Banyak orang yang sebenarnya berada di dalam suatu aliran tertentu, tapi tidak merasakannya. Hal itu karena dia tenggelam di dalam pusarannya secara sepenuhnya.
Contoh sederhananya adalah ketika kita berada di dalam pesawat terbang yang melesat sampai 900 km per jam. Kita tidak merasakannnya kecepatan itu, justru orang di darat di luar pesawat yang merasakannya.
Di dalam kabin pesawat justru tidak merasakan apa-apa. Kita malah kita santai-santai, makan, minum atau nonton tayangan seru pakai headset.
Boleh jadi kita tidak percaya kalau orang di darat mengatakan bahwa kita sedang melaju dengan kecepatan tinggi sekali hampir mendekati kecepatan suara mach 1.
Apalagi kita berada di atas ketinggian 27.000 kaki atau 9 km di atas permukaan laut. Angkasa yang kosong melompong membuat kita tidak merasakan apa-apa, seperti sedang diam saja stagnan di langit.
Perumpamaan
Kurang lebih seperti itulah keadaan semu kita yang berada dalam suatu garis identitas keislaman tertentu.
Wahabi vs Non Wahabi
Bagi kalangan wahabi, kita yang bukan wahabi boleh jadi ini dianggap berada dalam garis sesat dan perlu diluruskan. Masyarakat kita ini kan beraliran aqidah asyari maturidi. Maka kita ini dianggap sebagai objek dakwah yang harus diluruskan.
Padahal kita sendiri malah tidak merasakan apa-apa. Kita tidak menganggap aqidah kita sesat aqidah, aqidah kita aman dan biasa-biasa saja. Tidak ada yang salah dalam agama yang kita jalani.
Sebaliknya, kita disini justru memandang justru mereka itulah yang harus diluruskan aqidahnya, karena berpaham mujassimah, yaitu menyerupakan Allah seperti makhluknya yang punya tubuh secara fisik.
Allah kok dibilang punya tangan, kaki, wajah, duduk di singgasana, berjalan, berlari, tersenyum secara fisik. Bukankah Itu syirik karena menyekutukan Allah dengan makhluk?
Seharusnya semua itu ditakwilkan, sebagai perumpamaan saja dan bukan benar-benar terwujud secara fisik.
Dari sini kesana, kita memandang justru pemahaman aqidah mereka itulah yang bermasalah dan perlu kita luruskan.
Sementara mereka sendiri tidak merasa salah atau keliru, mereka memandang bahwa aqidah mereka aman dan biasa-biasa saja. Tidak merasa ada yang salah dalam konsep aqidah mereka.
Dakwah Pergerakan vs Non Dakwah Pergerakan
Buat sebagian teman kita yang menemukan kesadaran berislamnya lewat jalur dakwah harakah dan pergerakan, mereka menganggap Islam itu adalah yang seperti mereka pahami selama ini lewat jalur kajian-kajian internal mereka.
Misalnya bahwa dalam berislam itu kita harus kaffah alias totalitas. Islam harus diterapkan di semua lini kehidupan.
Islam itu bukan hanya urusan ibadah saja, tapi juga mencakup politik dan negara, maka Islam harus diperjuangkan dalam kehidupan, kekuasaan harus direbut untuk kepentingan Islam.
Kalau tidak seperti itu, maka dianggap Islamnya belum kaffah, fikrahnya masih bermasalah. Dan dianggap sebagai sasaran yang perlu didakwahi dan dibina biar cara memandang Islamnya seperti maunya mereka.
Bahasa kasarnya, yang tidak berada disitu dianggap masih agak jahiliyah, atau Islamnya belum kaaffah, masih rada sekuler. Pokoknya mesti didakwahi lah.
Sebaliknya, kalangan yang dipandang seperti itu malah menganggap mereka lah yang bermasalah dalam cara memahami Islam. Boleh jadi mereka dipandang sebagai aliran Islam yang fanatik, Islam garis keras, Islam ekstrim, Islam fundamentalis, atau Islam yang tidak toleran.
Awam Jadi Bingung
Yang kasihan justru orang awam yang baru saja melek agama. Pasti pada kebingungan melihat umat Islam pada suka ribut dengan sesama.
Bahkan pada suka memaksakan fikrah dan cara pandang khas milik kelompoknya masing-masing. Amat rajin menakar keislaman saudaranya lewat kaca mata subjektif masing-masing. Lalu saling mencemooh dan mengejek satu dengan yang lain. Dan pada level tertentu malah sudah saling mengkafirkan.
Yang dimaksud dengan dakwah dalam kaca mata mereka ternyata sekedar bagaimana berseteru, bersitegang, bermusuhan, dan menghabisi sesama muslim.
Konsep dakwahnya justru bagaimana saling mencari-cari cacat milik saudara dan mencari pengikut fanatik sebanyak-banyaknya, yang kecdepan akan jadi pendukung cara pandangnya.
Betapa tidak efektifnya cara berdakwah seperti ini. Betapa sedihnya hati Nabi SAW melihat fakta-fakta seperti ini. Tidak adakah cerita dan kabar kita yang menyenangkan dan menceriakan hati Beliau? Berjihad kok melawan saudara sendiri? Bermusuhan kok dengan sesama internal umat sendiri? Lalu mau dibawa kemana umatnya ini?
اللهم صلى على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد
Ahmad Sarwat, Lc.MA
Ahmad Sarwat
9 jam ·
#Ahmad Sarwat