Tawanan Perang Badar seharusnya jadi budak yang punya nilai ekonomis tinggi. Setidaknya seharga 100-an dinar emas, kalau ikut harga Bilal saat dibebaskan dari perbudakan oleh Abu Bakar.
Dan Rasulullah SAW pernah meminta Urwah Al-Bariqi untuk membelikan seekor kambing dengan menyerahkan uang satu dinar emas. Jadi seandainya kita komparasikan dengan harga kambing hari ini, yang anggaplah nilainya sekitaran dua juta Rupiah, maka harga seorang budak kira-kira 200 jutaan.
Ini cuma perhitungan kasar saja. Lebih detailnya nanti silahkam para pakar melakukan penelitian.
Tawanan Perang Badar ini seharusnya jadi budak-budak milik pemenang perang, yaitu Rasulullah SAW dan para shahabat.
Sebagian dari tawanan itu adalah para pemuka Mekkah yang merupakan orang kaya, saudagar dan banyak uangnya. Meski ada juga mereka yang orang biasa alias miskin tidak mampu.
Namun alih-alih mereka dijadikan budak, Rasulullah SAW lebih memilih untuk menjadikan mereka sebagai tawanan saja untuk sementara. Biar nanti bisa dibebaskan, asal bayar tebusan sejumlah harta.
Kalau mereka yang kaya, mudah saja jalan keluarnya. Tinggal minta keluarga di Mekkah membawakan sejumlah harta tebusan.
Tapi mereka yang kurang mampu dan bukan dari kalangan berada, rasanya akan jadi budak untuk seterusnya. Dari mana mereka bisa mendapatkan uang tebusan yang segitu mahalnya.
Maka Rasulullah SAW pun memberikan jalan keluar. Untuk bisa dilepaskan dari tawanan, silahkan kerja yang menghasilkan uang. Kerjanya bukan kerja kasar, tapi kerja halus yaitu mengajarkan baca tulis buat masyarakat muslim Madinah yang belum bisa baca tulis.
Apa yang bisa kita simpulkan?
1. Betapa Rasulullah SAW sangat menjunjung tinggi nilai ilmu, walau pun cuma sebatas baca tulis. Jasa mengajarkannya setara harga pembebasan tawanan.
2. Meski berstatus tawanan perang, bukan berarti orang kafir harus dijadikan sasaran kemarahan, dendam atau pelampiasan kekesalan.
3. Meski kafir tapi kalau dia punya ilmu, maka tetap harus dihargai ilmunya. Dan agar ilmunya bermanfaat, tidak mengapa kalau dia diminta mengajarkan ilmunya.
4. Tidak mengapa belajar suatu ilmu kepada orang kafir sekali pun. Asalkan tidak terkait dengan urusan keimanan.
5. Orang buta baca tulis di tengah umat Islam wajib diajarkan. Karena menjadi seorang muslim itu tidak layak berkutat dengan kebodohan.
Ahmad Sarwat,Lc.,MA
Ahmad Sarwat
15 Desember pukul 08.32 ·
#Ahmad Sarwat