Ushul Fiqih dan Manhaj Beragama Yang Benar

Ushul Fiqih dan Manhaj Beragama Yang Benar - Kajian Medina
Syaikh 'Amir Bahjat pernah mengatakan, "Seandainya tidak ada ushul fiqih, maka siapapun akan berkata apa saja yang diinginkannya". Beliau membuat ungkapan yang mirip dengan ungkapan Imam 'Abdullah bin Al-Mubarak dalam sanad Hadits.

Itu menunjukkan keduanya sama-sama urgen. Ushul fiqih sangat penting dalam ketepatan kita memahami kandungan hukum dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sedangkan sanad urgen dalam mengecek shahih dhaifnya Hadits yang dinisbatkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam.

Jadi, jika ada yang tak mau mempelajari ushul fiqih, atau melarang mendalami ushul fiqih, maka ia telah tergelincir dan menggelincirkan orang lain dari metode yang benar dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah. Orang yang seperti ini tidak bisa diterima perkataannya dalam hukum dan fatwa.

Muhammad Abduh Negara
16 Desember pukul 07.05 ·


Ushul Fiqih dan Manhaj Beragama Yang Benar - Kajian Medina
Manhaj beragama yang benar adalah anda senantiasa berusaha berada di atas kebenaran, dan itu tentunya dengan landasan ilmu, yang anda ambil dari ahlinya. Dengan pijakan manhaj yang benar ini, akan lahir orang yang senantiasa belajar, mengamalkan ilmunya, dan siap mengubah pendapatnya jika terbukti keliru, sekaligus menghormati ahli ilmu, baik yang pendapatnya ia ikuti ataupun yang tidak ia ikuti.

Bukan yang selalu mengklaim di atas kebenaran, tanpa landasan ilmu yang memadai, dan fanatik buta terhadap pendapat guru atau kelompoknya. Orang yang seperti ini biasanya mudah memvonis sesat orang lain tanpa dasar, sekaligus menganggap pendapat guru atau kelompoknya sebagai kebenaran mutlak yang tak boleh dikritisi.

Muhammad Abduh Negara
13 Desember pukul 08.54 ·


Ushul Fiqih dan Manhaj Beragama Yang Benar - Kajian Medina
"Menyalahkan" bukanlah sikap yang salah. Entah, karena yang ia salahkan memang sebuah kemungkaran yang layak bahkan wajib diingkari dan dianggap salah. Atau dalam konteks debat ilmiah, mengkritik dan menyalahkan pendapat lawan adalah sebuah keniscayaan, dan ini merupakan tradisi para ulama.

"Menyalahkan" menjadi salah, jika yang melakukannya tak punya cukup alat dan kemampuan untuk melakukannya. Ia menyalahkan pihak lain, bukan karena tahu kebenaran berdasarkan ilmu, tapi karena sikap fanatik butanya terhadap pendapat guru atau kelompoknya. Inilah yang tercela.

Hakikatnya, yang dicela bukanlah sikap "menyalahkan"-nya, tapi dasar dan motivasi ia melakukannya, yaitu fanatisme buta pada guru atau kelompok. Wallahu a'lam bish shawab.

Muhammad Abduh Negara
11 Desember pukul 16.43 ·


Ushul Fiqih dan Manhaj Beragama Yang Benar - Kajian Medina
Untuk mengecek pemahaman seseorang, lurus atau menyimpang, saat ini bukan dengan bertanya apakah ia memiliki sanad, atau gurunya siapa, atau sekolah atau nyantri di mana. Tapi lihatlah pemahamannya, dan bandingkan dengan penjelasan para ulama mu'tabar.

Jika selaras, maka berarti pahamnya lurus. Jika beda jauh, dan malah lebih mirip paham kalangan yang tak pernah mandi junub, berarti menyimpang.

Tapi tugas membandingkan ini tentu untuk yang telah belajar 'dalaman' fiqih, bukan hanya kulitnya. Agar ia paham mana yang tsawabit mana yang mutaghayyirat, mana ikhtilaf yang mu'tabar mana yang syadz dan mardud.

Wallahu a'lam.

Muhammad Abduh Negara
6 Desember pukul 22.04 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.