by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Salah satu keajaiban zaman modern adalah maktabah syamilah. Selain bisa didownload gratis atau copy harddisk, juga praktis untuk dimiliki karena tidak perlu memiliki kitab berlemari-lemari yang memakan tempat.
Karena berupa software, Maktabah syamilah berperan juga sebagai mesin pencari dengan menggunakan kata kunci tertentu pada semua buku yang terinstall di dalamnya.
Dan karena sifatnya open source, makanya siapa saja bisa saja memilikinya dengan menginstallkannya di komputer masing-masing. Mengerti atau tidak mengerti apa isi kitabnya, pokoknya install saja dulu. Yang lucu adalah mereka yang tidak melek bahasa Arab pun ikut-ikutan install juga.
Namun yang sering bikin saya senyum-senyum sendiri adalah kelakukan banyak orang yang saling membanggakan jumlah kitab koleksinya. Jadi maktabah syamilah sendiri sebenarnya bisa dicustom sendiri, kitab-kitabnya bisa didownload di internet, demikian juga software aslinya.
Makin banyak isi kitabnya, biasanya pemiliknya makin bangga dan merasa lebih unggul dari yang lain.
Suatu hari ada seorang jamaah bertanya, berapa jumlah koleksi kitab di maktabah syamilah di komputer saya. Saya jawab polos dan apa adanya begini : Tadinya sih banyak, ada ribuan. Tapi akhirnya saya hapus-hapusin, jadi tinggal seratusan saja. Sebab yang saya butuhkan tidak sebanyak itu”.
Yang tanya bingung, Kok dikit banget koleksi antum, Ustadz?. Punya saya saja ada sekian belas ribu kitab.
Saya balik bertanya,”Ngomong-ngomong punya koleksi kitab sebanyak itu apa pernah dibaca semua? Setidaknya bacain judul-judulnya doang?”
Yang ditanya mesam-mesem sambil tersipu malu menjawab,”Nah itu dia ustadz, boro-boro baca judulnya, Lha wong baca teks arabnya juga saya bingung banget. Maklum, kursus bahasa Arabnya mandeg-mandeg melulu”.
Bagi saya, kalau saya butuh suatu buku yang belum ada di maktabah syamilah saya, barulah saya searching di internet dan saya install. Jadi masuknya suatu buku ke komputer saya ada ceritanya, ada asbabun-nuzulnya. Tidak tiba-tiba langsung gedubrak semua didownload dan diinstall begitu saja, paham atau tidak paham.
Kira-kira kayak turunnya ayat-ayat Al-Quran di masa kenabian. Walaupun totalnya mencapai 6.236 ayat, namun turunnya sepanjang durasi 23 tahunan. Bukan waktu yang sebentar memang.
Dan puncaknya yang lebih penting dari semua yang penting, berapa banyak lagi buku bisa ente tuliskan dengan bermodalkan maktabah syamilah? Membaca itu kalau hanya berhenti sekedar jadi ilmu, maka tidak terlalu banyak manfaatnya, kecuali hanya untuk diri sendiri.
Membaca yang berkah itu adalah membaca dan kemudian menuliskannya kembali, sesuai dengan bahasa dan kebutuhan masyarakat pembacanya. Jadi prinsipnya dari buku jadi buku, dari kitab jadi kitab.
Jadi saya bilang, punya maktabah syamilah itu tidak harus syamil-syamil amat, kalau ternyata nggak dibaca juga. Yang penting bukan banyaknya koleksi, tapi apakah kita membaca isinya dan paham apa tidak?
Ahmad Sarwat
26 Agustus pukul 12.44 ·
#Ahmad Sarwat