Meski di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam belum ada format khusus peringatan maulid Nabi, namun bila kita perhatikan tradisi ini penuh dengan motif-motif kebaikan. Inilah yang oleh para ulama disebut dengan bid’ah hasanah.
Dalam al-Hawi li al-Fatawi dijelaskan:
وَقَدْ سُئِلَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ حَافِظُ الْعَصْرِ أبو الفضل ابن حجر عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ، فَأَجَابَ بِمَا نَصُّهُ: أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُونِ الثَّلَاثَةِ، وَلَكِنَّهَا مَعَ ذَلِكَ قَدِ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِي عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَ بِدْعَةً حَسَنَةً وَإِلَّا فَلَا.
“Syaikhul Islam Hafizh al-Ashr Abul Fadhl Ibnu Hajar ditanya tentang perbuatan maulid. Beliau menjawab, ‘Pokok perbuatan maulid adalah bid’ah. Tidak dinukil dari seorang pun dari salaf shalih dari tiga abad pertama. Namun meski demikian, peringatan ini mengandung kebaikan-kebaikan dan sebaliknya. Maka barangsiapa dalam memperingatinya selalu konsisten pada tujuan-tujuan kebaikan tersebut dan menjauhi kebalikannya (kejelekan yang berpotensi terdapat pada peringatannya, penj), maka hal itu menjadi bid’ah hasanah. Jika tidak, maka bukan bid’ah hasanah.” (Al-Suyuthi, al-Hawi li al-Fatawi, jilid 1, hal 229)
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa peringatan ini memiliki sandaran dalil yaitu suatu hadits yang ada dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tiba di kota Madinah dan mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Maka beliau bertanya pada mereka dan dijawab, “Itu adalah hari di mana Allah menenggalamkan Fir’aun di hari itu dan Allah menyelamatkan Musa. Maka kami berpuasa pada Asyura sebagai bentuk syukur kepada Allah Ta’ala.”
Berdasarkan hadits ini, Ibnu Hajar menjelaskan tentang disyariatkannya bersyukur kepada Allah atas karunia yang diberikan-Nya pada hari tertentu, karena nikmat yang diperoleh atau musibah yang dihindarkan.” (lihat: al-Hawi, jilid 1, hal 229)
Berdasarkan penjelasan tersebut dan keterangan ulama lainnya, tradisi maulid ini sangat baik untuk dilestarikan, karena memiliki senarai kebaikan. Beberapa kebaikan tersebut antara lain sebagai berikut.
Pertama, peringatan maulid nabi adalah ungkapan syukur dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman – yang artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Dalam hadits, Rasulullah bersabda – yang artinya, “Ingatlah wahai manusia, sesungguhnya aku hanyalah rahmat Allah yang dipersembahkan buat kamu.” Sedangkan dalam firman Allah pada ayat lainnya disebutkan, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.” (Surat Yunus: 58).
Menjelaskan ayat tersebut, juru bicara al-Qur’an Sahabat Abdullah bin Abbas menegaskan, “Karunia Allah adalah ilmu agama sedangkan rahmat-Nya adalah Muhammad.” (al-Durr al-Mantsur, jilid 7, hal. 668)
Disebabkan adanya motif kebaikan yang dikandung oleh peringatan Maulid Nabi ini, Syaikh Ibnu Taimiyah dalam Kitab Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim menyatakan: “Maka mengagungkan kelahiran (maulid) Nabi dan menjadikannya sebagai tradisi sering dilakukan oleh sebagian umat Islam, dan ia memperoleh pahala sangat besar karena tujuannya yang baik serta sikapnya yang mengagungkan Rasulullah SAW.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, hal. 297).
Kedua, peringatan maulid Nabi adalah sarana dakwah untuk menyampaikan perjalanan hidup dan keteladanan Nabi Muhammad. Pemahaman mendalam tentang profil dan perangai baik Nabi Muhammad tentu akan menambah kecintaan umat dan makin mendekatkan mereka pada sunnah-sunnah beliau.
Pemberian kisah keteladanan untuk meneguhkan hati umat Islam adalah sesuatu yang dianjurkan, terutama di zaman yang makin jauh dari era Nabi Muhammad. Allah berfirman – yang artinya: “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud: 120)
Ketiga, peringatan maulid nabi adalah momen untuk banyak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad. Sebagaimana telah maklum, perintah shalawat berikut keutamannya dijelaskan dalam beberapa ayat dan hadits Nabi Muhammad.
Allah berfirman – yang artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda – yang artinya: “Barangsiapa yang mengucapkan sholawat kepadaku satu kali, maka Allah mengucapkan shalawat kepadanya 10 kali.” (HR. Muslim no. 408)
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya 10 kali shalawat, dihapuskan darinya 10 kesalahan, dan ditinggikan baginya 10 derajat.” (HR. an-Nasa’i, jilid 3 hal. 50).
Demikianlah sekian motif kebaikan peringatan maulid Nabi berikut hujjah atau argumentasi. Dengan demikian jelas bahwa peringatan ini adalah bid’ah hasanah, bukan kesesatan atau bid’ah dhalalah sebagaimana sering dituduhkan.
Semoga Allah menguatkan cinta kita kepada Nabi Muhammad, memudahkan kita untuk menjalankan ajaran dan sunnah-sunnah, dan di hari akhir kelak kita mendapatkan syafaat agung dari Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Artikel dimuat Media Ummat Edisi Rabi'ul Awwal.
Faris Khoirul Anam
16 November pukul 17.49 ·
#Faris Khoirul Anam