by. Ahmad Sarwat, Lc.MA
Salah satu hutang yang jadi peer besar kita yang cinta sunnah adalah masalah ketidak-mampuan menggunakan bahasa Arab.
Padahal dakwah kita tiap hari selalu membela sunnah, menghidupkan sunnah, dan berjuang untuk sunnah. Sayangnya, justru kita sendiri yang jauh dari sunnah.
Padahal . . .
1. Allah SWT tidak berbicara kepada kita kecuali lewat wahyu Al-Quran yang berbahasa Arab. Semua kitab tafsir pun ditulis dalam bahasa Arab.
2. Semua perkataan dan hadits percakapan Nabi SAW juga berbahasa Arab. Padahal Nabi SAW bisa saja belajar bahasa Ibrani, Persia, Romawi dan bahasa apapun di dunia ini. Mudah sekali bagi Beliau menguasai semua bahasa di dunia.
Tapi Beliau tetap bangga berbahasa Arab, sama sekali tidak berusaha menggunakan bahasa selain Arab. Walau pun umatnya terdiri dari berbagai ras dan bangsa.
3. Bahasa yang digunakan oleh para shahabat para pewaris Nabi juga bahasa Arab. Padahal banyak juga dari mereka yang bukan asli Arab.
Mana ada hadits yang mereka riwayatkan yang tidak berbahasa Arab? Mana ada tafsir yang tidak berbahasa Arab? Mana ada ilmu-ilmu keislaman yang ditulis kecuali dalam bahasa Arab.
4. Para tabi'in dan tabi'ut-tabi'in dan ke bawah-bawahnya, semua berbahasa Arab. Padahal di level mereka, banyak sekali mereka yang bukan asli Arab.
Namun semua fasih dan lancar berbahasa Arab, baik lisan maupun tulisan, baik dalam percakapan resmi atau pun dialog sehari-hari.
5. Maka kalau sekarang kita ingin menjaga sunnah, menguasai bahasa Arab menjadi mutlak. Sebab bahasa Arab adalah bahasa Nabi SAW, bahasa para shahabat, bahasa para tabiin, bahasa para salafunash-shalih.
Ngaku-ngaku jadi generasi sunnah, kok nggak bisa bahasa Arab, rada aneh sih. Nuduh-nuduh orang lain tidak sunnah, kita sendiri malah tidak bisa bahasa Arab.
Malu ah . . .
Ahmad Sarwat
11 Agustus pukul 09.24 ·
#Ahmad Sarwat