Mereka tidak terima jika dikatakan buta fiqhul waqi'. Tapi sepak terjangnya menunjukkan mereka bukan hanya buta. Bahkan bisa dibilang jahil murakkab terhadapnya. Mereka bangga, karena syaikh-syaikhnya juga telah menulis seputar persoalan fiqhul waqi'. Dan memang demikian adanya.
Cuma masalahnya adalah, yang dibilang buta fiqhul waqi' itu mereka, bukan para masyaikh itu. Tidak ada yang pernah mengatakan bahwa jika syaikhnya telah menulis tentang fiqhul waqi', maka mereka juga akan paham secara otomatis!.
Kalau mereka paham fiqhul waqi', maka mereka akan tahu kapan saatnya berkata-kata dan kapan saatnya diam. Mereka tahu, kapan saatnya menyelesaikan persoalan internal ummat dan kapan saatnya menghadapi agresi yang berasal dari eksternal ummat.
Kalau mereka paham fiqhul waqi' mereka pasti tahu, ketika fitnah terhadap agama merebak dan posisi kaum Muslimin sangat sulit, kepada siapa wala' harus diberikan dan kepada siapa bara' harus diarahkan.
Kalau mereka paham fiqhul waqi', mereka pasti tahu kapan harus mengalah (kendati dirinya yakin pendapatnya lebih tepat) untuk mashlahat yang lebih jauh besar bagi agama dan ummat secara umum, dan kapan saatnya ngotot dan berani adu argumen.
Nah, mereka yang bergembira saat saudara Muslimnya terpojok oleh kebatilan dan tidak senang ketika mereka mendapat kemenangan, hanya karena asumsi beda manhaj, itu tandanya dia jahil fiqhul waqi'. Para sahabat saja gembira dengan kemenangan Romawi atas Persia, padahal mereka beragama Nashrani. Sebab musuh mereka bangsa persia kekufurannya jauh lebih besar, karena mereka menyembah api dan didukung para penyembah berhala di Makkah.
Mereka yang rela menjadi kaki tangan musuh Islam menghadapi saudara Muslimnya hanya karena asumsi beda manhaj, tandanya jahil terhadap fiqhul waqi. Mu'awiyah menolak keras tawaran kerja sama Romawi menghadapi Khalifah Ali, bahkan balik mengancam bangsa Romawi jika ikut campur masalah mereka. Padahal, saat itu sengketa antara kedua sahabat yang mulia ini sangat sengit.
Mereka yang suka mengeluarkan statemen yang bisa menguatkan kezaliman musuh-musuh Islam atas kaum Muslimin hanya karena asumsi beda manhaj, itu tandanya dia jahil terhadap fiqhul waqi'. Al-Hasan Al-Bashri pernah keras mengingakari Anas bin Malik Radhiallahu Anhu karena mengabarkan kepada Al-Hajjaj bentuk hukuman terberat yang pernah Nabi berikan kepada sekelompok orang dari Urainah; yang kemudian menjadikan Anas bin Malik menyesal.
Mereka yang terlalu gampang mengeluarkan fatwa-fatwa sesat untuk menghalalkan darah saudara Muslimnya di zaman fitnah, hanya karena asumsi beda manhaj, itu tandanya dia jahil terhadap fiqhul waqi'. Abu Hurairah saja menyembunyikan sebagian hadits-hadits yang dia ketahui dari Nabi terkait penguasa-penguasa bani Umayyah karena jangan sampai menjadi fitnah dan pertumpahan darah.
Masih banyak lagi. Dan kita hanya berdo'a, semoga Allah memberikan kita kepahaman dalam agama, meluruskan jalan hidayah kepada kita, serta menjadikan kita sumber-sumber cahaya bagi orang lain, dan bukan sumber fitnah dan perpecahan.
(Dari Status Lama)
Wallahu A'lam.
Rappung
Perdana Akhmad,S.Psi
17 jam ·
#Taammulat
#Perdana Ahmad Lakoni
