Kritik Kepada Salafi

Kritik Kepada Salafi - Kajian Medina
KRITIK KEPADA SALAFI

Assalamualaikum. Kritik antum kepada para salafy dan ustadz2 semoga tidak membuat antum lupa ya bahwa mereka telah mengisi sejarah hidup antum dan sedikit banyak memberikan manfaat, tentu siapa saja yg telah memberikan jalan kebaikan harus selalu kita ingat dan kita doakan. Afwan ujug2 inbox antum. -selesai kutipan-
______

Demikian bunyi pesan masuk dari salah seorang kawan lama saya yang 'Salafi'. Isi pesannya betul dan tidak ada yang salah. Seharusnya memang begitu. Ketika kita mengkritik, bukan berarti kita harus melupakan kebaikan. Sama halnya, dulu di awal belajar agama saya belajar aqidah Asy'ariyah dan Fiqh Syafi'i, lalu kenal dengan Salafi dan belajar Salafi, akhirnya saya kritik aqidahnya Asy'ariyah dan berikut amaliah-amaliah lainnya, lalu apakah saya harus melupakan guru saya dahulu? Tentu tidak boleh. Saya tetap harus mendoakannya bahkan tetap harus berbuat baik dan menjalin hubungan baik. Meskipun kenyataannya, dulu saya tidak demikian malah meninggalkannya (guru saya) karena alasan takut terkena 'syubhat'. Dan saya akui dulu itu salah cara seperti itu.

Ketika saya mulai semakin belajar, dan mulai banyak menemukan hal-hal yang saya anggap kurang sepakat di Salafi, maka muncullah kritikan-kritikan terhadap Salafi. Mulai dari isu bermazhab, tahdzir, amaliah yang dianggap bid'ah seperti qunut subuh dan lainnya, pemilu, isbal, dan seterusnya. Apakah saya tidak boleh mengkritik? Apakah jika saya mengkritik artinya tidak tahu diri karena sudah mendapatkan manfaat dan kebaikan dari Salafi? Tentu tidak begitu! Ini sama saja dengan orang yang kuliah di Mesir tapi tidak boleh mengkritik Al-Azhar karena makan duit Al-Azhar misalnya. Atau ketika ada orang kuliah di Saudi tapi tidak boleh mengkritik Saudi karena sudah makan duit Saudi. Ini tentu tidak benar. Kritik itu tanda cinta dan kepedulian. Berharap yang dikritik itu bisa mengambil pelajaran atau manfaat jika isi kritik itu benar. Sebab, yang tak boleh di kritik adalah Allāh dan Rasul-Nya atau Al-Qur'ān dan Sunnah. Adapun selain itu ada peluang benar dan salah dan terbuka peluang kritik. Apalagi person-person tertentu yang tidak maksum yang otomatis tidak sempurna dan harus mau menerima kritikan.

Sayangnya, di masa ini kritikan dianggap sebagai sebuah serangan permusuhan. Hingga ketika kita mengkritik sesuatu, kita pun akan dijauhi dan tak dianggap lagi bersamanya. Putus hubungan dan seakan berlaku wala dan bara yang tidak pada tempatnya. Padahal dari 100 masalah, yang dikritik misalkan hanya 10 masalah. Lalu apakah hanya karena 10 masalah yang dikritik akhirnya jadi putus persaudaraan? Semoga ke depan kita bisa menjadi insan-insan yang lebih dewasa lagi. Persamaan kita terlalu banyak, namun kadang kita hanya melihat perbedaannya dan berwala' dan bara' pada tempat yang tak seharusnya. Tak ada gading yang tak retak. Tak ada permusuhan yang abadi melainkan terhadap kekufuran dan ahlinya. Allāhu a'lam.

Robi Maulana Saifullah
25 Januari pukul 15.02 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.