Tabayyun, Menghujat, Berpihak, Kagetan

Tabayyun, Menghujat, Berpihak, Kagetan - Kajian Medina
TABAYYUN, MENGHUJAT, BERPIHAK, KAGETAN

Kalimat diatas akrab disematkan dan dialamatkan kepada kita ketika memberikan koreksi atas ketergelinciran saudara kita oleh para pendukungnya yang fanatik buta.

Kalau ustadz atau ulama beneran pastinya berjiwa besar, kritik dan koreksi tidak akan mengkerdilkan kemuliaan mereka.

Begitu juga yang awam sekalipun, selama focus mengikuti kebenaran, dari manapun datangnya kebaikan, pasti akan diterima. bukannya ,malah mengartikan setiap sanggahan dan bantahan berarti anti dan memusuhi.

Justru nasehat dan pengingat itu wujud kasih sayang sesama muslim. Karena kita tempat salah dan dosa. Terlebih jika kesalahan itu memeiliki dampak sebab diikuti oleh pengikut fanatik.

1. Tabayun

Tabayun itu perlu dilakukan untuk info yang belum jelas, alias simpang siur. Maka sebelum status seseorang ditetapkan A atau B, dilakukan tabayyun terlebih dahulu.

Sedangkan perkara yang sudah gamblang, apalagi tidak berkaitan dengan hukum, itu bukan area tabayun. Pemikiran dibantah dengan pemikiran. Data dikoreksi dengan data.

Sejelas itu masih disuruh tabayun ? Bagian mananya ? Lagian dari awal saya termasuk yang berpendapat beliau hanya keseleo, tidak menvonis telah menghina Nabi. Dan yang saya koreksi juga bukan kesalahannya yang telah diakui, tapi tulisan sok ilmiah yang mengada-ada dan mau membela membabi buta.

2. Menghujat

Disini saya semakin tidak mengerti. Sejak kapan tulisan dengan data dan menukil pendapat ulama diartikan menghujat ? Pada kalimat mana saya menghujat GM ?

Kalau seandainya sebutan pendusta itu menghujat, itu jelas saya tujukan kepada penulis artikel yang memang telah berbuat curang secara ilmiah. Mengatakan sesuatu yang tidak ada dalam dunia kelimuan adalah kejahatan yang serius.

Kalau menyebut Nabi dengan diksi yang tidak mulia seperti rembesan dianggap tidak mengurangi rasa cinta kepada Nabi, Lalu dari mana logikanya kritik dan ketidaksetujuan saya dianggap membenci dan menghujat ?

3. Berpihak

Saya dianggap berpihak karena katanya hanya kritis kepada ormas tertentu tapi diam kepada kesalahan ormas lain.Koq segitunya ?

Tulisan saya biasa saja ke kalangan garis keras yang merasa sunnah sendiri, secara individu saya juga pernah mengkoreksi UAH tentang hadits Iftitah.

Terus orang fasik yang namanya saya sebut tegas seperti Abu Janda apakah berarti menyerang ormas tersebut ?

Seandainya saja saya memihak, mengapa tidak focus saja kepada apa yang saya sampaikan. kalau benar terima, kalau salah, buang ke bak sampah.

Lagian jangan mudah baperan, terus main tuduh orang lain yang dikatakan berpihak, antum mainnya nggak asyik.

4. Kagetan

Kalau marah ketika Nabi atau agama disentil kemuliaannya disebut kagetan, saya dengan bangga mengikrarkan : Sayalah orang kagetan.

Tapi kalau sikap bijak yang diinginkan : saat agama dan Nabi dihina kalem saja, barulah kalau tokoh disentuh boleh ngamuk mencak-mencak. Maaf anda juga kagetan, kagetan plus latah. Cuma nggak ngaku.

Ayolah dulur, biasa saja. Saya bisanya kopas tulisan ulama, ya diambil manfaatnya. Kalau salah ya tinggal dikoreksi. Jangan apa-apa diartikan anti, benci dan memusuhi.

Dulu kita sering meneriaki kelompok yang merasa paling benar sendiri dengan kata Wahabi, apakah penyakit itu telah berpindah ke kita hari ini ?

Al Faqir AST

Ahmad Syahrin Thoriq
3 Desember 2019 (17 jam · )

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.