Kirim Pahala Menurut Ibnu Taimiyyah

Kirim Pahala Menurut Ibnu Taimiyyah - Kajian Medina
KIRIM PAHALA MENURUT IBNU TAIMIYYAH

Oleh : Abdullah Al Jirani

Permasalahan kirim pahala kepada mayit, menjadi tema yang sering diperbincangkan. Di Indonesia, amalan ini lebih dikenal dilakukan oleh masyarakat yang bermadzhab Syafi’i. Padahal, sebenarnya empat madzhab – secara garis besar – mengakui sampainya hadiah pahala kepada mayit. Bahkan sebagian telah menukil adanya ijama’ (kesapakatan ulama’).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah-(wafat : 728 H) berkata :

أن ثواب العبادات البدنية: من الصلاة والقراءة وغيرهما، يصل إلى الميت، كما يصل إليه ثواب العبادات المالية بالإجماع . وهذا مذهب أبي حنيفة وأحمد وغيرهما، وقول طائفة من أصحاب الشافعي، ومالك. وهو الصواب لأدلة كثيرة، ذكرناها في غير هذا الموضع
.
“Sesungguhnya pahala ibadah-ibadah badan berupa shalat, bacaan (Al-Qur’an), dan selain dari keduanya sampai kepada mayit sebagaimana pahala ibadah-ibadah harta juga sampai kepadanya berdasarkan IJMA’ (kesepatan ulama’). Ini merupakan madzhab Abu Hanifah, Ahmad, dan selain dari keduanya. Dan ini juga merupakan pendapat dari sebagian sahabat Asy-Syafi’i, Malik dan ini YANG BENAR berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak yang telah kami sebutkan dalil-dalil tersebut di selain tempat ini.” [Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim li Mukhalafatil Ashabil Jahim : 2/262].

Adapun firman Allah Ta’ala :

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسانِ إِلاَّ مَا سَعى

“Dan Sesungguhnya tidak ada bagi manusia kecuali apa yang dia usahakan sendiri.” [QS. An-Najm : 39 ]

tidak bisa dijadikan dalil bahwa manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali apa yang dia amalakan sendiri secara mutlak. Kenapa ? karena pada ada intinya, ayat di atas bersifat ‘amul makhsush (dalil yang bermakna umum, akan tetapi telah dikhususkan oleh berbagai dalil). Sehingga makna umumnya sudah tidak berlaku lagi. Hal ini dilakukan untuk mengkompromikan ayat tersebut dengan berbagai dalil lain yang menunjukkan sampainya pahala orang lain kepada mayit. Kesimpulannya, seorang itu akan mendapatkan pahala dari dua arah, pertama : dari apa yang dia usahakan sendiri, dan kedua : dari usaha orang lain yang diberikan atau dihadiahkan kepadanya.

Imam Al-Qurtubi –rahimahullah – berkata :

وَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَلَهُ مَا سَعَى وَمَا سَعَى لَهُ غَيْرُهُ. قُلْتُ: وَكَثِيرٌ مِنَ الْأَحَادِيثِ يَدُلُّ عَلَى هَذَا الْقَوْلِ، وَأَنَّ المؤمن يصل إليه ثَوَابِ الْعَمَلِ الصَّالِحِ مِنْ غَيْرِهِ

“Adapun orang beriman, maka dia akan mendapatkan apa yang dia usahakan dan apa yang diusahakan orang lain untuknya. Aku katakan (Imam Al-Qurthubi) : Kebanyakan dari hadits-hadits menunjukkan kepada pendapat ini. Sesungguhnya seorang mu’min, pahala amal shalih dari orang lain akan sampai kepadanya.”[Tafsir Al-Qurthubi : 17/114]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –rahimahullah- juga mengingkari orang yang berdalil dengan ayat di atas untuk menyatakan tidak sampainya pahala orang lain kepada mayit. Beliau berkata :

وقد استدل بقوله تعالى: {وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى} من يرى أن القرب لا يفيد إهداؤها للأحياء ولا للأموات قالوا لأن الله قال: {وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ مَا سَعَى} فوصول سعي غيره إليه مناف لذلك، وفي هذا الاستدلال نظر، فإن الآية إنما تدل على أنه ليس للإنسان إلا ما سعى بنفسه، وهذا حق لا خلاف فيه، وليس فيها ما يدل على أنه لا ينتفع بسعي غيره، إذا أهداه ذلك الغير له، كما أنه ليس للإنسان من المال إلا ما هو في ملكه وتحت يده، ولا يلزم من ذلك، أن لا يملك ما وهبه له الغير من ماله الذي يملكه.

“Ada seorang yang berdalil dengan firman Allah (Manusia tidak akan mendapatkan kecuali apa yang dia usahakan sendiri), bahwa amalan pendekatan diri kepada Allah tidak berfaidah jika dihadiahkan kepada orang hidup dan mati. Mereka berkata : Karena sesungguhnya Allah telah berfirman (Manusia tidak akan mendapatkan kecuali apa yang dia usahakan sendiri). Maka sampainya usaha orang lain kepadanya, telah ditiadakan oleh ayat ini. Dalam pendalilan ini perlu dikoreksi. Karena sesungguhnya ayat, hanyalah menunjukkan sesungguhnya manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali apa yang dia usahakan sendiri. Ini perkara yang benar dan tidak ada perselisihan di dalamnya. Akan tetapi, di dalamnya tidak ada yang menunjukkan bahwa seorang tidak akan bisa mengambil manfaat dari usaha orang lain apabila orang lain menghadiahkan pahalanya kepadanya. Sebagaimana seorang insan dia tidak memiliki harta kecuali apa yang menjadi miliknya dan dia kuasai. Tapi dari hal itu tidak mengharuskan bahwa orang tadi tidak bisa memiliki apa yang diberikan orang lain kepadanya dari harta yang dia miliki.”[Taisir Karimir Rahman : 822].

Pendapat jumhur telah jelas, bahwa hadiah pahala itu akan sampai kepada mayit sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah dan ulama’ lainnya. Ada sebagian ulama’ Malikiyyah dan Syafi’iyyah yang menyatakan tidak sampai. Namun, saya sendiri lebih memilih pendapat jumhur ulama’. Dengan demikian nyatalah bahwa masalah ini masalah khilafiyyah ijtihadiyyah. Dimana kita harus saling menghormati dan tetap menjaga persatuan dengan orang yang berbeda pendapat dengan kita.

Ingat ! persatuan itu nomor SATU, adapun pilihan, maka nomor DUA. Dengan demikian insya Allah PAS ! Barokallahu fiikum jami’an...

Solo, 22 Safar 1440 H

Abdullah Al Jirani
22 jam ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.