Ringkasan Sejarah dan Perkembangan Madzhab Syafi'i

Ringkasan Sejarah dan Perkembangan Madzhab Syafi'i - Kajian Medina
RINGKASAN SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MADZHAB SYAFI’I

1. Madzhab Syafi’i telah melewati beberapa fase dalam perjalanan sejarahnya. Perkembangan pertama bermula pada era Dinasti Abbasi secara masif dan belum menjadi madzhab resmi pemerintah seperti dua madzhab lainnya, yaitu Hanafi dan Maliki yang berkembang dengan sokongan dari pemerintah.

2. Madzhab Syafi’i mencapai puncaknya pada era Dinasti Saljuki, Ayyubi dan Mamluki serta melemah pada era Dinasti Utsmani sampai saat ini.

3. Dua metode (thariqat) ulama Iraq dan Khurasan meskipun sering disebut-sebut dalam kitab-kitab fikih, belum ada kajian ilmiah mendalam yang mengupas tentang karakteristik dan perbedaan antara keduanya, serta faktor yang melatarbelakangi terbentuknya dua metode tersebut. Hal ini menjadikan dua metode tersebut sebatas istilah yang pernah eksis pada zaman tertentu kemudian hilang setelah kemunculan para ahli fikih yang menggabungkan dua metode tersebut dalam kitab-kitab mereka.

4. Madzhab Syafi’i pernah mengalami masa keemasan di Iraq dan Persia pada fase awal, kemudian mengalami kemunduran di wilayah itu dan berpindah ke Mesir, Syam dan Hijaz pada fase akhir.

5. Fase purifikasi (tanqih) Madzhab Syafi’i hanya terjadi sekali saja, bukan dua kali.

6. Praktek bermadzhab dengan Madzhab Syafi’i masih terus eksis sampai hari ini, meskipun praktek pengajaran dan fatwa sudah mulai menghilang.

7. Luasnya wilayah geografis dan banyaknya jumlah penduduk yang mengikuti Madzhab Syafi’i dewasa ini menjadikan madzhab tersebut terbanyak pengikutnya kedua setelah Madzhab Hanafi.

8. Para ahli fikih Madzhab Syafi’i terbagi menjadi enam tingkatan: Mujtahid Mustaqil, Mujtahid Muntasib, Mujtahid Muqayyad (Ashabul Wujuh), Mujtahid Fatwa, Pentarjih antara dua syaikh dan para penghafal madzhab.

9. Para ulama Ashabul Wujuh tidak hanya menukil perkataan (qaul) Imam Syafi’i saja, tapi juga melakukan pengembangan dan peluasan madzhab dengan ijtihad dan takhrij mereka. Bahkan, kadang ijtihad mereka dalam suatu masalah fikih berbeda dengan ijtihad Imam Syafi’i.

10. Para ulama tingkat empat, lima dan enam tidak melakukan aktivitas ijtihadi di dalam madzhab. Tapi mereka berjasa dalam mengumpulkan, menertibkan, meneliti, memurnikan dan mengoreksi.

11. Ada perbedaan antara perkataan Imam Syafi’i, madzhab Imam Syafi’i dan madzhab Ulama Syafi’iyah. Tidak semua perkataan Imam Syafi’i disebut madzhab Imam Syafi’i. Tidak semua perkataan Ulama Syafi’iyah disebut madzhab Imam Syafi’i.

12. Upaya tarjih yang pertama kali dilakukan adalah antar perkataam Imam Syafi’i sendiri, yang kemudian dikenal dengan istilah Qaul Qadim (perkataan lama) dan Qaul Jadid (perkataan baru).

13. Qaul Qadim adalah perkataan Imam Syafi’i sebelum berpindah ke Mesir. Sedangkan Qaul Jadid adalah perkataan beliau setelah berpindah ke Mesir. Perkataan beliau ketika di Makkah termasuk Qaul Qadim.

14. Tidak mungkin mengakses Qaul Qadim kecuali melalui media sumber-sumber klasik, yaitu kitab-kitab para ahli fikih. Sebab, kitab-kitab Imam Syafi’i yang lama tidak tersedia saat ini.

15. Kitab Al Umm termasuk sumber primer dalam mengetahui teks-teks perkataan Imam Syafi’i yang baru (jadid). Hanya saja, para ulama Syafi’iyah tidak mencurahkan perhatian yang besar kepada kitab ini, baik berupa penjelasan, ringkasan ataupun catatan kaki. Perhatian terbesar mereka justru tercurah kepada kitab ringkasan (mukhtashar) Al Muzani. Fenomena ini layak mendapat perhatian dan perlu dikaji.

Danang Kuncoro Wicaksono

Sumber : https://danangsyria.wordpress.com/2019/01/31/ringkasan-sejarah-dan-perkembangan-madzhab-syafii/ (31/01/2019)

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.