Kalau dibandingkan dengan ketiga pendahulunya, yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka Ali bin Abi Thalib ra tentu lebih junior, baik dari segi usia atau pun keilmuan.
Tapi kenapa tafsir riyawat Ali jauh lebih banyak dari riwayat ketiga pendahulunya? Apakah Ali lebih tinggi ilmunya dari ketiga seniornya? Apakah Abu Bakar, Umar dan Utsman kurang pintar dan kurang paham ilmu tafsir?
Jawabnya tidak juga. Ketiga pendahulunya tentu jauh lebih senior dan lebih matang ilmunya ketimbang Ali. Namun mari kita perhatikan hal-hal teknis berikut ini :
Pertama :
Ketiga seniornya hidup di masa yang dipenuhi oleh para shahabat yang juga alim yang semuanya tinggal di Madinah. Zamannya masih dekat sekali dengan kenabian.
Sehingga yang kita rekam hasilnya tidak terlalu banyak tafsir yang detail dari ketiga beliau-beliau itu. Bukan tidak ada, tapi jumlahnya terbatas.
Kedua :
Bukan berarti ketiganya tidak berilmu, tapi karena rata-rata para shahabat yang hidup di zaman mereka terhitung sebagai orang berilmu, sedangkan yang awamnya sedikit, maka rekaman dan jejak keilmuannya tidak terlalu banyak.
Ya buat apa mengajarkan sesuatu yang semua orang sudah tahu? Buat apa mengajar ilmu kepada sesama yang juga punya ilmu?
Ketiga :
Ali bin Abi Thalib ternyata masih agak panjang hidupnya ketika 3 seniornya serta para shahabat yang berilmu sudah pada wafat. Meski hanya terpaut 5 tahun saja, namun sejarah menyebutkan bahwa Ali sempat memindahkan ibukota pusat pemerintahan dari Madinah ke Kufah dan Beliau sendiri tinggal disana. Tempat dimana banyak terdapat orang awam yang tidak mengerti agama. Ini perlu dicatat secara khusus.
Maka jadilah Ali terhitung sebagai sumber agama paling senior yang jadi rujukan umat di masanya.
Beliau mengalami hidup bersama dengan sejumlah besar orang yang awam agama, para muallaf yang baru kemarin sore masuk Islam, para zindiq yang pura-pura masuk Islam tapi merusak dari dalam dan macam-macam lagi jenis manusia.
Disitulah keilmuan Ali bin Abi Thalib jadi kelihatan taringnya. Tidak terkecuali ilmu tafsirnya yang sangat mumpuni dari segi kualitas dan juga lumayan banyak jumlahnya dari sisi kuantitas.
Riwayat-riwayat yang bersumber dari Ali itulah yang kebanyakan sampai kepada kita.
Secara pribadi, Ali bin Abi Thalib memang punya catatan mushaf pribadi yang disusun berdasarkan urutan turunnya wahyu. Ini juga sebuah nilai tambah.
Di sisi lain, Beliau juga tercatat sebagai penulis wahyu resmi yang ditunjuk Rasulullah SAW.
Dan jangan lupa bahwa di masa kepemimpinan Abu Bakar ketika dilaksanakan proyek pengumpulan Al-Quran jilid 1, Ali pun masuk dalam team.
Maka kalau kita buat daftar mufassir di kalangan shahabat, nama Ali bin Abi Thalib biasanya muncul di urutan pertama.
Ketika kita bicara dua jenis tafsir, maka jenis tafsir yang pertama adalah tafsir bil ma'tsur, yaitu tafsir yang berupa riwayat. Maka orang nomor satu yang selalu disebut dalam ujung periwayatan adalah : Ali bin Abi Thalib.
Tentu saja Beliau bukan cuma ulama di bidang tafsir saja, melainkan ulama di semua bidang ilmu, baik hadits, fiqih, ushul, sastra dan lainnya.
Ahmad Sarwat, Lc. MA
NOTE.
Kualitas keilmuan seseorang baru akan terlihat ketika diuji di lapangan dalam kehidupan yang sesungguhnya. Mungkin kelas keilmuannya biasa saja, cuma kelasnya jadi naik ketika bertemu dengan 'lawan-lawan'-nya yang dari kelas tinggi. Maka namanya pun ikut terangkat.
Ahmad Sarwat
19 Maret pukul 09.42 ·
#Ahmad Sarwat