Bicara tidak hanya butuh benar tapi juga harus tepat. Tepat dalam arti momennya, waktunya, tempatnya, situasinya, objek yang diajak bicara dan lainnya.
Kalau tidak tepat, maka bicara benar malah bisa jadi keliru, salah bahkan membawa kesialan. Resiko yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Kisah penjahat yang bunuh 99 nyawa itu contohnya. Apa yang pendeta itu katakan secara hitam putihnya sudah benar, tapi dalam realitasnya sangat kurang tepat.
Benar sekali bahwa bunuh 99 nyawa itu dosa besar. Tapi kurang tepat bila disampaikan kepada pembunuhnya langsung justru di kala dia mau tobat.
Jadi rada masuk akal juga kalau sekalian dibunuh jadi genap 100 nyawa. Gimana si penjahat nggak kesal, bukannya dikasih solusi tapi pakai acara dimaki-maki. Seharusnya kasih saja solusi bagaimana teknisnya meninggalkan dunia hitam. Tidak usah ungkit-ungkit kesalahannya.
Perkataannya benar, tapi keliru dibagian pendekatannya, maka resikonya jadi fatal.
Bicara tidak hanya harus benar, tapi juga harus tepat. Ituuhh . . .
Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Menaikkan Level Peradaban
Kisah Arab dusun yang kencing sembarangan dalam masjid amat terkenal sekaligus inspiratif, memuat banyak sekali pesan moral, bukan hanya urusan fiqih dan hukum
Ketika si arab dusun masuk masjid lalu kencing sembarangan, sontak para shahabat ramai-ramai melarang bahkan siap memukulinya saat itu juga. Sebab ini pastinya sebuah kemungkaran di depan mata.
Tapi coba perhatikan apa yang dilalukan Nabi SAW?
Pertama, Beliau biarkan si orang dusun itu menyelesaikan kencingnya yang belum kelar. Sebab kalau didorong misalnya, kencingnya malah muncrat koprat-kapret kemana-mana
Kedua, Beliau larang para shahabat menghujatnya. Karena percuma saja ngajarin orang dusun yang lagi kebelet, akalnya separo tidak bekerja, lebih dikuasasi emosionalnya.
Ketiga, Beliau minta diambilkan seember air dan sirami di bekas kencingnya. Ini solusi biar orang lain tidak terkena najisnya.
Keempat, Beliau memberi nasihat dengan pendekatan lain dari biasanya. Namanya saja orang dusun, paradigma berpikirnya pasti beda.
Lingkungannya sejak kecil mencetak pola pikirnya yang sederhana, kayak kencing sembarangan di tempat ramai itu dianggap biasa aja, normal dan wajar dalam pikirannya. Memang di kampungnya semua orang begitu adanya.
Mengubah paradigma macam ini butuh kerja ekstra, karena bagian dari menaikkan level sebuah peradaban.
PESAN :
1. Mencegah kemungkaran itu tidak sesederhana yang kita kita. Tidak cukup cuma bilang : jangan, tidak boleh, haram, bid'ah dst.
2. Mencegah kemungkaran itu jangan sampai menimbulkan kemungkaran baru. Kalau begitu sama juga bohong, karena kita cuma gali lobang tutup lobang. Pindah dari rentenir A ke rentenir B, tapi tetap rentenir juga.
3. Tiap orang punya paradigma berpikir yang berbeda, terganting di peradaban mana dia dibesarkan. Mencegah kemungkaran adalah kerja menaikkan level peradaban seseorang. Dan itu bukan semua bilang : awas, haram!!!.
Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Ahmad Sarwat
1 jam ·
#Ahmad Sarwat