Tafsir Perasaan

Tafsir Perasaan - Kajian Medina
Tafsir Perasaan

Tafsir Fi Zhilalil Quran adalah sebuah karya unik. Ditulis oleh orang yang latar belakang pendidikannya bukan di dibidang ilmu tafsir secara formal. Sayid Quthub lebih dikenal sebagai pemikir, ideolog, tokoh pergerakan serta pujangga.

Ketika di dalam penjara, dia menuliskan banyak perasaannya yang kemudian dituangkan sambil menjabarkan ayat-ayat Al-Quran. Bakatnya di bidang sastra membantunya untuk pandai mengungkapkan isi hati dan perasaannya secara puitis, mendalam serta merasuk sukma para pembacanya.

Maka kalau kita menilai karyanya dengan kaca mata tafsir bil-ma'tsur dengan membandingkan dengan Tafsir Ibnu Katsir atau At-Thabari, pasti tidak bisa dibandingkan. Tidak apple to apple, kata orang bule. Genrenya memang bukan tafsir bil-ma'tsur.

Juga kalau kita bandingkan dengan tafsir fiqih atau tafsir ahkam macam Al-Qurthubi, juga tidak akan sebanding. Selain Sayyid Qutub bukan ahli fiqih, juga latar belakang penulisannya bukan sedang menjelaskan hukum-hukum fiqih.

Ada yang menyebut genre tafsirnya termasuk tafsir adabi, yang punya kekuatan sastra cukup baik. Tidak heran, karena Beliau memang seorang pujangga, yang punya pena setajam pedang. Dia bebas memainkan pedang tajamnya lewat penanya, meski digoreskannya di dalam penjara. Maka terkenal seuntai nasyid untuknya :

أخي أنت حر وراء السدود - أخي أنت حر بتلك القيود
إذا كنت بالله مستعصما - فماذا يضيرك كيد العبيد

ٍِSayangnya, buat kita-kita yang level kemampuan sastra arabnya masih pemula, sulit banget rasanya bisa memahami tiap rangkaian kalimatnya. Maklum, tafsiri ini ditulis oleh pujangga, yang bisa menikmatinya hanya sebaas mereka yang kemampuan bahasa Arabnya sudah mantab. Kalau yang tasrifan aja keliru melulu, pastinya tidak bisa menikmatinya.

Dan kalau sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, saran saya tidak usah dibaca. Semua kehebatan sastranya lenyap sudah. Masalah besarnya pada penerjemahnya dan kitanya juga.

Pertama : Apakah si penerjemah seorang pujangga juga? Maksudnya apakah dia bisa menikmati cita rasa sastranya?

Kedua : Kalau memang iya, apa dia punya kemampuan untuk mentransformasikan kecanggihan sastra itu dalam bahasa Indonesia seindah aslinya dalam bahasa Arab?

Ketiga : Ini masalah di kita, yaitu apakah kita ini termasuk pengagum karya sastra? Kalau bukan pengagum karya sastra, terus apanya yang mau kita eksplorasi?

Satu-satunya tinggal masalah ideologinya Sayid Qutub, yang memang bercorak pergerakan. Maka dosen saya suka memberinya gelar sebagai tafsir haroki atau tafsir pergerakan. Alasannya, karena isinya banyak memberi inspirasi para aktifis pergerakan untuk melakukan banyak hal.

Pro Kontra

Tentu saja ada banyak pro kontra tentang Tafsir Fi Zhilalil Quran ini. Tapi yang unik, salah satu yang kontra dan tidak setuju dengan ideologi Sayid Qutub justru datang dari kalangan 'orang dalam' sendiri dari satu kubu, yaitu Dr. Yusuf Al-Qaradawi.

Padahal keduanya adalah tokoh besar sama-sama pengikut Hasan Al-Banna dengan gerakan Al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir.

Namun Al-Qaradawi menemukan pemikiran takfir yang amat kuat dalam pemikiran Sayid Qutub. Menurut Al-Qaradawi, takfir atau mengkafirkan sesama muslim ala Sayyid Quthb sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang dipegang teguh oleh mayoritas umat Muslim di seluruh dunia.

Pada mulanya, menurut Al-Qaradawi, Sayid Quthb punya pemikiran yang moderat, namun lama kelamaan, Quthb berubah menjadi lebih konserfativ, khususnya sebagaimana tertuang di dalam kitab Ma’alim fi at-Thariq. Perubahan ini juga sangat jelas terbaca ketika kita bandingkan Dzilal cetakan pertama dan cetekan keduanya, pada cetakan kedua lah mulai muncul pemikiran hakimiyah (masyarakat hukum) dan jahilyah (masyarakat jahiliyah.

Pemikiran takfir tersebut, lanjut al-Qardhawi, lebih banyak dibuahkan dan dituliskan ketika ia mendekam di dalam penjara. Quthb lebih banyak terpengaruhi oleh pemikiran Abul A’la al-Mawdudi, tokoh Islam sezamannya dari Pakistan.

Al-Qardhawi menegaskan jika sejatinya pemikiran Quthb lebih kepada pencampuran antara Ikhwan, Salafi, dan Jihadi. Dan di atas semua kritik tersebut, al-Qardhawi tidak menampik banyaknya pemikiran brilian Quthb yang perlu diadopsi oleh umat Islam.

Yang menarik komentar dari 'lawan'nya yaitu Syeikh Ali Jum'ah, yang pernah menjadi mufti negara Mesir. Beliau malah membela Sayyid Qutub dengan tidak mengkafirkannya. Syaikh Ali Jumu'ah dalam laman facebooknya, (11/4/2015) mengatakan bahwa Sayyid Quthb memang salah besar tetapi tidak kafir.

الحق حق والباطل باطل : سيد قطب أخطأ خطأً عظيمًا ولكن لا نكفره لأنه شهد أن لا إله إلا الله وأن محمد رسول الله
Yang Haq adalah haq, dan yang Bathil adalah bathil. Sayyid Quthub salah, salah besar, tetapi kita tidak mengkafirkannya, karena ia bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Utusan Allah.

Ahmad Sarwat, Lc.,MA

Sumber :

1. Al-Qardhawi, dalam program acara televisi Manabir wa Madafi (Mimbar dan Debat) di kanal televisi al-Fara’in Mesir.

2. https://www.republika.co.id/…/68283-qardhawi-quthb-bertangg…

3. https://www.facebook.com/DrAliGomaa/posts/10155513024305144?fref=nf

Ahmad Sarwat
3 Mei pukul 11.09 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.