Salah satu efek kedalaman ilmu-ilmu keislaman adalah munculnya begitu banyak istilah baru yang jumlahnya ribuan. Sampai-sampai banyak pembelajar ilmu agama yang nyaris menyerah dengan berbagai pengistilahan itu.
Dalam ilmu ushul fiqih, ribuan istilah itu amat sulit dipahami oleh para pemula, kecuali setelah diajarkan berkali-kali lengkap dengan berbagai contoh masalah. Begitu juga dalam ilmu fiqih dan ilmu-ilmu keislaman yang lain.
Parahnya, seringkali tiap ulama atau tiap mazhab atau tiap disiplin ilmu menggunakan istilah yang berbeda untuk satu hal yang sama, atau memaknai satu istilah yang sama untuk banyak pengertian yang berbeda.
Untuk contoh kasus yang pertama adalah istilah 'wajib' dalam mazhab Hanafiyah yang sepadan dengan 'sunnah mualkadah' dalam mazhab Syafi'i. Dua istilah yang berbeda untuk satu maksud yang sama. Harus hati-hati sekali kalau masuk area ini.
Untuk contoh yang kedua adalah istilah 'sunnah'. Dalam disiplin ilmu ushul fiqih dan turunannya yaitu ilmu hadits, istilah sunnah itu adalah segala hal yang dikaitkan dengan perkataan dan perbuatan Nabi SAW, termasuk taqrirnya.
Sedangkan dalam disiplin ilmu fiqih, sunnah itu adalah amal yang bila dikerjakan berpahala sedangkan bila ditinggalkan tidak berdosa. Satu istilah yang sama, namun dengan dua pengertian yang berbeda, karena beda disiplin ilmunya.
Kalau kurang-kurang pinter, memang memahaminya jadi agak rumit, belibet, dan puyeng untuk memahaminya. Apalagi ditambah sikap ngotot sambil merasa paling pinter sendiri.
Maka belajar ilmu agama itu memang butuh kesabaran, waktu, guru dan kecerdasan. Tidak asal main fatwa ini haram itu haram semua haram. Anak TK juga bisa kalau cuma begitu doang.
Ahmad Sarwat, Lc.MA
Ahmad Sarwat
4 jam ·
#Ahmad Sarwat