Pindah Mazhab

Pindah Mazhab - Kajian Medina
PINDAH MAZHAB

Setiap orang punya pilihan dalam hidupnya. Pilihan itu ada yang berdasarkan pengalamannya atau ilmu yang dia cari. Atau ada pula yang berdasarkan ikut-ikutan. Atau ada pula yang berdasarkan sensitivitas pribadinya atau kecocokan pribadinya dengan pilihannya tersebut.

Sebagai contoh, kalau kita mau baca kehidupan para ulama dulu atau sekarang, kita akan dapati ada di antara mereka yang berpindah mazhab. Kita tahu Mazhab ada dalam fiqh juga aqidah. Selama Mazhab tersebut berafiliasi kepada Ahlus Sunnah. Mazhab Fiqh yang masyhur seperti Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Mazhab aqidah yang masyhur seperti Asy'ari, Maturidi, dan Atsari.

Ternyata manusia memang punya pilihan masing-masing. Tidak hanya pilihan untuk bermazhab baik dalam fiqh maupun aqidah. Kita tentu tidak sedang membicarakan mereka yang tak bermazhab. Namun, ada pula di antara mereka yang berpindah mazhab. Apakah karena itu plin plan? Tidak juga. Barangkali berangkat dari hasil spiritual yang dia dapat selama mengemban ilmu dan bergaul dengan orang-orang semisalnya.

Sebagai contoh, ada yang awalnya bermazhab Maliki jadi Syafi'i atau mungkin sebaliknya. Ada juga yang awalnya bermazhab Asy'ari jadi Atsari atau awalnya atsari jadi Asy'ari. Ternyata contoh itu ada. Baik yang terjadi pada ulamanya ataupun dibawahnya.

Ada pula yang tetap mempertahankan Mazhab yang ia pegang sedari awal ia mengenalinya. Sebagai contoh: Ada orang Indonesia yang belajar ke Saudi. Awalnya bermazhab Syafi'i dan berakidah Asy'ari. Meski di Saudi mazhab resminya dalam fiqh itu Hambali dan dalam akidah Atsari, tapi pendirian mereka tak berubah. Tetap bermazhab Syafi'i dan berakidah Asy'ari. Sebaliknya, ada orang Indonesia yang awalnya mungkin tak bermazhab dalam fiqh atau mungkin bermazhab Hambali dan berakidah Atasri, ketika ia belajar di Mesir, meski Mazhab resmi di sana adalah Asy'ariyah dalam aqidah, namun mereka tetap bermazhab atsari.

Itulah intinya, tiap manusia punya pilihan masing-masing. Walhasil, selama kita ahlul Qiblah, terlebih masih berafiliasi kepada Mazhab Ahlus Sunnah, maka semoga perbedaan itu tidak membuat kita bertikai tak ada habisnya dan selesainya. Jiwa kita butuh ketenangan dan kelembutan. Jika dalam teologi dan fiqh banyak perdebatan, maka jiwa kita butuh penyucian agar semakin lembut dan bersih. Itulah yang dilakukan salah satunya oleh al-Imām al-Ghazālī rahimahullāh. Beliau pernah mengasingkan diri untuk menenangkan jiwanya dan beliau merasakan kelezatan yang luar biasa dan semakin menyadari tujuan hidupnya. Bacalah karya-karya Al-Ghazali dalam tasawuf/tazkiyatun nufus misalnya, in syā Allāh jiwa kita akan semakin hidup, tenang, dan damai. Akan lebih menyadari tujuan hidup kita yang sebenarnya tanpa harus banyak bertikai dan berdebat. Wallahu a'lam.

Robi Maulana Saifullah
2 jam ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.