Nasakom Gaya Baru

Nasakom Gaya Baru - Kajian Medina
*“NASAKOM Gaya Baru”*

Kaum yang lama ditindas dan dipaksa dihilangkan keyakinannya oleh rezim Komunis China selain Muslim Uyghur, adalah penganut Falun Gong dan kaum Nashrônî… namun lucunya para CeBi, baik varietas BongORI maupun varietas BongLAF (GPK Kokohiyyun), malah membela rezim Komunis China dan menuduh bahwa mereka memberontak akibat tak sabar menghadapi kezhôliman penguasa sehingga jadi ekstrim dan radikal.

Dari mana asalnya kengacoan berpikir dan ‘aqidah GPK Kokohiyyun itu?

Di antara contohnya adalah fatwa sesengustad haus darah, si "Tumpahkan Darahnya", yang dalam sebuah videonya ia berfatwa menyesatkan manusia dengan memaksakan bahwa NKRI adalah "Negara Islâm walau ada kekurangan di sana sini".

Ngustad-ngustad Neo Murji-ah itu memaksakan ideologi Neo Murji-ah, bahwa siapapun penguasa yang berkuasa dengan hukum apapun, maka dia adalah "ulil amri" yang wajib diberikan keta'atan secara syar‘i dan tidak boleh diberontaki walau sezhôlim apapun juga.

Benarkah NKRI ini adalah "Negara Islâm dengan segala kekurangannya" sehingga penguasanya wajib diberikan keta'atan tanpa reserve atas nama Syari‘at?

Baiklah…

Pertama, TIDAK ADA pemimpin tertinggi rezim pemerintahan RI sejak dari zaman Soekarno sampai dengan rezim Petahan yang mengakui bahwa NKRI itu adalah "Negara Islâm". Bahkan menurut mereka, Pancasila sebagai Dasar Negara itu sudah final, dan NKRI adalah bukan Negara Islâm. Titik.

Kedua, silakan rujuk "Sumber Hukum Tertinggi" di Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen ke-IV, 2002) di BAB I, tentang BENTUK DAN KEDAULATAN, yaitu pada Pasal 1, di mana jelas sekali dinyatakan:
⑴. Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
⑵ Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
⑶ Negara Indonesia adalah negara hukum.

Jadi di mananya letaknya pengakuan oleh hukum dan penguasa pemerintahan bahwa NKRI itu adalah "Negara Islâm"?

Tidak ada!

❗ Jadi secara de-jure maupun de-facto jelas NKRI bukan pasti bukan "Negara Islâm"!

❓ Maka perlu dipertanyakan kenapa GPK Kokohiyyun itu tidak ta'at terhadap UU dan keyakinan Pemerintah tersebut?

Juga kalau si "Tumpahkan Darahnya" itu menyatakan NKRI ini adalah "Negara Islâm dengan segala kekurangannya", dengan alasan rukun-rukun Islâm diatur oleh Pemerintah, maka itu jelas tidak membuktikan bahwa NKRI adalah Negara Islâm, karena Pemerintah ternyata juga mengatur dan melayani pemeluk-pemeluk agama resmi lainnya yang diakui di RI, yaitu: Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Bahkan Pemerintah pun ikut merayakan hari-hari raya agama-agama tersebut.

Dari peraturan perundangan yang berlaku pun, ternyata ada peraturan yang melegalisasi peredaran miras, padahal jelas Syari‘at mengharômkan khomr. Atau ternyata ada peraturan tentang lokalisasi pelacuran, padahal Syari‘at jelas melarang perzinahan. Atau ada peraruran yang mengizinkan kegiatan ribawi, padahal Syari‘at jelas memerangi riba.

Tak perlu kita bicarakan hukuman terhadap pembunuh, perampok, pemerkosa, dan pencuri yaitu hukuman sekian tahun kurungan penjara, padahal jelas Syari‘at jelas menetapkan hukum Hudud.

Begitu juga orang yang murtad (bertukar agama) keluar dari Islâm, maka jelas Syari‘at tidak membiarkan orang yang murtad.

Maka apa semua namanya hukum pengganti Syari‘at itu kalau bukan "Hukum Ilyasiq"???

Hukum Ilyasiq (Yassa Code) adalah hukum yang diciptakan oleh Genghis Khan, di mana hukum tersebut dipaksakan kepada rakyat Muslim di Kerajaan Tatâr yang diperintah oleh Mahmud Ghozan (keturunan dari Genghis Khan). Adalah karena memakai Hukum Ilyasiq itulah Mahmud Ghozan yang beragama Islâm, difatwakan boleh diperangi oleh Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah رحمه الله dikarenakan Syaikhul Islâm memandang Mahmud Ghozan lebih mengutamakan Hukum Ilyasiq dibandingkan Hukum الله, sehingga ia bukanlah muslim yang sebenar-benarnya, dan dianggap masih ada dalam kejahiliyyahan.

📍 Kata Syaikhul Islâm:

وَكَذَلِكَ كُلُّ طَائِفَةٍ مُمْتَنِعَةٍ عَنْ شَرِيعَةٍ وَاحِدَةٍ مِنْ شَرَائِعِ الْإِسْلَامِ الظَّاهِرَةِ ، أَوْ الْبَاطِنَةِ الْمَعْلُومَةِ ، فَإِنَّهُ يَجِبُ قِتَالُهَا ، فَلَوْ قَالُوا : نَشْهَدُ وَلَا نُصَلِّي قُوتِلُوا حَتَّى يُصَلُّوا ، وَلَوْ قَالُوا : نُصَلِّي وَلَا نُزَكِّي قُوتِلُوا حَتَّى يُزَكُّوا ، وَلَوْ قَالُوا : نُزَكِّي وَلَا نَصُومُ وَلَا نَحُجُّ ، قُوتِلُوا حَتَّى يَصُومُوا رَمَضَانَ . وَيَحُجُّوا الْبَيْتَ . وَلَوْ قَالُوا: نَفْعَلُ هَذَا لَكِنْ لَا نَدَعُ الرِّبَا ، وَلَا شُرْبَ الْخَمْرِ ، وَلَا الْفَوَاحِشَ ، وَلَا نُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، وَلَا نَضْرِبُ الْجِزْيَةَ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى ، وَنَحْوِ ذَلِكَ ، قُوتِلُوا حَتَّى يَفْعَلُوا ذَلِكَ. كَمَا قَالَ تَعَالَى : وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ - البقرة : ١٩٣
وَقَدْ قَالَ تَعَالَى : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ – البقرة : ٢٧٨ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ – البقرة : ٢٧٩ . وَالرِّبَا آخِرُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ ، وَكَانَ أَهْلُ الطَّائِفِ قَدْ أَسْلَمُوا وَصَلَّوْا وَجَاهَدُوا ، فَبَيَّنَ اللَّهُ أَنَّهُمْ إذَا لَمْ يَنْتَهُوا عَنْ الرِّبَا ، كَانُوا مِمَّنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَفِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّهُ لَمَّا تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَكَفَرَ مَنْ كَفَرَ مِنْ الْعَرَبِ ، قَالَ عُمَرُ لِأَبِي بَكْرٍ: كَيْفَ تُقَاتِلُ النَّاسَ ؟ وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ : أُمِرْت أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ . وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ . فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إلَّا بِحَقِّهَا . فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ : أَلَمْ يَقُلْ : إلَّا بِحَقِّهَا ، وَاَللَّهِ لَوْ مَنَعُونِي عِقَالًا كَانُوا يُؤَدُّونَهُ إلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ لَقَاتَلْتهمْ عَلَيْهِ . قَالَ عُمَرُ : فَوَاَللَّهِ مَا هُوَ إلَّا أَنْ رَأَيْت اللَّهَ قَدْ شَرَحَ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ لِلْقِتَالِ ، فَعَلِمْت أَنَّهُ الْحَقُّ
وَفِي الصَّحِيحِ أَنَّ ، النَّبِيَّ ﷺ ذَكَرَ الْخَوَارِجَ فَقَالَ : يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ ، وَقِرَاءَتَهُ مَعَ قِرَاءَتِهِمْ ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ ، أَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ، فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا عِنْدَ اللَّهِ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَإِذَا كَانَ الَّذِينَ يَقُومُونَ اللَّيْلَ ، وَيَصُومُونَ النَّهَارَ ، وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ ، أَمَرَ النَّبِيُّ ﷺ بِقِتَالِهِمْ ؛ لِأَنَّهُمْ فَارَقُوا السُّنَّةَ وَالْجَمَاعَةَ ، فَكَيْفَ بِالطَّوَائِفِ الَّذِينَ لَا يَلْتَزِمُونَ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ ، وَإِنَّمَا يَعْمَلُونَ بِبَاسَاقِ مُلُوكِهِمْ ، وَأَمْثَالِ ذَلِكَ ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

(arti) "Demikian pula setiap kelompok yang menolak satu syari‘at saja dari syari‘at-syari‘at Islam, baik itu yang zhôhir maupun yang bâthin, maka ia wajib untuk diperangi. Jikalau ia berkata: "kami bersyahadat, namun kami tidak sholât", maka mereka diperangi sampai mereka sholât. Dan jikalau mereka berkata: "kami sholât, tapi tidak membayar zakat", maka mereka diperangi sampai membayar zakat. Dan kalau mereka berkata: "kami membayar zakat, namun tidak puasa dan hajji", maka mereka diperangi sampai mereka berpuasa Romadhôn dan berhajji ke Baitullôh. Dan jikalau mereka berkata: "kami melakukan ini semua, namun kami tidak meninggalkan riba, minum khomr, perbuatan keji, berjihâd fî sabilillâh, menetapkan jizyah kepada Yahûdi dan Nashrônî, dan yang lainnya", maka ia tetap diperangi sampai melakukan itu semua, sebagaimana firman الله: "Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama hanya bagi الله semata." – QS al-Baqoroh (2) ayat 193.
Dan juga berfiman Yang Maha Tinggi: "Wahai orang-orang mu’min, bertaqwalah kamu kepada الله, dan tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu orang yang berîmân. " – QS al-Baqoroh ayat 278. Dan (الله) berfirman: "Maka jika kamu tidak melakukannya, maka umumkanlah perang dari الله dan Rosûl-Nya. " – QS al-Baqoroh 279.
Dan riba adalah akhir yang الله harômkan. Dahulu, Ahluth-Thô-if mereka telah masuk Islâm, sholât, berjihâd, lalu الله terangkan bahwa jika mereka tidak berhenti dari meriba, maka mereka termasuk di antara orang-orang yang الله dan Rosûl-Nya perangi.
Di dalam Shohîhain, tatkala Rosûlullôh ﷺ wafat, ada di antara orang-orang ‘Arab yang kembali kâfir, lalu berkata ‘Umar pada Abû Bakar: "Wahai Abû Bakar, kenapa anda memerangi manusia padahal Nabî bersabda: "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan lâ ilaha illâllôh, dan siapa yang mengucapkannya, harômlah darah dan jiwanya, kecuali dengan cara yang haq. Adapun hisabnya diserahkan pada Allôh. Lalu berkatalah Abû Bakar: "Demi Allôh, akan aku perangi orang-orang yang membedakan antara sholât dan zakat! Karena zakat adalah hak Allôh dan Rosûl-Nya. Karena zakat adalah hak Allôh atas harta. Demi Allôh, jika ada yang enggan membayarkan zakat padahal ia telah menunaikannya di masa Rosûlullôh, akan aku perangi dia!". Lantas ‘Umar berkata: "Demi Allôh, sehabis itu tidaklah aku melihat kecuali Allôh telah melapangkan dada Abû Bakar untuk memerangi mereka, dan aku yakini bahwa Abû Bakar berada di atas kebenaran."
Di dalam as-Shohîh, Nabî menyebutkan tentang Khowârij dan berkata: "Salah seorang di antara kalian akan menganggap sedikit sholâtnya dibanding sholât mereka, dan akan menganggap sedikit shoumnya dibandingkan shoum mereka, demikian pula qirô‘ahnya dibandingkan dengan qirô‘ah mereka. Mereka juga membaca al-Qur-ân, tapi qirô‘ah itu tak melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar dari sasarannya. Di manapun kalian temui mereka, maka bunuhlah mereka! Karena dalam membunuhnya terdapat pahala di sisi Allôh bagi orang-orang yang membunuhnya kelak pada Hari Qiyâmat.
Lantas apabila orang yang sholât malam saja, yang juga puasa di siang harinya, mereka juga membaca al-Qur-ân, Nabî perintahkan untuk memeranginya karena mereka meninggalkan as-Sunnah dan al-Jamâ‘âh, lalu bagaimana lagi dengan kelompok-kelompok yang tidak berkomitmen dalam Syari‘at Islâm? Allôh Maha Mengetahui." [lihat: Ibnu Taimiyah, al-Fatawâ al-Kubrô].

Imâm Ibnu Katsîr رحمه الله mengomentari kitâb Ilyasiq dalam tafsîrnya sebagai berikut: "Allôh Ta‘âlâ mengingkari orang yang keluar dari hukum Allôh yang mantap dan sempurna, meliputi segala kebaikan, yang tercegah dari segala keburukan, lalu orang itu berpaling kepada hukum yang lainnya, yang berasal dari pemikiran-pemikiran dan hawa nafsu dan peristilahan yang dibuat oleh pembesar-pembesar mereka, tanpa sandaran dari syari‘at Allôh, sebagaimana kaum jâhilîyyah berhukum dengannya yang berasal dari kesesatan dan kebodohan yang semua itu diletakkan di atas dasar pandangan-pandangan (logika) dan hawa nafsu mereka. Dan sebagaimana berhukum dengannya pembuat UU (legislatif, dalam hal ini Tatâr) berdasarkan siyasah kerajaan yang diambil dari mereka, Genghis Khan, yang membuat undang-undang bagi mereka, yang disebut Ilyasiq. Ilyasiq ini berasal dari kompilasi (gado-gado) hukum campuran dari beberapa hukum yang berbeda-beda, yaitu: UU Nashrônî, Yahûdi, dan sedikit cuilan dari hukum Islâm, dan yang lainnya. Di dalam Ilyasiq pula terdapat banyak ketentuan yang murni berasal dari pandangan dan hawa nafsu Genghis Khan. Kemudian Ilyasiq dijadikan syari‘at yang wajib oleh kalangan keluarga (keturunan mereka / Tatâr), yang lebih didahulukan daripada berhukum dengan hukum Allôh dan Sunnah Rosûlullôh ﷺ. Maka siapa saja yang melakukan hal tersebut, maka dia telah kâfir, wajib memeranginya sampai ia kembali kepada hukum Allôh dan Rosûl-Nya, dan tidak berhukum kepada selain hukum Islâm, baik dalam urusan yang sedikit maupun banyak." [lihat: Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qur-ân al-‘Azhîm II/67].

Dalam al-Bidâyah wan-Nihâyah, Imâm Ibnu Katsîr رحمه الله menjelaskan: "Siapa saja yang meninggalkan hukum yang muhkam (baku) yang diturunkan kepada Muhammad ibn ‘Abdillâh, penutup para nabî, dan dia malah merujuk hukum kepada hukum-hukum (Allôh) yang sudah dihapus, maka dia telah kâfir. Maka apa gerangan dengan orang yang mengacu kepada Ilyasiq (Yassa) dan dia mendahulukannya daripada ajaran Allôh, maka dia kâfir dengan ijma’ kaum Muslimîn.” [lihat: Ibnu Katsîr, al-Bidâyah wan-Nihâyah XIII/119].

📍 Kata Syaikh Shôlih ibn Fawzân al-Fawzân حفظه الله:

ومشل القانون والذي ذكره عن التتار وحكم بكفر من جعله بديلا من الشر يعة الإسلامية - مشله القوانين الوضعية التي جعلت اليوم في كثير من يسمونه بالأحوال الشخثية

(arti) _"Dan yang sama dengan undang-undang yang beliau (Ibnu Katsîr) sebutkan tentang Tatâr dan dia hukumi kekâfirannya bagi yang menjadikannya sebagai ganti Syari‘at Islâm, adalah seperti qowânîn al-wadh‘iyah (undang-undang buatan manusia) yang saat ini di banyak negara dijadikan sumber hukum, dan karenanya dihilangkan hukum syari‘at kecuali dalam masalah yang mereka sebut al-ahwâl asy-syakhtsiyyah (kawin, rujuk cerai waris -penterjemah)."_ [lihat: al-Irsyad ilâ Shohîh al-I‘tiqod, cetakan Idarot al-Buhûts al-Ilmiyyah tahun 1412 H, jil 1 hal 74].

Jadi semua produk hukum di negeri ini, mulai dari UUD, UU, PP, KepPres, InPres, PerPres, PerMen, PerDa, dst peraturan turunannya, walau mengatasnamakan "Ketuhanan Yang Maha Esa" (silakan check, pasti di pembukaannya ada kalimat tersebut), termasuk juga pada KUHP (di dalam keputusan Pengadilan), namun hakikatnya adalah tetap saja semuanya adalah "hukum buatan manusia" (qowânîn al-wadh‘iyah). Di mana bahkan ada yang asal-usulnya adalah "Wetboek"-nya Kolonial Belanda, yang asalnya lagi adalah dari hukumnya bangsa Pagan Romawi. Jadi kalimat "Atas nama Tuhan Yang Maha Esa" itu pada dasarnya hanyalah "lips service" belaka, karena aktualnya penguasa tertinggi adalah manusia, bukan الله Subhânahu wa Ta‘âlâ.

Sungguh apa yang dikatakan oleh si ngustad "Tumpahkan Darahnya" itu adalah pengejawantahan dari Ilyasiq, atau ideologi NASAKOM gaya baru. NASAKOM karena mencoba menggabungkan semua ideologi dengan Syari‘at, di mana selama aturan Syari‘at masih sesuai (dengan hawa nafsunya), maka Syari‘at diambil, sedangkan apabila tak sesuai, maka Syari‘at akan ditinggal dengan cukup mengatakan: "tak ada pengingkaran".

GPK Kokohiyyun itu hanya mengaku-ngaku saja mengajak manusia kepada Syari‘at, namun hakikatnya meraka sama sekali tidak, bahkan jauh dari Syari‘at!

📍 Persis seperti apa yang diperingatkan oleh Shohâbat ‘Abdullôh ibn Mas‘ûd رضي الله عنه:

سَتَجِدُونَ أَقْوَامًا يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ يَدْعُونَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ ، وَقَدْ نَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ

(arti) _"Sungguh kalian akan mendapati kaum-kaum yang mereka menyangka bahwasanya mereka mengajak kalian kepada Kitâbullôh, namun ternyata mereka melemparkannya ke belakang punggung mereka."_ [lihat: Sunan ad-Dârimî, Muqoddimah].

Semoga Ummat Islâm semakin paham bahwa betapa berbahayanya ideologi / ‘aqidah rusak mutant hybrid abominasi "murji-ah ma‘al hukkâm, khowârij ma‘ad du‘ât" tersebut.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Nasakom Gaya Baru - Kajian Medina

Arsyad Syahrial
24 Desember pukul 13.03 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.