Laksana kue Bika, begitu Buya Hamka mencurahkan apa yang ia rasa, "Api membakar dari atas dan dari bawah."
Ketika itu, konteks curhatan Buya Hamka adalah nasib MUI yang ditekan oleh penguasa - hingga bagai terpanggang dari atas; dan dihujani keluhan umat Islam - hingga bak terpanggang dari bawah. Maju kena, mundur kena. Tapi memang sering begitu nasib orang yang bersikap moderat, atau dalam posisi di tengah. Ikut terkena “lemparan batu” dua kutub berlawanan yang sedang bertikai.
Mirip, meski ada bedanya, dengan nasib Ustadz Abdul Somad (UAS). Terpanggang dari dua arah. Depan dan belakang.
Kepada UAS, cela dan hujat ditebar oleh para pembela sepilis, penikmat kemaksiatan, bahkan non muslim. Itu dari depan. Sedang dari belakang, cibir dan nyinyir disebar oleh kelompok ekslusif yang merasa paling nyunnah yang mengerangkeng diri dengan pagar "tahdzir".
Bisa dimaklumi kalau UAS dimusuhi pembela sepilis dan kemaksiatan. Mereka mengeluhkan taushiyah da’i asal Riau ini tidak menyejukkan. Kita paham, yang dimaksud menyejukkan itu bila memaklumi penistaan agama, menghargai kemungkaran, dst. Terlebih alumni Darul Hadits tersebut mendukung Kegiatan Pergerakan Amar Ma'ruf Nahi Munkar maka semakin menjadilah kebencian orang-orang yang berposisi berhadap-hadapan dari arah muka Ustadz Abdul Somad.
Tetapi menjadi merepotkan manakala orang yang harusnya berada satu shof bersama sang da’i untuk menghadapi kemungkaran sepilis, malah mencibir dari belakang. Ini tidak lain karena UAS punya pandangan fiqh berbeda dengan mereka, serta menganut paham aqidah yang tak sama di mana UAS mengikuti mazhab aqidah yang dipegang oleh mayoritas umat muslim di dunia dari dulu hingga sekarang (Asy’ariyah).
Lihatlah, bagaimana UAS dicela karena ia menyampaikan pendapat sebagian ulama yang menganggap jenggot itu hanya sunnah. Sindiran “jenggot tusuk sate” mereka lemparkan dari belakang.
Dan belum lagi Lemparan dari atas, saat Payung Adat sudah Bocor, Rumah Tempatnya Anak kemenakan berlindung hampir Rubuh karena Banyak Rayap Rayap menggerogoti Tonggak dan Tiang tiang Pancang Penopang Marwah, karena ketidak berdayaan Para Datuk Datuk, Para Datin Datin, Para Panglima, Para Hulubalang dan penyebutan Gelar lainnya, mereka yang mulai Renta, " Hubbudunnia " Tongkat Pun sudah membawa Rebah
#Font_Pembela_BUMI_Lancang_Kuning
#Meretas_Sejarah_Menjulang_Marwah
Kanda Kanjeng Prabu bersama Zen Maestro dan 49 lainnya.
3 jam ·
#Kanda Kanjeng Prabu