Kalau mau gontok-gontokan dalam berpendapat, pada akhirnya yang akan menang adalah Madzhab Zhohiri. Mengapa? Sebab, Madzhab Zhohiri adalah madzhab terkeras. Mereka selalu berpegang teguh dengan teks-teks secara zhohir, kaku dan menolak analogi-analogi Qiyas yang dianggap menyelewengkan teks. Sehingga berdebat dengan Madzhab Zhohiri akan selalu berujung pada pertanyaan, "Mana ayat atau hadisnya?" Kalau ada maka diterima, kalau tidak ada maka ditolak. Masalahnya, seringkali bukan karena tidak ada teks. Tapi cara memahami teks yang berbeda antara mayoritas ulama dengan minoritas Zhohiri tersebut.
Mungkin mereka merasa kokoh dengan prinsip yang mereka pegang. Tapi sebenarnya itu adalah kekokohan yang dibangun di atas kejumudan pemahaman. Oleh sebab itu, mayoritas ulama menolak madzhab itu. Bahkan Imam Nawawi menolak memasukkan Daud (pencetus Madzhab Zhohiri) ke dalam komunitas Ijma' dan Khilaf. Artinya, penyelisihan Daud tidak dianggap sebagai perusak Ijma' dan persetujuannya tidak dianggap sebagai penguat Ijma'.
Imam Nawawi mengatakan:
وَالْمُخْتَارُ عِنْدَ الْأُصُولِيِّينَ أَنَّ دَاوُد لَايُعْتَدُّ بِهِ فِي الْإِجْمَاعِ وَالْخِلَافِ
"Menurut pendapat yang terpilih oleh para ahli Ushul, Daud tidak diperhitungkan dalam Ijma' dan Khilaf." (Al Majmu', 2/357)
Begitulah, pada akhirnya kekerasan dan kekakuan dalam berpendapat hanya akan menjadikan manusia berpaling satu-persatu meninggalkannya hingga akhirnya punah atau minimal menjadi langka seperti nasib Madzhab Zhohiri pada zaman ini.
Wallahu a'lam.
Danang Kuncoro Wicaksono
13 jam ·
#Danang Kuncoro Wicaksono