Di era medsos ini, semua orang mudah sekali berkomentar dan beradu argumen. Tak peduli latar belakang dan pencapaian di dunia nyata, semua merasa seolah setara dan ahli semua. Akibatnya, banyak kehebohan yang tak perlu sebab komentar orang-orang awam yang sebenarnya tak paham.
Awam ini bukan berarti tak punya pencapaian, tapi soal keahlian spesifik. Seorang arsitek ternama bisa jadi seorang awam ketika berbicara masalah biologi, demikin pula seorang ahli hadis bisa jadi awam ketika berbicara masalah fikih. Dan begitu seterusnya.
Saya punya patokan sederhana untuk menilai keawaman seseorang. Ini untuk pribadi saya sendiri, bukan kaidah umum. Begini patokan sederhana saya:
1. Dalam hal akidah, kalau menyatakan bahwa Asy'ariyah meyakini Allah ada di mana-mana, Asy'ariyah mewajibkan takwil, seluruh salaf anti takwil, maka itu artinya dia awam.
2. Dalam hal fikih, kalau menyatakan bahwa suatu tindakan adalah bid'ah sebab hadisnya dloif, maka berarti dia awam.
3. Dalam hal bahasa Arab, kalau bilang "kafara-yukaffiru-kufran" atau kesalahan semisal itu, maka artinya dia masih awam. Hehe...
Abdul Wahab Ahmad
6 Maret pukul 08.02 ·
#Abdul Wahab Ahmad