Risalah Maulid (4)

Risalah Maulid (4) - Kajian Medina
RISALAH MAULID (4)

Telah tiba masa dimana sebagian muslim lebih peduli dengan kegiatan/agenda kelompoknya sendiri, jamaahnya sendiri, kajiannya sendiri, syaikhnya sendiri, gurunya sendiri, dan individu mereka masing masing; sedangkan kegiatan yang berkenaan pribadi dan sirah perjalanan hidup Nabi malah enggan. Subhanallaah..

Pengagungan terhadap Nabi mereka katakan sesuatu yang berlebihan. Lain cerita jika acara itu menyangkut organisasi/jamaah mereka, maka tidak dianggap berlebihan/haram. Padahal telah jelas bagaimana kecintaan dan pengagungan sahabat terhadap Nabi, yang ditunjukkan dengan berbagai ekspresi. Apakah ekspresi-ekspresi tersebut disalahkan Nabi? Akan kita paparkan nanti bagaimana ekspresi-ekspresi kecintaan para sahabat terhadap Nabi.

Bahkan jika kita menelisik lebih dalam kitab-kitab para ulama, kita temukan bahwasanya para Ulama memiliki sikap yang inshaf dalam menilai peringatan Maulid Nabi. Dan hal tersebut ditunjukkan dengan keterangan-keterangan berikut.

1. Syaikhul Islam Imam Ibn Hajar Al Asqalani. Di ceritakan :

أَنَّهُ سُئِلَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ حَافِظُ الْعَصْرِ أَبُو الْفَضْلِ أَحْمَدُ بْنُ حَجَرٍ عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ فَأَجَابَ بِمَا نَصُّهُ أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنْ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنْ الْقُرُونِ الثَّلَاثَةِ وَلَكِنَّهَا مَعَ ذَلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا فَمَنْ تَحَرَّى فِي عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَ بِدْعَةً حَسَنَةً وَمَنْ لَا فَلَا

Bahwasanya Syaikhul Islam Hafizh Al 'Ashr(Ulama Hadits Zaman ini) Abul Fadhl Ahmad bin Hajar ditanya tentang hukum Maulid, beliau menjawab: "Pada dasarnya maulid adalah bid'ah dan tidaklah dinukil satu pun dari salafush shalih yang ada pada tiga zaman, namun demikian pada acara tersebut terkandung di dalamnya kebaikan-kebaikan dan juga sebaliknya. maka, siapa saja yang pada acara itu hanya melakukan hal-hal yang baik dan menjauhi yang buruk, maka itu adalah bid'ah hasanah, dan jika tidak demikian, maka tidak boleh."

قَالَ وَقَدْ ظَهَرَ لِي تَخْرِيجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ وَهُوَ مَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَسَأَلَهُمْ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ أَغْرَقَ اللَّهُ فِيهِ فِرْعَوْنَ وَنَجَّى فِيهِ مُوسَى فَنَحْنُ نَصُومُهُ شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى } فَيُسْتَفَادُ مِنْهُ فِعْلُ الشُّكْرِ لِلَّهِ عَلَى مَا مَنَّ بِهِ فِي يَوْمٍ مُعَيَّنٍ مِنْ إسْدَاءِ نِعْمَةٍ وَدَفْعِ نِقْمَةٍ وَيُعَادُ ذَلِكَ فِي نَظِيرِ ذَلِكَ الْيَوْمِ مِنْ كُلِّ سَنَةٍ وَالشُّكْرُ لِلَّهِ يَحْصُلُ بِأَنْوَاعِ الْعِبَادَةِ كَالسُّجُودِ وَالصِّيَامِ وَالصَّدَقَةِ وَالتِّلَاوَةِ وَأَيُّ نِعْمَةٍ أَعْظَمُ مِنْ النِّعْمَةِ بِبُرُوزِ هَذَا النَّبِيِّ الَّذِي هُوَ نَبِيُّ الرَّحْمَةِ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ

Dan Imam Ibn Hajar berkata : ”Telah nampak bagiku riwayatnya pada pijakan yang kokoh, yaitu yang terdapat dalam Shahihain bahwa Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam datang ke Madinah, dia mendapatkan orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada hari ‘Asyura, lalu dia menanyakan mereka.

Mereka menjawab: “Ini adalah hari di mana Allah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai ungkapan syukur kepada Allah Ta’ala.” Maka, faidah dari kisah ini adalah melakukan perbuatan syukur kepada Allah atas karunia yang diberikanNya di hari tertentu berupa nikmat dan dijauhi dari bencana, dan mengulangi hal itu pada hari tersebut di setiap tahunnya.

Bersyukur kepada Allah bisa dilakukan dengan bermacam-macam ibadah seperti sujud, puasa, sedekah, dan tilawah. Dan, nikmat apakah yang paling besar dibanding nikmat kelahiran Nabi yang mulia ini, dialah Nabi yang menjadi rahmat pada hari itu." (Ibn Hajar Al Haitamiy, Tuhfatul Muhtaaj, 31/377-378)

Bahkan terdapat ayat Qur'an yang berbunyi :

وَذَكِّرْهُم بِأَيّٰمِ اللّٰه..

"Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allaah.." (QS. Ibrahim[14] : 5)

Imam Al Bayhaqi dari Ubay Ibn Ka'ab, meriwayatkan dari Rasulullah bahwa Ayyamillah(Hari hari Allaah) ini ditafsirkan sebagai nikmat dan karunia Allaah.
Karena itu, kelahiran Nabi Muhammad termasuk nikmat dan karunia yang layak diperingati, dengan tanpa berlebih lebihan. (Ali Jum'ah, Al Bayan, 1/173)

2. Al Imam Al ‘Iraqi berkata :

إن اتخاذ الوليمة وإطعام الطعام مستحب في كل وقت، فكيف إذا انضم إلى ذلك الفرح والسرور بظهور نور النبي صلى الله عليه وسلم في هذا الشهر الشريف، ولا يلزم من كونه بدعة كونه مكروها، فكم من بدعة مستحبة بل قد تكون واجب

“Sungguh melakukan perayaan (walimah) dan memberikan makan disunnahkan pada setiap waktu, apalagi jika padanya disertai dengan kesenangan dan kegembiraan dengan kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam pada bulan yang mulia ini, dan tidaklah setiap bid’ah itu makruh (dibenci), betapa banyak bid’ah yang disunnahkan bahkan diwajibkan” (Ad Durar As Saniyah, Hal. 19)

3. Al Imam Al Muhaddits As Sakhawi berfatwa :

قال السخاوي إن عمل المولد حدث بعد القرون الثلاثة ثم لا زال أهل الإسلام من سائر الأقطار والمدن الكبار يعملون المولد ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات ويعتنون بقراءة مولده الكريم ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم

"Sesungguhnya amalan maulid baru terjadi setelah tiga zaman (maksudnya zaman nabi, sahabat, dan tabi’in), kemudian penduduk Islam di seluruh penjuru dan kota-kota besar melakukannya dan mereka bersedekah pada malam harinya dengan berbagai macam sedekah dan secara khusus membaca kisah kelahirannya yang mulia, dan nampaklah keberkahan bagi mereka pada setiap keutamaannya." (Ad-Dimyati, I'anathuth Thalibin, 3/364)

4. Imam Abu Syamah (Gurunya Imam Nawawi), berfatwa :

ومن أحسن ما ابتدع في زماننا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقات والمعروف وإظهار الزينة والسرور فإن ذلك مع ما فيه من الإحسان للفقراء مشعر بمحبة النبي صلى الله عليه وسلم وتعظيمه في قلب فاعل ذلك وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي أرسله رحمة للعالمين

"Di antara bid'ah terbaik yang ada pada zaman kita adalah apa yang dilakukan pada setiap tahun di hari bertepatan dengan kelahiran Nabi shallallahu 'alayhi wasallam, mereka bersedekah, melakukan hal yang ma'ruf, menampilkan keindahan dan kebahagian, sebab yang demikian itu selain merupakan bukti berbuat baik kepada para fuqara juga merupakan wujud mencintai Nabi shallallahu 'alayhi wasallam dan memuliakannya di hati pelakunya, yang telah bersyukur kepada Allah Ta'ala atas karunia kehadiran Nabi shallallahu 'alayhi wasallam yang diutusNya sebagai rahmat bagi semesta." (Ad Dimyati, I'anatuth Thalibin, 3/364)
___________
Oleh: Ustadz Muhammad Rivaldy hafizhahullāh.

Risalah Maulid (4) - Kajian Medina


Robi Maulana Saifullah
18 November pukul 13.02 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.