Kenapa Saya Meninggalkan Salafi (Wahabi)

Kenapa Saya Meninggalkan Salafi (Wahabi) - Kajian Medina
Dalam tulisan ini saya tidak akan menceritakan pengalaman pribadi, mulai dari mengenal salafi hingga memutuskan untuk meninggalkannya. Dimana justru dengan berkenalan dengan salafi lah saya mendapatkan hidayah untuk belajar lebih banyak tentang Islam. Karena itu kurang penting, membuang waktu, dan yang pasti saya tahu para pembaca tidak akan peduli. Sudah hampir 7 tahun saya meyakini manhaj salafi sebagai kebenaran, dan seperti yang diyakini oleh ikhwan dan asatidz salafi yang lain bahwa tidak ada kebaikan dan kebenaran sedikit pun pada kelompok, manhaj, dan tariqah Islam yang lain. Kenapa sekarang saya meninggalkan manhaj salafi? Ada 3 hal utama, saya singkat saja. Pertama, fakta sejarah. Khususnya sejarah dan politik berdirinya negara Saudi. Kedua, Metode mereka dalam ber-Istinbath. Ketiga, bid’ah dan penyimpangan mereka dalam akidah. Untuk poin pertama dan kedua, insya Allah akan dibahas pada tulisan-tullisan lain. Pada tulisan ini saya ingin membagikan beberapa hal tentang akidah yang diyakini dan ditulis oleh para ulama-ulama mereka. Sebelumnya kita akan membahas lebih dahulu, apa yang dimaksud dengan salafi atau wahabi itu?

Salafi berasal dari kata salaf. salaf adalah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama yang berada pada tiga generasi pertama –radhiyallahu ‘anhum-. Mereka ini telah dipersaksikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya mereka adalah generasi terbaik umat ini. Sebagaimana hal ini terdapat dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian setelah mereka dan setelah mereka lagi.”. Sedangkan salafiyun adalah bentuk jama’ dari kata salafi dan salafi adalah kata yang disandarkan pada salaf. Sedangkan makna salaf sudah dijelaskan tadi. Jadi salafiyun adalah mereka yang meniti jalan beragamanya salaf yaitu dengan selalu mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah, juga mereka mendakwahkan Al Qur’an dan As Sunnah dan mereka pun mengamalkan keduanya.  Sampai disini tidak ada masalah, dan seyogyanya umat Islam memang harus ber-Islam sebagaimana para salafus sholeh (tiga generasi utama) contohkan. Tapi apakah praktiknya kelompok yang menisbatkan dirinya sebagai salafi ini benar-benar mengamalkan manhaj salaf? Bisa iya bisa tidak. Saya tau bahwa banyak dari mereka memiliki niat yang tulus, tapi banyak pemahaman mereka justru menyelisihi salaf dan bersifat lebih merusak kaum muslimin dibandingkan dengan pemahaman yang shahih dan membangun.

Karena itulah saya mulai berhenti menyebut mereka sebagai salafi, karena dalam lubuk hati saya tidak menerima bahwa banyak pemahaman dan bid’ah yang mereka lakukan dinisbatkan pada salaf.  Sehingga saya menyebut mereka sebagai wahabi, yaitu dakwah yang dinisbatkan pada Muhammad bin Abdul Wahhab, syaikh mereka. Tapi anehnya mereka tidak suka dijuluki sebagai wahabi, bahkan dengan lantang menuduh bahwa yang menyebut mereka  wahabi adalah Syiah. Subhanallah. Padahal banyak ulama panutan mereka yang membolehkan dan bangga pada penjulukan sebagai wahabi. Berikut adalah bukti pengakuan dari Syaikh Wahabi yakni Ibnu Baz dalam kitab Fatawa Nur ‘ala al-darb pada soal yang ke 6 sebagai berikut :

Soal ke 6 : Seseorang bertanya kepada Syaikh : “Sebagian manusia menamakan Ulama-Ulama di Arab Saudi dengan nama Wahabi [Wahabiyyah], adakah antum ridho dengan nama tersebut ? dan apa jawaban untuk mereka yang menamakan antum dengan nama tersebut ?” Syaikh Ibnu Baz menjawab sebagai berikut :

 Jawab : “Penamaan tersebut masyhur untuk Ulama Tauhid yakni Ulama Nejed [Najd], mereka menisbahkan para Ulama tersebut kepada Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab. dan bahkan Ibnu Baz memuji nama tersebut, ia berkata :

“Nama itu (Wahhabiyah) adalah panggilan yang sangat mulia dan sangat agung.”

Bahkan Syaikh Sulaiman bin Samkhan ulama Wahabi yang pertama kali mencetuskan istilah quburiyyun dalam kitabnya Kasyful Awham Wal Iltibas menulis kitab yang berjudul Al Hadiyyatus Saniyyah Wat Tukhfatul Wahabiyah Annajdiyah. Dengan jelasnya beliau membanggakan istilah nama Wahabi. Oleh karena itu dengan niatan meluruskan bahwa nama wahabi adalah istilah yang diciptakan golongan syiah kepada mereka yang anti syiah sangatlah tidak tepat justru istilah wahabi adalah lahir dari ulama mereka sendiri dan diakuinya dengan penuh kebanggaan.

Kemungkinan yang kedua kenapa mereka salafi mengingkari adanya madzhab wahabi atau kelompok yang disebut dengan wahabiyah, karena mereka mengetahui bahwa sejarah mereka penuh dengan kerusakan, penghancuran, aksi-aksi terorisme dan mereka mengklaim diri mereka dengan sebutan salafiyah. Di antara bukti bahwa mereka adalah wahabiyah dan bahwa nama wahabiyah memang identik dengan kelompok mereka adalah pengakuan mereka dalam kitab yang mereka sebarkan dengan judul Syekh Muhammad ibn Abdul Wahhab Aqidatuhu as-Salafiyyah wa Dakwatuhu al Islamiyah karya Ahmad ibn Hajar Al Buthami salah seorang da’i mereka di Qatar dan juga seorang qhadi di sana. Buku tersebut diberi kata pengantar oleh Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz cetakan II 1393 H, dicetak oleh Syarikat Mathabi’ al Jazirah hal. 105 disebutkan beberapa pernyataan sebagai berikut: “Ketika bertemu dengan orang-orang Wahabi di Makkah, orang-orang Islam wahabiyah telah mampu mendirikan negara Islam atas dasar ajaran wahabi, dan mereka beragama Islam menurut madzhab Wahabi.” Bukti lain yang menguatkan hal ini terdapat dalam kitab Muhammad ibn Jamil Zainu seorang pengajar wahabi di Makkah yang berjudul Qutuf min as-Syamail al Muhammadiyah cetakan Dar as Shahabah. Kitab tersebut didistribusikan di Lebanon oleh sebuah organisasi yang bernama Jam’iyah an-Nur wa al Iman al Khairiyah al Islamiyah.. Pada hal. 67 dengan bangga menyebut nama Wahabiyah, ia mengatakan: “Wahabi berasal dari nama al Wahhab yang merupakan salah satu nama dari nama Allah”. Sungguh, ia telah melakukan kebohongan, sebab Wahabiyah adalah nama yang diadopsi dari nama Muhammad ibn Abdul Wahhab. Pengakuan mereka juga menjadi bukti bahwa agama yang mereka anut adalah agama Wahabi dan mereka menamakan gerakan mereka dengan al Harakah al Wahabiyah sebagaimana disebutkan dengan jelas dalam sebuah kitab karya salah seorang pemuka mereka Muhammad Khalil Harras yang berjudul al Harakah al Wahabiyah cetakan Dar al kitab al Arabi yang banyak memuat pembelaan terhadap wahabiyah dan menyebutnya dengan nama dakwah wahabiyah, lihat hal. 37.

Jelas bahwa mereka sendiri dan dengan tulisan mereka atau para pemukanya bahwa merekalah golongan wahabiyah. Maka waspadalah terhadap mereka meskipun mereka sering berganti nama akan tetapi mereka sebenarnya satu dan mengemban misi yang sama.

Lebih Jauh Tentang Wahabi

Wahabiyah adalah suatu kelompok yang mengikuti seseorang yang bernama Muhammad ibn Abdul Wahhab yang muncul di Nejd sejak sekitar 250 tahun yang lalu, dimana Rasulullah SAW pernah bersabda tentang Nejed:  “Di sana akan muncul tanduk syetan”. (HR. Bukhari).

Para ulama pada masanya mentahdzir (mengingatkan kesesatan) Muhammad bin Abdul Wahhab dan menjelaskan penyimpangan dan kesesatannya, termasuk ayah dan saudaranya yang bernama syekh Sulaiman. Saudaranya mengarang dua risalah dalam membantah Muhammad ibn Abdul Wahhab yang pertama berjudul Fashl al Khithab fi al raddi ‘ala Muhammad ibn Abdul Wahhab dan yang kedua berjudul al Shawa’iq al Ilahiyah fi al Raddi ‘ala al Wahabiyah. Para gurunya juga ikut mentahdzir (mengingatkan kesesatan) dia seperti syekh Muhammad ibn Sulaiman al Kurdi dalam kitabnya al Fatawa.

Sejarah hitam Wahabiyah menjadi saksi bahwa kelompok Wahabi sejak munculnya hingga sekarang tidak pernah berperang kecuali melawan umat Islam. Di antara bukti sejarah itu adalah mereka menyerbu Yordania bagian timur dan menyembelih kaum perempuan dan anak-anak yang mereka temui sehingga total korban berjumlah 2750 orang. Perang ini yang dikenal dengan sebutan perang al Khuya. (Koran al Shafa, terbitan 12 Juni 1934 edisi 906 dan juga disebutkan dokumen al Hasyimiyah)

Disebutkan oleh mufti Makkah al Mukarramah Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, beliau adalah mufti madzhab Syafi’i, merangkap “Syeikh al-Haram” suatu pangkat ulama tertinggi saat itu yang mengajar di Masjid al-Haram yang diangkat oleh Syeikh al-Islam yang berkedudukan di Istanbul, Turki. Beliau mengatakan: “Ketika orang-orang Wahabi masuk Thaif mereka benar-benar membunuh manusia secara massal dan membantai yang tua, kecil, rakyat dan gubernur, yang berpangkat, dan yang hina, bahkan mereka menyembelih bayi yang masih menyusu di hadapan ibunya. Mereka masuk ke rumah-rumah, mengeluarkan penghuni rumah dan membunuhnya. Kemudian mereka mendapatkan sekelompok orang yang sedang belajar al-Qur’an maka mereka membunuh seluruhnya dan bahkan mereka menyisir setiap kedai dan masjid dan membunuh setiap orang yang berada di dalamnya. Mereka juga membunuh seorang laki-laki yang sedang rukuk atau sujud di dalam masjid sehingga mereka semua binasa. Semoga adzab penguasa langit menimpa mereka”. [Ahmad Zaini Dahlan, Umara’ al Balad al Haram, (Beirut: al Dar al Muttahidah li an-Nasyr), hal. 297-298]

Dan beliau Syaikh Ahmad Zaini Dahlan mengatakan bahwa Muhammad ibn Abdul Wahhab pernah berkata: “Sesungguhnya aku mengajak kalian pada tauhid dan meninggalkan syirik pada Allah, semua orang yang berada dibawah langit yang tujuh seluruhnya musyrik secara mutlak sedangkan orang yang membunuh seorang musyrik maka ia akan mendapatkan surga” [Ahmad Zaini Dahlan, al Duraru al Sunniyah fi al Raddi ‘ala al Wahhabiyah , (Kairo: Musthafa al Babi al Halabi), hal.46].

Itulah pernyataan Muhammad ibn Abdul Wahhab dan kelompoknya yang telah menghukumi umat Islam dengan kekufuran, menghalalkan darah dan harta mereka serta mencabik-cabik kemuliaan nabi dengan melakukan bermacam-macam bentuk penghinaan terhadapnya. Mereka juga terang-terangan mengkafirkan umat sejak 600 tahun, dan orang yang pertama kali terang-terangan dengan hal itu adalah Muhammad ibn Abdul Wahhab, ia mengatakan: “Aku telah datang kepada kalian dengan agama yang baru”. Ia meyakini bahwa Islam hanya ada pada dia dan orang-orang yang mengikutinya dan bahwa manusia selain mereka seluruhnya adalah musyrik. Juga ia pernah berkata, “Barang siapa yang masuk dalam dakwah kita maka baginya hak sebagaimana hak kita dan barang siapa yang tidak masuk dalam dakwah kita maka dia kafir halal darah dan hartanya”. [Muhammad ibn Abdul Wahhab, Kasyfu al Syubuhat, (Saudi Arabia: Kementrian Wakaf dan Urusan Islam), hal. 7]

Seorang mufti madzhab Hanbali Syekh Muhammad ibn Abdullah ibn Humaid an-Najdi w. 1295 H dalam kitabnya al Suhubu al Wabilah ‘ala Dhara-ih al Hanabilah berkata tentang Muhammad ibn Abdul Wahhab: “Sesungguhnya dia (Muhammad) apabila berselisih dengan seseorang dan tidak bisa untuk membunuhnya terang-terangan maka ia mengutus seseorang untuk membunuhnya ketika dia tidur atau ketika ia berada di pasar pada malam hari. Ini semua dia lakukan karena ia mengkafirkan orang yang menentangnya dan halal untuk dibunuh”. (Muhammad al Najdi, Assuhub al Wabilah ‘ala Dharaih al Hanabilah, (Maktabah al Imam Ahmad), hal. 276)

Di antara bukti bahwa Wahabiyah mengkafirkan seluruh umat Islam adalah ceramah salah seorang guru mereka di mesjid Nabawi setelah shalat subuh tahun 1996: “Pada masa ini ¾ umat Muhammad telah kafir, karena mereka mengatakan ya Muhammad ya Jailani”. Bukti lainnya adalah perkataan Ahmad an Na’imi al Halabi: “Tahun 1987 di Saudi Arabia di kota Abha di masjid Jami’ asy-Syurthah pada hari jum’at berdirilah seorang khatib Wahabi dan mengatakan di atas mimbar berbicara di depan orang-orang yang ada di dalam masjid: “Demi Allah hanya kalianlah orang-orang Islam dan tidak ada di timur dan juga di barat seorang muslim pun kecuali kalian. Selain kalian, seluruhnya adalah kafir musyrik dan dunia ini baik timur maupun barat telah menjadi musyrik”.

Syekh mereka (kaum Wahabi) di Maroko Ibn Dawud al Khamali setelah ditahan oleh pemerintah Maroko mengeluarkan pernyataan bahwa sesungguhnya dia telah menghabiskan waktu 10 tahun untuk mempelajari karya-karya Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim al Jauziyah. Dia mengkafirkan seluruh jama’ah. Dia tidak berharap berpindahnya orang-orang Maroko dari kekufuran pada Islam dan dia tidak shalat di masjid-masjid yang ada di Maroko bahkan tidak pernah shalat jum’at karena menurutnya shalat jum’at tersebut dikerjakan di negara kafir. Selama ini dia berusaha dan selalu mengajak untuk melakukan pembunuhan, pengeboman dan teror lainnya.

Dengan akidah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab ini, karenanya kita menemukan fenomena kelompok-kelompok takfiri atas nama jihad dan khilafah seperti ISIS. Seperti yang dilansir oleh beberapa media dan akun-akun media sosial fans ISIS, mereka menjadikan kitab Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai rujukan dalam mempelajari akidah dan tauhid yang diteruskan dipelajari dalam setiap majelis-majelis dan pendidikan yang diberikan untuk jamaah dan penduduknya.  Tidak seperti Wahabi yang berada di Timur Tengah dan segelintir negara-negara lain, salafi kontemporer di negara kita tak mengambil cara-cara kekerasan. Bahkan mereka mengharamkan demonstrasi dan penghujatan terhadap pemerintah di ruang-ruang publik. Mereka lebih lembut meskipun sering mengeluarkan fatwa-fatwa keras yang terkadang membingungkan. Mereka mengharamkan demokrasi, tetapi tetap senang tinggal di negara yang menjalankan demokrasi. Mereka memberikan berbagai fatwa haram, tetapi tetap membiarkan para pengikutnya bekerja di perusahaan asing milik para kapitalis (yang merupakan musuh utama ekonomi Islam). Mereka membenci riba, tapi tak ada upaya untuk menegakkan muamalah yang halal. Dan semisalnya, dan semisalnya. Semuanya menjadi absurd dengan dalil bahwa itu bersifat dharurat.

Pada dasarnya salafi (wahhabi) sendiri bisa dibagi menjadi dua, salafi yang dekat dengan penguasa (rasmiyyah) dan salafi jihadi (takfiri). Yang pada dasarnya mereka memiliki akar yang sama. Karenanya dulu saya diam-diam sempat menjadi fans ISIS dan menganggap inilah dakwah tauhid yang Haq seperti yang telah diajarkan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya. Sungguh ketika mengetahui rentetan fakta sejarah yang bahkan disampaikan oleh banyak para ulama’ yang bukan sembarang ulama’, yang hidup pada masa Muhammad bin Abdul Wahhab, saya shock tidak percaya. Saya tetap berhusnuzon dan mulai mencari-cari pembenaran yang tentunya dari asatidz dan buku-buku wahabi sendiri. Bagaimana mungkin kita bisa menerima, ketika penulis kitab-kitab yang selalu kita ulangi pelajari dalam setiap majelis, perkara-perkara pokok yang kita bersandar padanya, memiliki sejarah yang begitu berdarah dan mencengangkan. Bukan hanya itu, ini diperkuat ketika kita mau merangkai sejarah politik para kafir yang berusaha menjatuhkan Dawlah Islam, yaitu Dawlah Utsmani saat itu.

Untuk memahami sejarah dan kondisi penyimpangan bangsa Arab saat ini bisa dibaca di buku kecil ini, tapi sayang masih dalam bahasa Inggris, tapi ini adalah buku yang ringkas dan sangat penting dibaca oleh orang-orang yang telah didoktrin untuk memuja Saudi ==> Letter to Arab Muslim

Sesungguhnya para penjajah ketika mendukung gerakan wahabi yang secara agama menyimpang jauh dari ajaran Islam dan mempersenjatai serta mendanai mereka tujuannya untuk menancapkan kekuasaannya pada jazirah Arab. Mereka hanyalah ingin menjadikan gerakan wahabi sebagai sentra umat Islam menggantikan al Azhar asy-Syarif yang pada waktu itu banyak mengeluarkan para ulama dan para alumninya menyebarkan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Sesungguhnya kedok gerakan wahabi dengan berdalih mengenakan pakaian salaf dan mengklaim menjaga tauhid dan akidah serta menghidupkan ajaran yang dianut oleh para ulama salaf shalih menjadi racun yang mematikan untuk menggerogoti umat, bahkan bisa langsung sampai pada hati mereka yang akan terus menjalar ke seluruh badan. Saya tahu banyak dari mereka juga memiliki jiwa yang hanif, tapi ketika akar sejarah dari ajaran yang dibawa ini menyimpang, maka bukan tidak mungkin ujungnya nanti akan menyimpang meski dakwah yang dilakukan terdengar  masuk akal, dan hujjah yang banyak menarik minat para awam.

Pendapat Wahabi Tentang Madzhab

Wahabiyah mencela empat madzhab yang telah disepaki oleh umat Islam mereka mengatakan bahwa para pengikut madzhab telah memecah belah umat dan bahwa taqlid pada salah satu madzhab adalah inti kesyirikan. Orang yang mengikuti satu madzhab saja dalam satu masalah, maka ia adalah seorang yang fanatik buta, dan orang yang taklid buta telah keluar dari agama karena ia mengikuti hawa nafsunya, dan menjadi bagian dari hizb al syaithan (golongan syaithan) dan budak hawa nafsu sehingga hilang cahaya keimanan dalam hatinya (Muhammad Sulthan al Ma’shumi, Hal al Muslim Mulzamun bit tiba’i Madzhaibn Mu’ayyanin, hal. 38 dan 76).

Orang yang mengikuti salah satu madzhab empat atau bertaklid kepadanya, ini menurut Wahabiyah adalah inti kesyirikan. Adapun larangan mereka dalam bermadzhab bisa dilihat dalam Muhammad Sulthan al Ma’shumi al Makky, Hal al Muslim Mulzamun bit Tiba’i Madzhaibn Mu’ayyanin ta’liq Salim al Hilali h. 6 dia sebutkan bahwa orang yang bermadzhab harus disuruh bertaubat kalau tidak mau bertaubat maka dibunuh, dan hal. 11 dia mengatakan: Apabila ditelusuri dengan seksama tentang permasalahan madzhab maka sesungguhnya madzhab tersebut berkembang dan menyebar karena bantuan musuh Islam.

Al Qanuji salah seorang ulama Wahabi mengatakan: “Taqlid terhadap madzhab-madzhab adalah syirik.” [ Muhammad Shidiq Hasan al Qanuji, al Din al Khalish, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah), Juz. 1 hal. 140] Jadi, menurutnya seluruh umat Islam pada masa sekarang kufur karena mereka penganut madzhab yang empat, menurut orang-orang Wahabi mereka adalah orang-orang yang kafir.

Bagi yang masih memiliki pendapat bahwa bermadzhab adalah pemecah-belah Islam, silakan kunjungi tulisan kami yang lain ==> Bantahan Terhadap Anti Madzhab

Pendapat Wahabi Tentang Sufi dan Tasawwuf

Ali ibn Muhammad ibn Sanan seorang pengajar pada Mesjid Nabawi dan dosen pada perguruan tinggi Wahabi yang bernama Universitas Islam dalam kitabnya mengatakan: “Wahai umat Islam, Islam kalian tidak akan bermanfaat kecuali jika kalian mengumumkan perang terhadap tarekat-tarekat sufi dan menghabisi mereka, perangilah mereka sebelum kalian memerangi orang-orang Yahudi dan Majusi” [Ali ibn Muhammad ibn Sinan, al Majmu’ al mufid min ‘Aqidati al Tauhid, (Madinah: Maktab Dar al Fikr), hal.55].

Dalam kitab yang lain yang berjudul I’shaaru at-Tauhid karya Nabil Muhammad mereka mengkafirkan orang-orang sufi dan penganut Tarekat, penduduk negara-negara Islam seperti penduduk Mesir, Libia, Maroko, India, Iraq, Iran, Asia Barat dan negara-negara Syam (Suria, Lebanon, Yordania dan Palestina), Negeria, Turki, Afganistan dan negara-negara Turkistan, Cina, Sudan, Tunisia, Marakiz dan al Jazair.

Husam al ‘Aqqad wahabi yang anti dzikir mengkafirkan orang yang membaca Shalawat sebanyak 10000 kali atau mengatakan Laa Ilaaha illallah seribu kali [Lihat Hussam al ‘Aqqad, Halaqat Mamnu’ah, (Thantha: Dar al Shahabah), hal. 25].

Kelompok Wahabiyah menuduh tarekat sufi dengan kesyirikan. Mereka menganggap bahwa tarekat sufi sebagai biang keladi terpecahnya umat Islam. Dengan tuduhan syirk dan nifak terhadap kaum sufi yang shadiqah, berarti Wahabiyah telah mengkafirkan ratusan juta umat Islam dari timur hingga barat dari masa Abu Bakar al Shiddiq kemudian masa para imam madzhab empat dan ulama-ulama lainnya yang shalih seperti imam Junaid al Baghdadi, imam Ahmad al Rifa’i, Imam Abdul Qadir al Jailani, sultan ulama al ‘Iz Ibn Abd as Salam dan ulama-ulama lainnya sampai masa kita sekarang ini. Sesungguhnya dasar-dasar tasawwuf adalah al Qur’an dan sunnah, tasawwuf mengajarkan zuhud, wara’, taqwa, dan ibadah. Jalan kebaikan dan juga cara untuk menyebarkan kebaikan kepada umat Islam. Imam Syafi’I mengatakan dalam diwan-nya:

Jadilah kamu seorang ahli fikih yang sufi bukan pengikut wahdah al wujud

Sesungguhnya demi Tuhan ka’bah, aku memberi nasehat kepada mu.

(Al Syafi’i, al Diwan, hal. 34)

Jadi, apakah benar Sufi, Tasawwuf, Sesat? Seseorang memang cenderung memusuhi sesuatu yang ia sendiri tak paham. Kita berlindung darinya.

Wahabi Dan Akidah

Wahabiyah mengkafirkan Ahlussunnah Wal Jama’ah, mereka mengkafirkan Asya’irah dan Maturidiyah dan menganggapnya sebagai kelompok yang sesat dan bahwasanya Asy’ariyah Maturidiyah reinkarnasi muktazilah (Abdur Rahman al Syekh, Fath al Majid, dicetak oleh asosiasi mereka yang bernama Jam’iyyah Ihya’ Turats al Islami, hal. 353). Cukup bagi kita untuk merenungkan perkataan imam al Hafidz Muhammad Murtadha al Zabidi: 115

 “Apabila dikatakan Ahlussunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah al Asya’irah dan al Maturidiyah” [Muhammad Murtadha az Zabidi, Ithaf al Sadah al Muttaqin bi Syarh Ihya’ Ulum al Din, (Beirut: Dar al Fikr), Juz. 2, hal. 6]

Golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah yang dinisbatkan kepada imam Ahlussunnah Wal Jama’ah imam Abul Hasan al Asy’ari dan Abu Manshur al Maturidi dipandang oleh golongan Wahabiyah dengan pandangan penuh dengki, kebencian dan pengkafiran. Karenanya, tidak heran jika mereka melecehkan para ulama Asy’ariyah seperti al Hafidz Ibn Hajar al Asqalani, an-Nawawi, al Hakim dan panglima muslim Sulthan Shalahuddin al Ayyubi, dan yang lainnya.

Wahabiyah telah mengkafirkan satu setengah milyar umat Islam al Asyairah dan al Maturidiyah sebagaimana disebutkan dalam kata pengantar Muhammad ibn Shalih al Fauzan pada kitab yang berjudul at-Tauhid karya Ibn Khuzaimah, ia mengatakan: “al Asyairah dan al Maturidiyah adalah murid-murid al Jahmiyah dan Mutazilah serta titisan golongan Mu’atthilah (yang berarti menurut mereka kafir semua).” Doktrin mereka bahwa golongan Asy’ariyah syirik juga disebutkan dalam kurikulum resmi pelajaran “at-Tauhid” tingkat Aliyah kelas 1 karya Shalih al Fauzan terbitan Kementerian Pendidikan dan Pengajaran Kerajaan Saudi Arabia tahun 1424 H hal.66 dan 67, mereka katakan bahwa Asy’ariyah dan al Maturidiyah syirik. Mereka juga sebutkan bahwa orang-orang musyrik generasi awal adalah kelompok Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asyairah.

Salah seorang syekh Wahabiyah yaitu Jasir al Hijazi dalam sebuah kaset rekaman dengan suaranya di sebuah situs internet mengatakan: “Shalahuddin al Ayyubi adalah seorang Asy’ari dalam aqidahnya dan dia sesat.” Dia juga mengatakan: “Sesungguhnya para sultan bani Utsmaniyah, dahulu mereka mengajak manusia untuk menyembah kuburan”. Pengkafiran ini disebabkan karena mereka (dinasti Ustmaniyah) penganut Maturidiyah dan ini berarti pengkafiran juga terhadap Sultan Muhammad al Fatih. Pengkafiran terhadap Sultan Muhammad al Fatih sama saja dengan menentang Rasulullah SAW karena beliau bersabda: “Konstantinopel benar-benar akan tertakhlukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin perang ketika itu dan sebaik-baik tentara adalah tentara tersebut”. (HR. Ahmad) dan yang menaklukkannya adalah Sultan Muhammad al Fatih al Maturidi –semoga Allah meridhoinya-.

Wahabiyah menganut aqidah tasybih dan tajsim, dalam kitab Majmu’ al Fatawa Ibn Taimiyah mengatakan: “Sesungguhnya Muhammad Rasulullah SAW Tuhannya mendudukkannya di atas “Arsy bersamaNya”.

Ia juga mengatakan: “Sesungguhnya Allah turun dari Arsy akan tetapi Arsy tidak pernah kosong dariNya”.

Ia juga menetapkan sifat duduk bagi Allah ta’ala. Semoga Allah melindungi kita dari aqidah seperti ini, Maha Suci Allah dari yang dikatakan oleh orang-orang kafir. Sedangkan Ahlussunnah Wal Jama’ah, mereka mensucikan Allah ta’ala dari sifat-sifat makhluk seperti duduk, bersemayam dan bertempat pada satu tempat. Imam Abu Mansur al Baghdadi telah mengutip ijma’ ulama atas kemahasucian Allah ta’ala dari tempat, beliau mengatakan: “Mereka (Ahlussunnah) telah sepakat bahwa Allah tidak diliputi oleh tempat dan tidak berlaku baginya zaman”.

Imam Ali ibn Abi Thalib mengatakan: “Allah ada pada azal dan belum ada tempat dan dia sekarang (setelah ada tempat) tetap seperti semula (ada tanpa tempat)“.

Beliau juga mengatakan: “Sesungguhnya Allah menciptakan Arsy untuk menunjukkan kekuasaannya dan tidak menjadikannya sebagai tempat bagi dzat-Nya”.

Wahabiyah ketika tidak menemukan dalil dalam kitab Allah dan hadits Rasulullah juga pada perkataan seorang ulama yang mu’tabar dari kalangan ahlusunnah wal jama’ah dan tidak dalam akal yang sehat dalil yang membuktikan perkataan mereka bahwa Allah bertempat, maka mereka mencari dalilnya dari perilaku anak kecil, Muhammad ibn Jamil mengatakan: “Anak-anak jika kamu bertanya kepadanya dimana Allah maka mereka akan menjawab dengan fitrah mereka yang sehat bahwa dia ada di langit [Muhammad ibn Jamil Zainu, Taujihat Islamiyah, (Kementerian Wakaf Saudi Arabia), hal. 22]. Kita temukan di sini kelompok Wahabiyah membangun aqidahnya di atas apa yang mereka klaim sebagai fithrah yang sehat yang dimiliki anak-anak. Semoga kita mendapatkan pemahaman yang benar.

Ibn Baz dalam fatwa nomor 19606 tanggal 24/4/1418 mengatakan: “Sesungguhnya mentakwil nash-nash yang ada dalam al Qur’an dan sunnah tentang sifat-sifat Allah azza wa jalla adalah bertentangan dengan pendapat yang disepakati (ijma’) oleh umat Islam dari masa sahabat, tabi’in dan orang–orang yang mengikuti ajaran mereka sampai pada masa sekarang ini.” Ijma’ yang mana yang dikutip syaikh Ibn Baz?  padahal Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim mengutip perkatan al Qadhi ‘Iyadh: “Tidak ada perbedaan pendapat di antara umat Islam seluruhnya yang ahli fikih, ahli hadits, ahli kalam dan orang-orang yang semisal dengan mereka serta orang-orang yang bertaklid pada mereka bahwa lafadz dhahir yang terdapat dalam al Qur’an dengan menyebut Allah ta’ala di langit seperti firman Allah ta’ala:

ءَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَآءِ

Dan semacamnya maknanya bukanlah seperti dhahirnya akan tetapi seluruhnya ditakwilkan.” [Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, (Beirut: Dar Fikr), Juz.5 hal.24]. Ini adalah ijma’ Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam menetapkan bolehnya takwil. Sedangkan ijma yang diklaim oleh Ibn Baz dalam menafikan takwil adalah ijmanya ahli tasybih dan tajsim mulai dari munculnya mereka sampai sekarang.

Wahabiyah mengatakan tentang firman Allah ta’ala:

شَىْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ (القصص: 88

Bahwa takwil dalam ayat ini tidak diucapkan seorang muslimpun (Al Albani, al Fatawa, hal. 523) Padahal imam al Bukhari mentakwil ayat ini, beliau artikan kecuali kekuasaannya (Shahih al Bukhari, Kitab al Tafsir: Bab Surat al Qashash) Sebagaimana juga imam Sufyan al Tsauri juga mengatakan:

إ لا مَ ا ابْ تُغ يَ ب هِ وَجْ هُ الله مِ نَ الأ عْ مَ الِ الصَّ الحِ ةِ

“Kecuali sesuatu yang dilakukan dengan mencari ridha Allah berupa amal perbuatan yang baik”.

Imam Nawawi –rahimahullah- dalam syarh Muslim mengutip adanya dua metode takwil: pertama; madzhab salaf yaitu takwil ijmali (menyerahkan maknanya pada Allah) dan kedua; madzhab khalaf yaitu takwil tafshili (dengan menjelaskan maknanya yang sesuai dengan keagungan Allah), sedangkan Ibn Baz dalam bantahannya terhadap sebagian orang yang menta’wil mengatakan: Pembagian ini menurut yang saya ketahui tidak pernah ada seorangpun yang mengatakan  (Al Tanbihat, hal. 17). Perkataannya ini adalah bukti ketidak-pamahamannya terhadap apa yang disebutkan oleh para ulama.

Wahabiyah mencampur-adukkan antara makna ibadah dan tawassul sehingga mereka mengkafirkan orang yang bertawassul kepada Allah dengan para nabi, para wali dan orang-orang shalih dan mereka menamakan orang yang bertawassul dengan quburiyyah/quburiyyin (para penyembah qubur) dan rusak Islamnya [al-Albani, al Tawassul, (Beirut: Zuhair al Syawisy), hal. 24, 74, dan 70]. Sedangkan Ahlussunah wal jama’ah berpendapat bahwa tawassul kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan para nabi, para wali yang shalih adalah sesuatu yang baik yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Dalam hadits shahih diriwayatkan oleh al Thabarani dalam dua kitab Mu’jamnya, al Mu’jam al Shaghir dan al Mu’jam al Kabir dan beliau menshahihkannya, bahwa seorang laki-laki buta datang kepada Nabi SAW dan mengadu kepadanya tentang matanya yang buta, kemudian nabi berkata kepadanya: Jika kamu mau bersabarlah dan jika kamu mau aku akan mendo‘akanmu. Laki-laki itu kemudian mengatakan bahwa kebutaanku terasa berat bagiku dan aku tidak memiliki orang yang menuntunku, kemudian nabi berkata kepadanya: pergilah ke tempat wudhu dan berwudhulah kemudian shalatlah dua rakaat dan bacalah: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadamu dan dengan kemulyaan nabimu nabi Muhammad nabi pembawa rahmat, wahai Muhammad aku bertawajuh denganmu kepada Tuhanku dalam hajatku agar engkau kabulkan untukku.”

Kemudian laki-laki itu pergi dan melakukan apa yang dikatakan nabi kepadanya. Utsman ibn Hunaif- perawi hadits ini- mengatakan: ”Demi Allah kami belum meninggalkan majlis dan tidak lama kemudian laki-laki itu masuk sudah sembuh dari butanya sekan-akan tidak pernah buta” [Al Thabarani, al Mu’jam al Kabir, (Dar Ihya’ al Turats al ‘Arabi), Juz. 9 hal.17 dan al Mu’jam al Shaghir, (Beirut: Muassasah al Kutub al Tsaqafiyah), hal. 201].

Wahabiyah membagi tauhid menjadi tiga bagian. Perkataan mereka bahwa tauhid ada tiga bagian: Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma wa al Shifat. Di balik pembagian ini mereka ingin mengkafirkan orang yang bertawassul kepada Allah dengan para nabi dan orang shalih. Muhammad ibn Abdul wahhab mengatakan: “Sesungguhnya Nabi memerangi manusia yang meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Allah ta’ala maha hidup, yang memberi rizki dan pencipta, akan tetapi mereka musyrik karena mereka berharap pada malaikat dan para nabi serta para wali untuk mendapatkan syafaat mereka dan mendekatkan diri kepada Allah dengan cara seperti itu, maka hal inilah yang menghalalkan darah dan harta mereka.” (Muhammad ibn Abd al Wahhab, Kasyf al Syubhat, hal. 3- 6). Ketahuilah bahwa pembagian ini tidak ada dalam al Qur’an, hadits bahkan perkataan ulama sekalipun. Sebaliknya yang ada dalam hadits yang mutawatir adalah bahwa Nabi SAW bersabda:  “Aku diperintahkan oleh Allah untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang disembah dengan benar kecuali hanya Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah apabila mereka melakukannya maka mereka terjaga dariku darah dan harta mereka.”

 Pertanyaan dua malaikat Munkar dan Nakir pada Mayit di dalam kubur, apakah keduanya bertanya apakah kamu bertauhid uluhiyyah? Apakah kamu bertauhid Rububiyah? Apakah kamu bertauhid Asma’ wa Shifat? Bukankah yang disebutkan dalam hadits keduanya bertanya siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan siapa nabimu?.

 Wahabiyah mengatakan bahwa barangsiapa yang menjadikan antara dia dan agamanya perantaraan yang dengannya dia berdo’a kepadanya dan meminta syafa’at dan bertawakkal kepada mereka maka ia telah kufur secara ijma’ (Muhammad ibnAbd al Wahhab, Majmu’ah al Tauhid, hal. 38). Di sini terlihat bahwa ketidak-pahaman Wahabiyah tidak hanya pada ketidak-pahaman dalam masalah hadits Rasulullah, akan tetapi juga pada sejarah para sahabat. Bukankah Umar ibn al Khatthab meminta hujan dengan perantara al Abbas dan bertawassul dengannya kepada Allah, beliau berkata: “Ya Allah kami bertawassul kepadamu dengan nabi kami maka turunkanlah hujan kepada kami dan sesungguhnya kami bertawassul kepadamu dengan paman nabi kami maka turunkanlah hujan kepada kami. (HR. al Bukhari).

Al Hafidz Ibn Hajar mengatakan setelah cerita ini: Dari kisah al Abbas ini dapat diambil faidah kesunnahan meminta syafa’at kepada orang-orang yang baik dan shalih juga keturunan Nabi (ahl al bait). Sekarang kita bertanya kepada syaikh Ibn Baz tentang ijma’ yang dia klaim, ijma’ siapa? Atau jangan-jangan beliau tidak mengetahui makna ijma’, atau itu adalah ijma’ Wahabiyah yang menganggap hanya diri merekalah umat Islam? Apakah Ibn Baz menganggap bahwa Umar ibn al Khatthab, al Abbas, al Hafidz Ibn Hajar al Asqalani yang mengutip kesunnahan meminta syafa’at dengan orang shalih dan ahl al bait, bahwa mereka telah menentang ijma’? Apa komentar Ibn Baz tentang kutipan as Suyuthi dalam kitab Thabaqat al Huffadz bahwa ketika disebut nama Shafwan ibn Sulaim di hadapan Ahmad ibn Hanbal, kemudian ia (Ahmad) mengatakan orang ini bisa menyebabkan sembuhnya orang yang sakit dan turunnya hujan kalau disebutkan namanya (Al Suyuthi, Thabaqat al Huffadz, hal. 61156).

Fenomena Saling Tahdzir

  • Ustadz Dzulqarnain dan Ustadz Afifuddin mentahdzir Ustadz Firanda Andirja dan Radio Rodja.
  • Syaikh Yahya Al-Hajuri (murid senior Syaikh Muqbil) mentahdzir Ustadz Luqman Ba’abduh CS.
  • Ustadz Luqman Ba’abduh mentahdzir Ustadz Dzulkarnain CS dan memfatwakan bahwa Dzulkarnain CS adalah MLM (Mutalawwin La’ib Makir).
  • Ulama muda salafi dari Madinah, yakni Syaikh DR.Abdullah Al-Bukhari menyebut Syaikh Muqbil Bin Hadi Al-Wadi’i khawarij, menyebut Ust.Firanda Dajjal, menyebut Ust.DR.Ali Musri pendusta khabits.
  • Ustadz DR.Ali Musri di tahdzir Ustadz Luqman Ba’abduh, sedangkan Ust.Luqman Ba’abduh di katakan ‘maling’ oleh Ustadz Ali Musri karena pernah mencuri kitab seharga kurang lebih 200 juta.
  • Ustadz Agus Hasan Bashori dan Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi di tahdzir oleh Ustadz Abdurrahman At-Tamimi dan di vonis sebagai Sururi.
  • Sedangkan Ustadz Abdurrahman at-Tamimi CS di tahdzir sebagai Hizbi oleh para pengikut Ustadz Faisal Usamah Mahri CS.
  • Ustadz Indra Al-Medani, Syaikh Utsman Shalih Al-Ifriki, dan Salafi STAI Aly As-Sunnah medan di tahdzir oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Medani CS dan dianggap sebagai Hizbi, manhajnya tidak jelas, dst.
  • Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilali dituduh pencuri oleh mereka yang kontra Syaikh Yahya Al-Hajuri.
  • Syaikhain Ibnai Bazmul (dua bersaudara) mentahdzir Syaikh Ali Hasan Al-Halabi.
  • Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali menyebut Syaikh Ali Hasan Al-Halabi sebagai ahli bid’ah dan mentahdzirnya.
  • Sedangkan Syaikh Falih bin Naafi’ Al Harbi mentahdzir Syaikh Rabi’.
  • Di Mesir juga demikian, dua murid Syaikh Al-Albani yakni Syaikh Muhammad Hasan dan Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini disebut mubtadi’ (ahli bid’ah) oleh murid-muridnya Syaikh Muqbil.
  • Ulama sekaliber Syaikh Ibnu Jibrin ditahdzir oleh Syaikh Yahya An-Najmi sebagai ikhwani (ikhwanul muslimin).
  • Ulama salafi Syaikh Hasan bin Abdullah Qu’ud menyindir Syaikh Rabi’ bahwa bahasa Arab Sayyid Quthub sekelas mahasiswa sedangkan bahasa Arab Syaikh Robi’ masih sekelas anak-anak i’dadi (pemula).
  • Syaikh Abdul Aziz bin Manshur Al Kinani mentahdzir Syaikh Robi: dan membuat kitab khusus membantah “kesesatan” Syaikh Robi’ berjudul Ar-Raddu ‘Alal-Ad’iyatis-Salafiyah setebal 239 hal.
  • Syaikh Abu Utsman As-Salafi mentahdzir Syaikh Robi’ dengan menulis kitab khusus berjudul “61 Ashlan Faasidan lifirqati murji’ah al khuluf: Ra-Rabi’iyun”.


Semuanya mengaku paling SALAFI dan selainnya adalah ahli bid’ah, hizbiyyah, dholaalah, dll.

Inilah pengakuan bingung banyak salafi, terlebih untuk thalibul ‘ilmi ;

  • Kalau saya masuk Salafi Rodja, saya di tahdzir oleh Salafi Dzulkarnain. Padahal Ust. Dzulkarnain adalah murid yang diakui oleh Syaikh Shalih Fauzan.
  • Kalau saya masuk Salafi Ustadz Dzulkarnain, saya di tahdzir oleh Salafi Luqman Ba’abduh. Padahal Ust. Luqman Ba’abduh adalah murid Syaikh Muqbil dan diakui oleh Syaikh Robi’.
  • Kalau saya masuk Salafi Ustadz Luqman Ba’abduh, saya di tahdzir oleh Salafi Syaikh Yahya Al-Hajuri. Padahal Syaikh Yahya Al-Hajuri adalah pewaris utama dakwah Syaikh Muqbil Bin Hadi Al-Wadi’i di markaz dakwah darul hadits, Dammaj, Yaman.
  • Kalau saya masuk Salafi Ust. Abdullah Hadrami, Ust. Agus Hasan Bashori, Ust. Khalid Basalamah, Ust. Ahmad Rofi’i, saya di tahdzir oleh Salafi STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya.
  • Kalau saya masuk Salafi STAI Aly As-Sunnah medan, maka saya di tahdzir oleh para pengikut Abu Ihsan Al-Medani CS. Padahal STAI Aly As-Sunnah medan itu punya silaturahmi baik dengan Bpk. Patrialis Akbar (Mantan Menkuham) dan menjalin kerjasama Dakwah.

Demikianlah fenomena saling mentahdzir kelompok salafi satu dengan yang lain karena masing-masing golongan dan kelompoknya merasa paling benar. Kalau kita memiliki, hati kita akan melihat, bahwa ini adalah realita yang memilukan. Apabila ada salah satu informasi tahzir mentahzir di atas ada yang tidak benar, tolong kabarkan kepada saya. Saya tidak mau membuat fitnah, sedangkan saya tidak tahu. Wallahu a’lam.

Penutup

Apakah orang-orang Wahabiyah pernah berpikir tentang kemaslahatan yang besar bagi umat Islam? Apakah mereka disibukkan dengan perang melawan barat untuk kepentingan umat Islam? Dan apa yang mereka persembahkan dalam menghadapi agresi Zionis terhadap negara-negara Islam? Apakah mereka pernah berusaha untuk mengeambalikan muamalah yang halal dan mengupayakan tegaknya syariat secara kaffah? Bagi orang yang memiliki dua mata yang mampu memandang kebenaran maka bukan rahasia lagi bahwa semua itu tidak pernah mereka lakukan. Cobalah buka kedua matamu pasti kamu akan mengetahui bahwa Wahabiyah adalah pendukung pertama penjajahan barat terhadap negara-negara Islam. Tidak akan kamu temukan dalam sejarah mereka kecuali pengkafiran terhadap umat Islam dan tuduhan syirik dan bid’ah. Dalam diri mereka yang ada hanyalah aqidah tajsim, tasybih, kufur, sesat dan pengingkaran ziarah makam Rasulullah dan makam orang-orang yang shalih untuk bertabarruk, dan pengkafiran terhadap orang yang mengatakan: “Wahai nabi pembawa rahmat mintakan syafaat untukku kepada Allah! Dan mengingkari perayaan maulid nabi yang mulia seperti yang telah biasa dilakukan oleh kalangan ahlussunnah, inilah rutinitas mereka tidak ada yang lain. Inilah satu-satunya tujuan mereka dengan kedok agama mereka menumpahkan darah umat Islam yang tidak berdosa, menghalalkan yang haram, dan menyebarkan fitnah demi fitnah.

Kemudian, ada semacam kesalahan berpikir di kalangan ikhwan salafi. Selalu saja mereka apabila di kritik mengatakan ” salafi adalah manhaj, jangan jelekkan manhaj salaf, karena dia manhaj para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Jadi mereka mendudukkan diri sejajar dan sama mulianya dengan generasi terbaik sepanjang sejarah peradaban manusia. Subhanallah! Begitu buruknya cara berfikir semacam ini. Tolong di bedakan antara kelompok salafi dan Generasi Salafus Shaleh. Kelompok salafi tidak akan pernah bisa menjadi generasi shalafus shaleh karena banyak sekali yang membedakannya. Diantaranya; akhlaqnya, keikhlasannya dalam berdakwah, dicintai oleh kawan dan lawan, mereka menjadi asbab turunnya hidayah, tidak pernah menghujat baik kawan maupun lawannya, menghabiskan waktu, harta dan dirinya untuk agama dan masih banyak lagi sifat-sifat mulia mereka yang terlalu panjang apabila disebut satu-persatu. Sedangkan kelompok salafi sifat-sifatnya semua bertentangan dengan generasi salafus shaleh. Bagaimana mungkin mereka bisa mengatakan menjelekkan salafi berarti menjelekkan salafus shaleh.

Kesalahan berpikir yang lain dikalangan ikhwan salafi adalah terlalu dini dan mudahnya memvonis. Sebagai contoh, saya divonis telah keluar dari ahlus sunnah oleh sahabat saya sendiri karena posting tulisan yang mengkritik Saudi. Ia mengira saya jauh dari majelis ilmu dan terjebak pada filsafat. Padahal justru saya meninggalkan manhaj salafi di titik dimana begitu seringnya saya hadir dalam majelis-majelis mereka. Di Jogja ini, hampir tiap hari selalu ada kajian salafi dan lingkungan saya kost pun banyak ikhwan-ikhwan salafi. Semua vonis mereka terhadap personal dan harakah lain pun semua berdasarkan asumsi, dugaan, dan dari ‘katanya’. Enggan bertabayun. Satu contoh lagi, dalam masalah isbal dan jenggot sebagian ikhwan memiliki pemikiran bahwa faqih tidaknya seseorang diukur dengan dua hal ini. Seolah-olah pria yang tidak berjenggot dan pakaiannya isbal adalah pria yang ‘kurang’ dalam beragama. Walaupun sampai sekarang saya seperti ikhwan-ikhwan salafi yang tidak isbal dalam pakaian, tapi jangan sampai kita sibuk mengurusi isbal dan jenggot, tapi lupa dengan kewajiban lain yang lebih penting. Tempatkan sesuatu sesuai porsinya. Terakhir, tulisan ini bukan untuk menyudutkan salafi, tapi murni menyampaikan pemikiran-pemikiran yang saya pahami dan sebagai bentuk nasihat untuk mereka yang mungkin belum tahu ataupun sudah tahu. Saya sama sekali tidak ada masalah dengan salafi. Bahkan demi Allah, saya mencintai mereka lebih dari semua harakah atau manhaj yang saya ketahui. Sudah cukup lama bersama mereka, dan saya tau bahwa hampir sebagian besar mereka memiliki jiwa yang hanif dan semangat dalam thalibul ‘ilmi. Sampai saat ini dan seterusnya insya Allah saya akan tetap berusaha bermanhaj salaf, walau tidak mengaji di pengajian salafi.

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapat seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya..” (Al-Kahfi : 17)

Sumber : https://sunnahmadinah.wordpress.com/2016/02/05/kenapa-saya-meninggalkan-salafi-wahabi/ ()

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.