Kalau Mau Piknik Ilmu, Harap Bawa Peta dan Kompas

Kalau Mau Piknik Ilmu, Harap Bawa Peta dan Kompas - Kajian Medina
KALAU MAU PIKNIK ILMU, HARAP BAWA PETA DAN KOMPAS

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Sebagian orang yang sudah berteman di FB dengan saya sejak beberapa tahun lalu, mungkin mengenal saya sebagai orang yang berusaha bersikap terbuka, toleransi terhadap berbagai pendapat ulama, dan sering mengkritisi pihak-pihak yang tidak pernah menghargai perbedaan pendapat ulama, padahal itu khilaf yang mu'tabar.

Khilaf mu'tabar itu perbedaan pendapat yang memenuhi syarat sebagai pendapat yang layak diikuti, meski para ulama berbeda pendapat dalam hal tersebut. Khilaf ini mu'tabar (teranggap) karena ia lahir dari seorang mujtahid, disimpulkan melalui metodologi yang absah dalam fiqih Islam, dan tidak menabrak nash yang sharih dan ijma' yang jelas.

Saya awal mula tertarik mendalami tentang persoalan khilaf ini, dan membaca berbagai referensi tentangnya, karena di harakah yang dulu pernah saya ikuti, secara tradisi dalam beberapa persoalan yang menjadi pakem mereka, seakan kebenaran mutlak ada pada pendapat mereka. Padahal, dari berbagai bacaan yang saya baca, banyak ulama yang kapasitas keilmuannya tak diragukan, bahkan dari masa ke masa, ternyata berbeda pendapat dengan mereka. Ini awal mula saya tertarik mengkaji persoalan ijma'-khilaf ini.

Saya mulai banyak membaca, kemudian menulis, dan juga berdiskusi, tentang persoalan ini. Ini juga yang mungkin membuat seseorang memasukkan saya di jajaran Syaikhul Pramukiyyin, gelar yang sama sekali tidak membuat saya bangga. Hehe... Afwan.

Ada sekian akun yang minta pertemanan ke saya, karena mungkin merasa punya kesamaan, yaitu "sama-sama senang piknik". Namun sayangnya, semakin ke sini, saya menemukan banyak orang yang entah karena tak bawa peta dan kompas, atau entah memang sejak awal tak punya tujuan, akhirnya pikniknya kejauhan, suka nyasar dan kebingungan, tak jelas arah dan tujuan.

Ada yang semua gagasan ditelan, dari manapun gagasan tersebut, dari yang di-i'tibar sebagai ulama dari zaman ke zaman, maupun dari yang bukan, bahkan dari tokoh yang diakui berpikiran liberal, bahkan dari pemikir-pemikir di luar Islam yang jelas tak memiliki worldview Islam.

Seandainya pemikirannya sudah kokoh sebelumnya, tentu menambah referensi dari sumber-sumber semisal ini, tak terlalu masalah. Karena bisa untuk memperkaya wawasan, sekaligus bisa melihat celah pemikiran mereka untuk dikritisi. Tapi sayangnya, tak selalu begitu. Konsep aqidah dan pemikiran Islam yang pokok saja, belum kokoh, tapi sudah banyak menyantap pemikiran yang aneh-aneh, dengan dalih menumbuhkan literasi.

Tidak begini yang dilakukan para ulama terdahulu, salaf maupun khalaf, jika kita memang ingin merujuk ke mereka. Mereka mengawali proses belajarnya dengan memperkokoh pemahaman-pemahaman dasar dalam Islam, dengan mempelajari dasar-dasar ilmu keislaman, melalui para ulama yang shalih dan kokoh serta lurus keilmuannya. Mereka belajar Al-Qur'an, Hadits, Fiqih, Bahasa Arab, dan lain-lain, dengan sudut pandang Islam yang murni.

Ringkasnya, jika ingin piknik, perkuat dulu ilmu-ilmu dasar, setelah itu pikniklah ke kitab-kitab para ulama yang namanya masyhur sebagai ahlul 'ilmi dan ahlut taqwa. Pelajari mana perkara yang mujma' 'alaih dan mana yang mukhtalaf fiih, agar kita bisa toleran pada perbedaan pendapat yang mu'tabar, dan tegas pada perkara yang disepakati ulama.

Dan bagi yang suka menelan apa saja, makanan, sampah dan kotoran dianggap sama. Mohon maaf, sejak awal kita memang berbeda.

Muhammad Abduh Negara II
28 Februari pukul 07.31 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.