Ulama berpena tajam itu bukan yang suka provokasi, iri, dengki, hasut dan galak. Tapi maksudnya penanya bisa menari-nari menuliskan curahan ilmu yang mengalir deras dari otak di kepalanya dengan begitu indahnya, kencang debit, deras alirannya.
Tambahan lagi yang bikin kangen, karena tulisannya enak dibaca dan perlu.
Kuncinya sederhana : menulisnya rajin, rutin, sering, idenya tidak pernah kering, tidak sedikit-sedikit minta rehat dan kebanyakan istirahat. Selalu istimrar dan istiqamah dalam menulis.
Menulis sudah jadi nafas. Orang kalau berhenti bernafas mati segera dikubur. Ulama kalau berhenti menulis juga akan segera dikuburkan. Ruhnya sudah meninggalkan dirinya. Tubuhnya hanya jasad tanpa ruh.
Asy-Syafi'i pernah menulis syi'ir unik :
من فاته التعليم وقت شبابه - فكبر عليه أربعا لوفاته
Orang yang tidak berkesempatan belajar ilmu sejak kecil, shalatkan saja dengan 4 kali takbir, seolah dia sudah wafat.
Saya pelesetkan menjadi :
من فاته التدوين وقت فراغه - فاغسل جسده بالماء والثلج والبرد واقرا له الفاتحة هدية منا واصلة
Terjemahan bebasnya kok jadi improvisasi begini :
Jadi ustadz, kiyai, penceramah kok nggak punya karya tulis, mandikan saja jasadnya dengan air, es dan embun. Jangan lupa kirimkan surat Al-Fatihah untuk arwahnya sebagai hadiah dan wasilah dari kita.
Selamat menunaikan ibadah puasa.
Ahmad Sarwat, Lc. MA
Uppss sarkasme nih...
Ahmad Sarwat
15 Mei pukul 08.12 ·
#Ahmad Sarwat