Jawabannya bukan agar kita berpangku tangan dan diam saja. Bukan juga untuk menjadikan Tuhan sebagai "kambing hitam" atas kegagalan kita sendiri. Keduanya bukan ajaran agama.
Tujuannya tak lain adalah:
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
"Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri," [Surat Al-Hadid 23]
Kalau usaha kita gagal, maka tak perlu sedih sebab kegagalan itu sudah direncanakan oleh Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ia punya rencana di balik kegagalan yang menimpa kita.
Sebaliknya bila usaha kita berhasil, maka jangan sampai sombong dan membanggakan diri. Keberhasilan itu terjadi hanya karena Tuhan sudah merencanakan itu, bukan karena usaha kita sendiri.
Kedua mindset di atas adalah perspektif positif dalam menyikapi keberhasilan dan kegagalan. Mindset ini dimiliki orang yang paham semangat agama.
Abdul Wahab Ahmad
25 Agustus pukul 21.03 ·
#Abdul Wahab Ahmad