Ini adalah tulisan saya yang ketiga tentang masalah yang lagi viral saat ini. Beberapa pihak ada yang keberatan saya menuntaskan sampai akhir, karena dinilai minim manfaat, hanya akan memantik bara permusuhan.
Ini dia anehnya. Coba kita analogikan. Jika ada pihak yang menvonis bahwa qunut itu bid’ah atau sebaliknya mengatakan yang tidak qunut itu wahabi, lalu ada yang mendudukkan permasalahannya sesuai fatwa ulama, dimana relevansinya kalau kita tuding hanya nambah masalah ?
Terlebih ini masalah Rasulullah ﷺ yang dikatakan rembes, dekil dan tidak terurus dimasa kecilnya. Dan saya tidak sedang mempermasalahkan salah dan telah meminta maaf. Tapi untuk membantah pembelaan mengada-ada yang menyelisihi kesepakatan ahlusunnah wal jama’ah, dimana semua ulama telah ijma’ bahwa seluruh Nabi dan Rasul sejak masa kecilnya dijaga oleh Allah ta’ala.
Terjaga dari segala perilaku rendahan seperti kemungkinan mencuri jambu, terkena penyakit yang menghinakan atau terkena noda kesyirikan. Terlebih al Mushthafa shalallahu’alaihi wassalam.
3. Nabi Tidak Terurus Saat Bersama Kakeknya
Pernyataan ngawur diatas mengklaim ada dalam kitab Kamil fi at Tarikh karya iman Ibnu Atsir rahimahullah. Yang ternyata setelah kami lacak dalam kitab tersebut sama sekali tidak ada pernyataan dari pengarang seperti yang disebutkan. Lihat gambar 1.
4. Mata Nabi Saat Dirawat Kakeknya sakit mata (Rembes)
Dari point pertama hingga yang ke-empat, satu-satunya teks yang valid dinukil adalah dari kitab Nurul Abshar ini. Yakni ketika nabi diklaim rembesan karena kena penyakit mata.
Namun lagi-lagi ini juga tidak bisa menjadi pembenaran untuk mengatakan bahwa Nabi rembes tidak terurus. Karena :
Pertama, seluruh ulama sepakat bahwa Nabi dan Rasul terselamat dari penyakit yang menghinakan. Maka jika sakit mata disini diartikan Nabi belekan, ingusan atau nampak jorok, itu telah keluar dari aklamasi seluruh ulama ahlusunnah.
Kedua, kata رمد شديد sakit mata yang parah, tidak pas diterjemahkan dengan rembes yang memiliki makna kumuh, kotor wajahnya disebabkan oleh ingus atau tahi mata.
Seperti tidak pasnya kata tidur diterjemahkan dengan ngorok. Ngorok memang disebabkan oleh tidur, tapi apakah semua orang yang tidur pasti ngorok ? Apalagi jika diksinya untuk menyebut orang terhormat.
Seorang santri ditanya “Mana mbah Kiyai ?”
Si Santri menjawab : “Kiyai lagi ngorok.” Pantaskah jawaban itu ? Sangat kasar dan barbar ! Katakan saja kiyai masih istirahat, karena tidurpun masih dirasa kurang sopan.
Itu diksi ke Kiyai, harus dipilih dengan baik. Lalu bagaimana jika itu ke Nabi ? Wajar lah para ulama dan Habaib marah. Lebih marah lagi ada yang sok membela dan membenarkan kesalahan tersebut.
Begitu juga penyakit “ramad” sangat umum terjadi di Timur tengah karena adanya perubahan musim disana. Dan coba lihat anak Arab yang lagi kena penyakit itu apakah pasti rembes ? Tidak ! Apalagi Nabi shalallahu’alaihi wassalam.
Ketiga, riwayat yang menyebutkan Nabi terkena penyakit mata itu bukan untuk mengkhabarkan kalau beliau itu sakit-sakitan atau kurang gizi atau tidak terurus, namun justru untuk menunjukkan kemuliaan beliau bahkan sebelum jadi Nabi.
Karena Ternyata setelah beliau dibawa keseorang pendeta, ia mengatakan bahwa obatnya adalah ada pada liur Nabi shalallahu’alaihi wassalam dan mengkhabarkan kalau beliau adalah calon Nabi akhir zaman. Lihat gambar 2
Demikian, semoga bermanfaat. Dengan senang hati saya akan meralat jika ada ustadz, kiyai dan tuan guru sekalian yang sudi mengkoreksi tulisan sederhana yang saya buat.
Wallahu a'lam.
_____
Agar lebih utuh dalam memahami, silahkan dibaca dan disertakan bagian I dan II nya.
Ahmad Syahrin Thoriq
4 Desemebr 2019 (4 jam · )
4 Desemebr 2019 (4 jam · )
#Ahmad Syahrin Thoriq