi untuk mengakhirkan makan sahur. Karena “mengakhirkan” tidak harus pas adzan terdengar baru berhenti.

Lampu lalu lintas, sebelum waktu larangan berjalan dengan ditandai lampu merah, maka ada lampu peringatan sebelumnya, yaitu lampu kuning. Bisa dibayangkan jika lampu merah itu langsung menyala tanpa diawali lampu kuning dulu secara mendadak, maka mungkin akan banyak kecelakaan yang terjadi.

Waktu imsak merupakan hasil ijtihad para ulama Nusantara yang tidak bertentangan dengan dalil. Bahkan ada keselarasan sebagaimana telah kami jelaskan di atas. Sudah sepatutnya kita hargai hal tersebut. Waktu imsak ini sama halnya dengan kultum shalat tarawih. Juga hanya ada di Indonesia karena hasil ijtihad ulama nusantara. Al-Hamdulillah Rabbil ‘alamin.

■Kesimpulan :

1]. Awal waktu puasa dimulai ketika fajar shadiq telah muncul atau adzan Subuh telah di kumandangkan. adapun sebelum itu, masih diperbolehkan untuk makan dan minum. Setelah adzan subuh dikumandangkan, maka haram hukumnya untuk makan dan minum. Jika disengajar, maka puasanya batal.

2]. Waktu Imsak (menahan diri dari makan dan minum) sekitar 10 menit sebelum adzan subuh, merupakan perkara yang diperbolehkan sebagai langkah hati-hati agar tidak kebablasan. Bukan berarti mengharamkan makan dan minum di dalamnya (10 menit sebelum adzan subuh).

3]. Jika setelah waktu imsak (sekitar 10 menit sebelum adzan subuh) dikehendaki dan diyakini sebagai waktu terlarang untuk makan dan minum dengan makna haram yang berkonsekwensi membatalkan puasa, maka ini suatu kesalahan. Bahkan termasuk bid’ah munkarah.

4. Waktu imsak yang disusun oleh para ulama’ Nusantara hanyalah masalah wasilah (perantara) sebagai alat “peringatan/alarm”. Sehingga tidak perlu contoh dari nabi dan para sahabat. Karena masalah dunia akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

5. Boleh bagi seorang untuk berhenti dari makan sahur ketika adzan subuh dikumandangkan. Yang berhenti 10 menit sebelumnya juga boleh. Masalah seperti ini ada keluasan insya Alloh. Masalah ini tidak boleh menjadi sebab saling bermusuhan.

6. kata “imsak” (menahan), memiliki dua sisi makna. Imsak yang wajib, yaitu ketika fajar shadiq telah muncul/ketika adzan subuh telah dikumandangkan. Sisi kedua : imsak yang mustahab (anjuran), yaitu kira-kira 10 menit sebelum adzan subuh. Penggunaan kata “imsak” dengan dua makna ini boleh.

2 Ramadhan 1439 H
Di kampung halaman menjelang buka puasa

Abdullah Al Jirani
18 Mei 2018

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.