Hubungan Sabar dan Tawakkal Dengan Zaman

Hubungan Sabar dan Tawakkal Dengan Zaman - Kajian Medina
HUBUNGAN SABAR DAN TAWAKKAL DENGAN ZAMAN

Terkadang, Allah Ta’ala menyebutkan dua kata secara beriringan di dalam satu ayat untuk suatu tujuan tertentu. Diantaranya, untuk menjelaskan makna kata-kata tersebut serta kaitannya dengan zaman yang ada. Pesan-pesan seperti ini, hanya akan mampu dideteksi oleh para ulama’ yang memang memiliki bashirah yang kuat di bidang tafsir. Salah satu contohnya, firman Allah Ta’ala :

الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Orang-orang yang SABAR dan mereka BERTAWAKKAL kepada Rabb (Tuhan) mereka.”[QS. Al-‘Ankabut : 65 ].

Allah menyebutkan kata “sabar” dan “tawakkal” di dalam ayat ini secara beriringan, karena zaman (waktu) itu ada tiga macam, yaitu :

(1). Waktu yang telah berlalu (madhi),
(2). Waktu yang sedang terjadi (hadir),
(3) Waktu yang akan datang (mustaqbal).

Apa yang sudah berlalu tidak mungkin untuk didapatkan kembali. Allah tidak memerintahkan apapun terhadap para hamba dengan waktu yang sudah dia lewati. Tersisa dua waktu, waktu “sekarang” dan “yang akan datang”. kesabaran diberikan untuk waktu “sekarang”. Karena apa yang sedang kita jalani saat ini, tentunya tidak lepas dari berbagai musibah dan gangguan yang membutuhkan kesabaran. Adapun tawakkal (berserah diri kepada Allah), diberikan untuk segala hal yang akan terjadi di waktu “yang akan datang”. Karena kita tidak pernah tahu, apa yang akan menimpa kita esok hari.

Ada peribahasa mengatakan : “Sedia payung sebelum hujan”. Sebelum sesuatu terjadi, maka kita harus sudah punya “payung”-nya. Dan “payung” itu adalah tawakkal. Allah berfirman “Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia (Allah) menjadi pencukup baginya.”

Kesabaran dan tawakkal tidak akan pernah terwujud kecuali dengan mengilmui tentang Allah dan mengilmui tentang segala sesuatu selain Allah. Barang siapa yang mengetahui bahwa segala sesuatu selain Allah akan musnah/sirna, maka dia akan merendahkan diri dengan bersabar terhadapnya. Karena kesabaran terhadap sesuatu yang hilang dari diri kita adalah ketenangan. Apabila seorang mengetahui bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat Yang Maha Kekal yang akan mendatangkan rezeki kepadanya, dia akan bertawakkal (bersandar penuh) kepada Dzat yang Maha Hidup dan Maha Kekal.

[Simak :Tafsir “Mafatihul Ghaib” karya Imam Fakruddin Ar-Razi –rahimahullah-(wafat : 606 H) : 25/70-71].

[Abdullah Al-Jirani]

Abdullah Al Jirani
24 menit ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.