Generasi terbaik umat ini sulit sekali mengeluarkan fatwa sebab berfatwa itu berat konsekuensinya, terutama di akhirat nanti.
Imam Nawawi dalam "Adabul Fatwa wal Mufti wal Mustafti" menceritakan tentang kebiasaan para sahabat Nabi sebagai berikut:
آداب الفتوى والمفتي والمستفتي (ص: 14)
وروينا عَن عبد الرَّحْمَن ابْن أبي ليلى قَالَ أدركتُ عشْرين ومئة من الْأَنْصَار من أَصْحَاب رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم يُسأل أحدهم عَن الْمَسْأَلَة فيردها هَذَا إِلَى هَذَا وَهَذَا إِلَى هَذَا حَتَّى ترجع إِلَى الأول
وَفِي رِوَايَة مَا مِنْهُم من يحدث بِحَدِيث إِلَّا ود أَن أَخَاهُ كَفاهُ إِيَّاه وَلَا يستفتى عَن شَيْء إِلَّا ود أَن أَخَاهُ كَفاهُ الْفتيا
وَعَن ابْن مَسْعُود وَابْن عَبَّاس رَضِي الله عَنْهُم مَنْ أفتى فِي كلِّ مَا يسْأَل فَهُوَ مَجْنُون
Kami meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Layla yang berkata: “Saya bertemu dengan 120 sahabat Anshar radhiyallah ‘anhum. Salah satu dari mereka ditanya suatu masalah, dan dia meminta yang lain menjawab, yang diminta kemudian meminta yg lain lagi menjawab, sampai akhirnya balik lagi ke orang pertama.”
Dalam salah satu riwayat, tak ada seorangpun dari mereka yang berucap sesuatu kecuali dia ingin agar kawannya telah membuatnya cukup tak berucap. Dan, dia tak dimintai fatwa kecuali berharap agar kawannya telah membuatnya cukup tak perlu berfatwa.
Dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas: "Siapa yang berfatwa tentang segala sesuatu yang ditanyakan kepadanya, maka dia gila".
Itulah sekelumit gambaran kehati-hatian generasi sahabat dalam mengeluarkan fatwa. Sayangnya, orang sekarang banyak yang berlomba-lomba mengeluarkan fatwa tentang segala hal, mulai yang kecil hingga besar. Bahkan yang baru taubat dan "hijrah" pun sudah berani berfatwa tentang ini dan itu dan menyalahkan ini dan itu. Kalau tidak tahu dalilnya, maka biasanya langsung memvonis bid'ah. Kalau ada keterangan yang berbeda dengan yang dia dengar dari gurunya, maka langsung vonis sesat diumbar. Kalau ada hadis yang baru dia kenal yang sepintas bertentangan dengan praktek masyarakat, maka dikiranya seluruh dunia belum tahu hadis itu.
Orang-orang seperti itu adalah musibah, lebih tepatnya musibah berlabel sunnah. Tak bisa dipungkiri, berfatwa memang keren sebab itu berarti berbicara dengan otoritas Allah dan Rasul. Namun bila otoritas ini dipegang oleh orang yang tidak layak, maka kemuliaan Allah dan Rasulullah juga akan ternoda oleh ucapan-ucapan bodoh atas nama keduanya. Musibah apa yang lebih besar bagi agama daripada ini?
Abdul Wahab Ahmad
18 Juni pukul 09.36 ·
#Abdul Wahab Ahmad