Kok Al-Ustadz Ad-Duktur Firanda Andirja Diusir

Kok Al-Ustadz Ad-Duktur Firanda Andirja Diusir - Kajian Medina
KOK AL-USTADZ AD-DUKTUR FIRANDA ANDIRJA DIUSIR 
DIA KAN HANYA “QAALALLAHU QAALAR RASUL”

Begitu kira-kira kalimat pembelaan jamaah Ust Firanda Andirja, menyikapi penolakannya di Aceh. “Kata Allah, Kata Rasul” hanya itu yang diungkap Ust Firanda! Tapi mereka seakan menutup mata bagaimana sang ustadz ini mudah menilai sesat akidah Asya’irah dan Maturidiah, pemahaman yang diikuti oleh mayoritas ulama dan umat Islam sepanjang zaman.

Videonya yang berisi penyesatan terhadap umat itu telah kami komentari sekian tahun lalu. Tak lama setelah jawaban itu saya posting di FB dan tersebar di media sosial, muncul tulisan jawaban berjudul “al-Qur’an yang Kita Baca adalah Makhluk Menurut Asya’iroh”. Pada bagian atas tulisan tersebut tertulis “Mohon dapat diteruskan ke al akh Faris Khoirul Anam”.

Lalu di bagian akhir tercantum nama penulisnya “Abu Abdil Muhsin Firanda”. Saya belum memastikan apakah artikel tersebut tulisan langsung Ustadz Firanda. Namun setelah saya baca utuh, saya berkesimpulan memang demikianlah secara umum pendapat dan dalih kelompok seperti Ustadz Firanda ini dalam memberikan penilaian terhadap Akidah Asya’irah.

Mereka yang mengkalim paling nyunnah dan hanya “kata Allah kata Rasulullah” ini “berputar-putar” pada kutipan-kutipan dari al-Baqilani, al-Juwaini, al-Baijuri, dan lainnya. Lalu bersemangat menyamakan Asya’irah dan Mu’tazilah dalam masalah kemakhlukan al-Qur’an (khalq al-Qur’an).

Anda dapat membaca argumen mereka antara lain pada beberapa link berikut ini https://saaid.net/Doat/almuwahid/5.htm dan link

http://www.alhawali.com/main/5901-2-- منهج-الأشاعرة-في-العقيدة-.html

Nah, apabila tulisan tersebut benar dari Ustadz Firanda, perkenankan saya punya kesimpulan bahwa beliau ini tidak mempelajari aqidah Asya’irah sepenuhnya. Namun hanya menukil beberapa perkataan ulama Asya’irah. Itu pun bukan dari kitab-kitab mereka atau dari sumbernya langsung, tapi dari artikel-artikel berbahasa arab yang ditulis oleh ulama yang bukan Asya’irah.

Tulisan atas nama Ustadz Firanda itu kurang lebih seperti artikel di www.saaid.net, atau mengacu pada tulisan Syaikh Safar Hawali berjudul “Manhaj al-‘Asya’irah fi al-‘Aqidah”.

Perkataan ulama Asya’irah itu lalu ditafsirkan atau dikomentari sendiri, atau dikutip namun penjelasan berikutnya disembunyikan atau tidak disertakan. Dalam hal ini Ustadz Firanda hanya berperan sebagai penukil (naqil), bukan peneliti (bahits naqid) kajian-kajian tentang Akidah Asya’irah. Lalu dengan modal itu, dia sudah berani mengatakan akidah Asya’irah sesat.

Beliau tidak meneliti kitab-kitab Asya’irah, atau paling tidak beritikad baik “menoleh” pada kitab-kitab Asya’irah yang telah mengcounter tuduhan-tuduhan itu, semisal Daf’u Syubahit-Tasybih bi Akaffit-Tanzih karya Abul-Faraj Abdurrahman bin al-Jauzi al-Hanbali atau kitab Aqidah al-Imam al-Asy’ari karya Mushthafa bin Abdurrahman al-Aththas, atau kitab ‘Aqaid al-Asya’irah karya Shalahuddin bin Ahmad al-Idlibi.

Selaiknya seseorang tidak mudah menghukumi sesat orang lain. Apalagi yang dikatakan sesat adalah mayoritas umat Islam dan ulama-ulama besar yang telah berjasa besar bagi agama dan umat ini.

Menurut catatan kami, sebelum mengomentari akidah Asya’irah sebaiknya Ustadz Firanda perlu memahami kalam nafsi menurut Asya’irah.

Kedua, Ustadz Firanda tergesa-gesa menyamakan Asya’irah dengan Mu’tazilah. Untuk keperluan tujuan ini, dia merujuk beberapa kitab ulama Asya’irah. Namun sayang ulasan itu dikomentari sendiri, bukan diberi penjelasan sebenarnya atau diberi bandingan penjelasan dari kitab-kitab Asya’irah lainnya.

Dia terkesan sangat memaksakan diri menyamakan Asya’irah dengan Mu’tazilah yang meyakini al-Qur’an adalah makhluk, tanpa dirinci al-Qur’an sebagai kalam nafsi atau sebagai al-Qur’an al-maqru’ (teks yang dibaca).

Setelah menukil-nukil kitab Asya’irah, tiba-tiba dia berkomentar: “Jadi Asyairoh tidak mengingkari pernyataan mu’tazilah bahwa al-Qur’an adalah makhluk.”

Wow! Tidakkah Ustadz Firanda memperhatikan kitab-kitab Asya’irah tentang hal ini. Para ulama Asya’irah justru mengcounter Mu’tazilah. Al-Idlibi sampai menyebut, pendapat bahwa Asya’irah mengatakan al-Qur’an adalah ibarat dari Nabi Muhammmad atau Malaikat, adalah khayalan belaka. Komentar ini harus mereka pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Penolakan di Aceh seharusnya menjadi bahan instropeksi “model dakwah” mereka yang meng-hegemoni kebenaran dan mudah menilai kelompok lain sesat itu.

Wallahul-Musta’an...

H. Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I.
Aswaja NU Center PWNU Jatim

Faris Khoirul Anam
15 Juni pukul 15.13 ·

baca juga Siapa Lagi Yang Mereka Sesatkan?

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.