Haram Tasyabbuh
Larangan Tasyabbuh dengan orang kafir di tahun baru biasanya difatwakan oleh kalangan tertentu. Maksudnya ingin mengharamkan pesta tahun baru, tiup terompet, begadang semalaman, atau segala keriuhan lain malam tahun baru.
Diposisikan bahwa semua itu merupakan budaya kafir, sehingga kita sebagai muslim tidak boleh ikutan merayakannya.
Tentu fatwa semacam ini selain banyak yang mengikuti, juga banyak yang ikutan mengkritisi.
Saya sendiri termasuk kalangan yang melewati malam tahun baru secara biasa-biasa saja, sebagaimana malam-malam lainnya. Tidak keluyuran di jalan, tidak tiup terompet, bahkan juga tidak menunggu jam 12 malam pas pergantian tahun.
Saya juga ogah kalau diminta mengisi kajian renungan malam tahun baru, yang suka digelar beberapa masjid. Bukan apa-apa, kajian kok digelar tengah malam itu bikin saya ngantuk.
Tapi kalau digelarnya bakda Shubuh, oke lah. Memang Shubuh itu kan waktunya shalat dan ngaji.
Tapi ketika saya ditanya,apakah haram bagi seorang muslim ikut merayakan atau bergembira dengan perayaan malam tahun baru, maka saya harus objektif, tidak boleh grasa-grusu bawa selera pribadi.
Kita mulai dari 'illat pelarangannya, yaitu keharaman bertasyabbuh atau menyerupai orang kafir. Memang ada hadits Shahih tentang itu :
من تشبه بقوم فهو منهم
Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum itu.
Pertanyaannya : Apakah semua tradisi kaum non muslim berarti haram kita lakukan?
Jawabannya agak rumit juga. Apalagi kalau kita masukkan beberapa fakta unik seperti beberapa hal berikut :
1. Alas Kaki di Masjid
Masjid di masa kenabian itu tidak ada karpet atau keramiknya, maka di masa kenabian para shahabat masuk masjid dengan tetap memakai sendal dan sepatu mereka.
Sebaliknya justru budaya orang Yahudi malah melepas sendal dan sepatu ketika masuk rumah ibadah mereka.
Dan Nabi SAW sangat konsern dalam urusan kecil ini. Secara khusus Beliau tegaskan untuk berbeda dengan Yahudi dalam urusan lepas dan pakai alas kaki.
خَالِفُوااليَهُودَ فَإِنَّهُمْ لاَ يُصَلُّونَ فيِ نِعَالِهِمْ وَلاَ خِفَافِهِمْ
Berbedalah kalian dari Yahudi. Mereka tidak shalat memakai sandal atau sepatu. (HR. Abu Daud dan Al-Hakim)
Barangkali ajaran semacam itu juga warisan dari NAbi Musa alaihissalam, ketika diperintah melepaskan sendalnya di Wadil Muqaddas dulu, sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran :
إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ ۖ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى
Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. (QS. Thaha : 12)
Tapi kenyataannya, saya kesulitan mencari masjid di hari ini yang masih memperbolehkan masuk pakai alas kaki. Semua kita melepas alas kaki. Apakah kita sudah bertasyabbuh dengan Yahudi?
Ini jadi bahan pembahasan menarik.
2. Mihrab
Hampir semua masjid di dunia rata-rata punya mihrab, yaitu ruang khusus imam ketika memimpin shalat. Biasanya menjorok ke dalam membuat dindinga depan masjid tidak rata.
Mihrab ini banyak disebut dalam Al-Quran, misalnya Nabi Zakaria.
كلما دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا
Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. (QS. Ali Imran : 37)
Mihrab ini tidak pernah dibangun di masa kenabian, masjid Nabawi dan masjid Al-Haram Mekkah hingga hari ini juga tidak ada mihrabmya.
Mengapa?
Oleh sebagian kalangan, mihrab ini dianggap ciri khas bangunan rumah ibadah ahli kitab. Tapi kenyataannya, nyaris seluruh masjid di dunia ada mihrabmya. Masjid Umawi di Damaskus, Masjid Sultan Ayyub di Istambul, Masjid Al-Azhar di Mesir, termasuk masjid Istiqlal di Jakarta.
Apakah masjid-masjid itu telah melakukan pelanggaran Tasyabbuh? Ini menarik untuk dikaji.
3. Kubah dan Menara Masjid
Yang paham arsitektur pasti tahu bahwa kubah itu ciri khas bangunan gereja di Eropa Timur. Bukti sederhananya adalah bangunan Aya Sofia (Hagia Sofia) di Istambul.
Bangunan yang sekarang ini disulap jadi masjid, asalnya adalah gereja. Uniknya, bangunan ini sejak masih gereja sudah berkubah. Ternyata memang gereja disana memang berkubah.
Padahal dalam sirah nabawiyah tidak ada catatan adanya kubah pada masjid Nabawi. Masjid itu malah tanpa atap juga tanpa menara.
Catatan sejarah menyebutkan bahwa ketika Khilafah Turki Utsmani berkuasa lah mulai banyak model kubah di atas masjid.
Bandingkan dengan bentuk masjid Demak dan Kudus yang tidak ada kubahnya, hanya Limasan joglo saja. Bentuk itu diduga karena tidak terbawa gaya Turki, tapi merupakan ciri arsitektur lokal.
Uniknya, Turki pernah menguasai Mekkah Madinah. Maka kita menyaksikan banyak kubah kecil-kecil di masjid Al-Haram dan Nabawi, bahkan masjid Nabawi punya satu kubah hijau besar yang terkenal.
Masjid Umar di Palestina punya kubah berwarna kuning keemasan. Di samping Aya Sofia berdiri masjid besar indah berkubah biru dinamakan The Blue Mosq. Dan masjid Istiqlal di Jakarta kubahnya putih bersih seperti bukan purnama terbit.
Apakah masjid berkubah ini termasuk Tasyabbuh dengan ciri bangunan geraja Eropa Timur?
Ini jadi tema diskusi menarik.
oOo
Maka bagaimana sesungguhnya ketentuan tentang larangan Tasyabbuh ini?
Kita sepakat ada larangan itu, tapi kita tidak sepakat tentang batasannya. Itu pointnya yang bisa kita sepakati.
1. Jas Dasi Sepatu Haram
Konon di masa penjajahan Belanda, KH Hasyim Asy'ari pernah mengharamkan umat Islam mengenakan jas,dasi dan sepatu. Alasannya karena menyerupai Belanda.
Namun putera Beliau, KH Wahid Hasyim justru fotonya pakai jas dan dasi. Beliau adalah menteri agama RI pertama.
2. Ulang Tahun Haram
Emak-emak hijrah banyak juga yang mengharamkan acara ulang tahun, nyanyikan happy birthday, tiup lilin dan make a wish. Katanya, itu budaya barat yang kafir.
Terus istilahnya diganti jadi : milad. Nah kalau milad boleh. Githu . .
Padahal natal dalam bahasa Arab disebut : Idul Milad. Nah lo kan jadi pusing lagi.
3. Jeans dan Topi Koboy
Celana jeans dan topi koboy itu kira-kira budaya kafir apa nggak? Itu saja kita tidak sepakat. Kalau koboy nya sih rata-rata bukan muslim.
Tapi apakah pakaian mereka bisa dianggap pakaian khas kafir? Nah, sampai matahari terbit diskusi kita tidak akan selesai-selesai juga.
Namanya juga masalah khilafiyah. . .
KESIMPULAN
Lalu apa kesimpulannya?
Masa cuma menarik untuk dikaji doang. Apa Saya tidak berani menyimpulkan? Begitu banyak yang tanya.
Kesimpulannya, kita umat Islam ini sepakat haramnya bertasyabbuh alias meniru-niru orang kafir. Tapi kita masih belum bersepakat tentang detail dan batasannya.
Dan pada hal-hal yang masih jadi perbedaan pendapat, kita masing-masing saling menghormati perbedaan itu. Siapa tahu besok kita pindah dari pendapat A jadi pendapat B. Sebaliknya, lawan diskusi kita malah pindah dari pendapat B jadi pendapat A.
Ahmad Sarwat
25 Desember pada 09.47 ·