Yang membatalkan puasa itu aslinya cuma sebatas makan minum dan jima' saja. Setidaknya begitulah nash yang kita temukan di dalam Surat Al-Baqarah ayat 187.
Sedangkan haidh dan nifas sebenarnya termasuk membatalkan juga, namun kedudukannya lebih tepat disebut sebagai pencegah (mawani') syahnya puasa. Kalau sejak shubuh sudah haidh atau nifas, memang sejak awal puasanya tidak sah. Dan kalau dapat haidh atau nifas di tengah hari saat puasa, maka puasanya jadi tidak sah juga. Dengan kata lain bisa juga disebut sebagai pembatal puasa.
Perluasan Hal Yang Membatalkan Puasa
Namun di luar urusan makan minum yang lazim kita kenal, ternyata para ulama klasik 4 mazhab umumnya meluaskan kategori makan dan minum ini.
Tidak lagi sebatas memasukkan makanan ke dalam mulut dan menelannya saja, tetapi masuknya suatu benda ke dalam 'jauf' atau rongga badan ternyata juga masuk dalam kategori makan.
Meski benda itu tidak masuk lewat mulut dan tidak sampai ke lambung. Dan meski juga benda yang masuk itu bukan kategori makanan. Pokoknya semua itu termasuk hal yang membatalkan puasa.
Di antaranya ada benda yang masuk lewat lubang-lubang yang asli pada tubuh kita, seperti telinga, hidung, mata. Itu semua lubang yang terdapat di rongga kepala.
Nanti ada lubang di badan kita, seperti lubang anus dan kemaluan. Bahkan ada juga yang masuk lewat penyerapan pada kulit, atau juga suntikan di kulit.
Pendeknya tubuh kita kemasukan suatu benda, maka di antara para ulama ada yang berpendapat bahwa semua itu termasuk membatalkan puasa.
Dengan perluasan-perluasan seperi ini, maka jumlah perkara yang membatalkan puasa jadi semakin banyak. Kalau dihitung-hitung jumlahnya mencapai 60 perkara. Dan semua bisa kita temukan pembahasannya di dalam kitab fiqih empat mazhab.
Maka bab yang membatalkan puasa bisa memakan beratus halaman kitab fiqih, karena perluasan ini. Membahas fiqih puasa tidak selesai dalam sebulan, sampai Ramadhannya habis, kita masih berkutat pada bab puasa.
Bukan Ijma' Namun Ikhtilaf Ulama
Namun perluasan kategori makan dan minum seperti ini tidak sampai ke level ijma'. Artinya, masih ada juga sebagian kalangan yang membatasi batalnya puasa itu sebatas makan minum jima' secara fisik dan lazim saja. Di luar itu dianggap tidak membatalkan.
A. Kalangan Yang Menyempitkan
Di antara ulama yang menyempitkan hal yang membatalkan puasa sebatas makan minum secara fisik dan lazim adalah :
1. Al-Bukhari (Shahih Bukhari : 2/681)
2. Ibnu Hazm (Al-Muhalla : 6/203)
3. Ibnu Taimiyah (Majmu' Fatawa : 25/242)
4. Syeikh Mahmud Syaltut (Al-Fatawa : 118)
5. Yusuf Qaradawi (Fiqhus-Shiyam : 82)
6. Syeikh Utsaimin (Majmu' Fatawa 19/204).
B. Kalangan Yang Meluas-luaskan
Sedangkan para ulama yang meluas-luaskan kategori yang membatalkan puasa, hingga lubang dan rongga tubuh kemasukan sesuatu bisa membatalakn puasa, diantaranya para ulama empat mazhab, yaitu :
1. Mazhab Al-Hanafiyah : Ibnu Nujaim (Al-Bahrurraiq : 2/279), Al-Kasani (Badai' Ash-Shanai' : 2/93).
2. Mazhab Al-Malikiyah : Sahnun (Al-Mudawwanah Al-Kubra : 1/197), Al-Khasry (Syarah Mukhtashar Khalil : 2:249), Ad-Dusuqi (Hasyiyatu Ad-Dusuqi : 1/524).
3. Mazhab Asy-Syafi'iyah : An-Nawawi (Al-Majmu' : 6/320), Al-Khatib Asy-Syirbini (Al-Iqna' : 1:237).
4. Mazhab Al-Hanabilah : Ibnu Qudamah (Al-Mughni : 3/16).
Lalu apa dalil yang digunakan oleh para ulama di empat mazhab itu? Bagaimana sampai mereka menganggap masuknya benda ke dalam rongga tubuh termasuk membatalkan puasa?
Insyaallah pada tulisan berikut akan kita ulas. (bersambung ...)
Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Ahmad Sarwat
14 Maret pukul 18.52 ·
#Ahmad Sarwat